Friday, April 26, 2013

BUKU ORIGINAL VS BUKU BAJAKAN

Judulnya rada gimanaaa gitu yaa? Tadinya, saat masih sekolah, kupikir yang ada itu hanyalah Baju bajakan (kalo di Parepare, bilangnya baju cakar atau baju bekas) dan DVD or CD bajakan. Nggak taunya setelah mulai memasuki gerbang perkuliahan, aku jadi benar-benar percaya bahwa isu yang selama ini dikeluhkan penulis-penulis Indonesia di mana banyak terjadi pembajakan terhadap karya-karya mereka, memang benar-benar nyata.

Kuliah dulu, buku-buku literatur psikologi yang paling buaguuuus itu cenderung English text dengan komposisi halaman yang serba tebal, 11:12 lah sama buku-buku kedokteran, bahkan ada juga buku kedokteran yang kita pelajari. Buku atau literatur menjadi sumber referensi paling sakral bagi mahasiswa, terutama bagiku. Semisal ada tugas dari kampus gitu, kalo nggak punya bukunya, rasanya malu sendiri dan kalaupun masih bisa cari alternatif lain mencari referensi di Mbah Google atau ebook, tetap aja nggak puas, jawabannya ngambang karena biar bagaimanapun akan banyak sumber-sumber nyeleneh kalo nyari by internet.

Nggak heran juga kalo beberapa dari buku literatur itu harganya selangit. Contohnya aja buku Psikologi Abnormal Lengkap yang sampulnya warna item. Harganya udah hampir 300 ribu. Pengen beli, masih mikir juga. Sampe sekarang udah lulus pun masih kepengen beli itu karena itu versi paling lengkap dibanding buku Abnormal lain yang kubeli.

Nggak heran juga kalo kita ngalamin frustrasi gegara gak punya duit banyak buat beli beberapa buku literatur  . Akibatnya, terkadang, saat dosen nunjukin literatur (always English text) ada juga yang berlabel "MILIK NEGARA, TIDAK DIPERJUALBELIKAN", ini nih bener-bener bikin BETE. Udah bahasa Inggris isinya, nggak ada buku alternatif yang selengkap itu, akhirnya tidak ada jalan lain. Kami pun secara nggak sadar telah melakukan pelanggaran dengan memperbanyak buku itu dengan jalan foto copy. Tapi, namanya juga kepepet, nggak lucu kan kalo kita harus ke negara pembuatan buku itu dulu baru bisa beli bukunya.

Selain itu, yang lebih mengejutkan adalah ketika aku tau dari temen-temen ada sentra penjualan buku bekas dan buku bajakan di kota tempat aku kuliah dulu (hehe, tak usah disebutin ya, liat aja di profilku). Kita bisa memperoleh buku bajakan dengan kualitas rendah hingga tinggi di sekitar area Wili*. Di situ, ada beberapa toko yang menjual berbagai varian buku bajakan hingga bekas. Harganya memang sangat miring dan dapat ditawar. Kalo di toko buku kita beli novel atau literatur kuliahan itu seharga puluhan hingga ratusan ribu, maka di daerah Wili* kita bisa dapat harga jauuuuuh di bawah itu, bahkan pernah temenku beli novelnya El-Shirazy dengan tawaran harga Rp.10.000,-. Gilaaaa, bukan maiiiiin!!! Udah kayak buku obral aja, kayak kalo kita ke Islamic Book Fair.

Well, dari situlah, saya sempat miris juga merasakan hawa-hawa pembajakan yang kian marak melesat. Bayangin, satu novel keluaran terbaru, pada saat baru launching dan kebetulan misalnya nggak laku di pasaran, eeeh bisa jadi kenyataannya malah laku ketika berada di tangan si pembajak. Sesuatu yang udah sangat jomplang dan memang merugikan sih. Merugikan penulis dan juga merugikan negara plus merusak mental generasi bangsa.

Membeli buku bajakan bagi sebagian orang, apalagi dengan tingkat status ekonomi menengah ke bawah itu adalah hal yang sangat menguntungkan. Tapi, kalau berbicara soal kualitas, tentu buku yang original tetap the best. Soalnya, aku sendiri pernah ketipu. Pengen beli kamus Inggris, eeeh nggak taunya itu bajakan. Hasilnya, ada lah halaman yang hilang, tulisan compang-camping karena foto copy-annya yang nggak beres, kertasnya robek, sampulnya cacat de el el.

Bener-bener nyesel deh dengan buku-buku bajakan....

Sebagai pembaca sih mungkin nggak ada masalah yaa, tapi setelah belakangan ini mulai terjun lagi di dunia literasi, aku jadi sensi juga. Kadang pikiran itu terbesit, "Entar gimana ya kalo novelku dibajak trus malah laku keras di tangan pembajak?, Ihhh rugiiii...rugiii banget dan sial banget kalo kayak gitu, naudzubillah deh."

So, kalo disuruh milih, aku akan memilih buku Original. Emang sih ada beberapa buku matkul yang fotocopy-an tapi itu karena terpaksa dan memang tidak ada toko buku yang jual.

Aku lebih suka buku original yang asli kalo perlu ada stempel atau hologramnya, hehehe. Buku original jauh lebih berkualitas dan nyaman dibaca. Coba aja baca buku hasil fotocopy-an, pasti pas waktu dicopy, ada aja cetakan yang miring sana-sini, nggak simetris dan masalah lainnya yang jelas nyebelin.

Yang asli itu memang lebih enak, nyaman, dan nggak was-was kalo membaca sekalipun ada kesalahan dalam proses editannya, tapi tetap masih jauh lebih baik dari buku bajakan. Sekalipun ada buku bajakan yang dirombak ulang trus dikasih sampul bagus beda dari aslinya dan harganya relatif terjangkau, aku tetap memilih yang asli meskipun mahal. Yang asli jauuuh lebih jujur. Bukankah sesuatu yang baik itu juga berasal dari proses yang baik?

Terserah sih, kalo ada pecinta buku bajakan ato barang-barang bajakan. Yang jelas, aku cinta negeriku, aku sangat menghormati karya-karya orang lain apalagi aku juga bisa dibilang sangat hobi menulis dan sedang menggeluti karir sebagai penulis. Tentunya kita bakal sakit hati dan sedih kalo ternyata ada oknum-oknum yang  gak bertanggung jawab, seenaknya memperbanyak dan membajak karya kita demi meraup keuntungan besar. Karya itu adalah seni. Seni adalah kreativitas. Kreativitas itu harganya mahal bahkan bisa sampe unlimited saking tak ternilai. Dan sebaiknya, hargailah setiap hasil jerih payah orang lain agar kita pun bisa dihargai oleh orang lain.^_^

1 comment:

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.