Saturday, September 28, 2013

SEXUAL DISORDER (1): PEDOPHILIA

banjarmasin.tribunnews.com
Sore ini saya ingin update artikel Psikologi. Maaf ya sebelumnya, karena tak bisa rutin tiap hari ngupdate, hehe karena fokus juga terpecah pada aktivitas menggarap novel, membantu Mama beres-beres rumah dan ngerjain segala yang berhubungan dengan kesibukan sebagai dosen.

Sore ini, mari kita bahas tentang pedofil. Apa itu pedofil? Apa pula yang menjadi penyebabnya? 



Pedhopilia itu berasal dari kata paido yang artinya anak dan kata philein yang berarti mencintai. Secara harfiah, pedofil berarti orang dewasa yang menyalurkan kepuasan seksnya pada anak-anak berupa memperlihatkan alat kelamin, membelai, mencium, mendekap dan menimang anak dengan gairah nafsu dan merasa melakukan senggama, masturbasi dengan anak, sampai pada persetubuhan dengan anak itu sendiri. 

Pelaku biasanya berusia di atas 16 tahun dan kebanyakan juga sering dilakukan oleh orang dewasa yang terganggu secara mental. Korbannya rata-rata anak di bawah umur, biasanya yang berusia 13 tahun atau lebih muda dari itu. Bahkan, korban bukan hanya orang lain atau non keluarga, tapi juga dapat terjadi di lingkungan keluarga dengan melibatkan pelaku dan korban yang memiliki hubungan darah/tali kekerabatan.

Dulu, saya sering mendengar di televisi bahwa kasus pedofil ini sering dikaitkan atau disama-artikan dalam bentuk sodomi. Padahal, kenyataannya, praktek pedofilia ini tak hanya dilakukan pada pria saja, tapi juga wanita.

Di Indonesia sendiri, tercatat begitu banyak kasus pedofil. Bahkan ada beberapa artikel yang menuliskan judul: "Indonesia adalah surganya pedofilia". Astaghfirullahal'adzim....

Oh ya, tak kalah mencengangkan lagi, rupanya, kasus pedofil di Indonesia bukan hanya yang sering kita lihat di berbagai berita televisi yang mana justru terjadi di sejumlah kota-kota besar. Tapi, kasus pedofilia terbanyak di Indonesia kerap terjadi di Bali. Sekitar Februari 2013, tercatat kasus pelecehan terhadap 4 anak perempuan usia 9-13 tahun di Desa Kaliasem, Singaraja, Kabupaten Buleleng yang diduga dilakukan oleh warga Belanda berusia 57 tahun. Bukan hanya ini saja, sebenarnya, sudah lama sekali kasus-kasus semacam itu terjadi di Bali. Yang menjadi otak pelakunya pun kebanyakan justru warga asing yang sedang berlibur ke Bali. Bahkan saya juga sempat membaca sebuah artikel, di situ tertulis para warga asing kerap melakukan "tur seks" ke Bali yang menjerat korban anak-anak di bawah umur, anak-anak jalanan dan anak-anak yang memang telah memiliki riwayat korban pelecehan seksual sebelumnya. MIRIS!

Usai memuaskan hasrat dan fantasi seksualnya, para pelaku kerap menyiksa, membunuh guna menghilangkan jejak korban-korban mereka. Sampai sekarang pun, Asian Human Rights Commitee sering kecolongan dalam menyelidiki dan mengejar para pelaku pedofil yang masih tercatat sebagai buronan. Bahkan, tidak jarang, kasus tersebut justru di-pending oleh kejaksaan lantaran tidak ada cukup bukti dan saksi.

Pelaku pedofil memang cenderung menyimpan dokumentasi korbannya dengan sangat... amat... rapi. Dokumen itu baik berupa CV korban, foto, video, catatan hingga rekaman percakapan mereka dengan para korban. Mereka sangat jeli mengejar korban, mencari informasi sedetil mungkin hingga ke seluk-beluk latar belakang korban. Jangan heran, pelaku pedofilia biasanya sangat mafhum dengan perkembangan teknologi informasi. Segala cara dapat dilakukan, bahkan nyaris tanpa jejak.

Apa sih penyebab dari pedofilia ini?
Penyebabnya seringkali dikaitkan dengan ketidakmampuan seseorang dalam menjalin hubungan terhadap sesama dewasa. Sering pula terdapat penyebab medis seperti impotensi pada pelakunya sehingga karena tak mampu berhubungan dengan sesama dewasa, makanya dimanifestasikan saja kepada anak-anak di bawah umur. Anehnya, saat disidang, para pelaku kerap berkelit bahwa mereka melakukan aktivitas seksual lantaran digoda oleh anak-anak atau karena mereka ingin mengajarkan pendidikan seks dini pada anak-anak mereka, tapi ternyata kebablasan. (Rasanya Mau Muntah saya.... -_-)

Apa akibat/pengaruhnya terhadap anak?
Tanpa ditanya pun, tentu teman-teman tahu betapa besar pengaruh yang timbul akibat praktek pedofil. Apalagi jika itu dilakukan oleh anggota keluarga mereka sendiri (ayah kandung mereka, ayah tiri mereka, paman, sepupu, saudara bahkan kakek mereka).

Anak-anak korban pedofil biasanya akan mengalami gangguan mental dan fisik, tidak jarang terjadi dalam jangka waktu yang panjang bahkan terbawa menjadi sebuah trauma ketika dewasa kelak.

Gangguan fisik yang kerap terjadi adalah, ketika anak dipaksa melakukan hubungan intim (yang tak semestinya), itu akan memicu siksaan berupa rasa sakit yang teramat sangat baginya. Kenapa? Karena, di usia mereka yang teramat muda, organ vital maupun hormon reproduksi belumlah berkembang secara optimal/sempurna. Ditambah lagi, apabila mereka kemudian dideteksi tertular HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya. Bisa mati anak orang?!

Eum, belum lagi jika anak/korban tersebut sudah akil baligh (sudah menstruasi, sekarang kan anak-anak gadis udah cepet banget tuh dapat mens-nya) lalu hamil karena perbuatan pedofil dari si pelaku. Ini persis dengan berita yang beberapa bulan lalu saya tonton di mana orangtua kandungnya sendiri yang menyetubuhi anak ceweknya yang saat itu sekolah kelas 6 SD dan sudah mens lalu hamil besar. Itu kan sangat berbahaya bagi kesehatan si anak. Hamil di usia yang tidak tepat, ditambah kondisi sel-sel rahim di usia mereka yang belum matang. Dan jika dipaksakan untuk melanjutkan kehamilannya, kemungkinan besar resiko kematian itu akan mengenai ibu dan janinnya.

Nah, kalau untuk gangguan kejiwaan, seperti yang saya tulis tadi, gangguan itu akan menimbulkan trauma hebat luar biasa yang akan dibawa sampai ia dewasa. Selain itu, juga akan menghambat perkembangan intelektual dan keterampilan interaksi sosialnya. Anak korban pedofil tentu akan merasa sangat malu, dilecehkan/diejek oleh lingkungan, apalagi kalau dia hamil, melahirkan anak, dikucilkan masyarakat, dituduh berzina dan bla bla bla. Siapa yang tidak down kalau seperti itu??!

Heum, kasus pedofil ini juga lah yang mendapat perhatian untuk sering-sering memberikan penyuluhan atau seminar pendidikan seks bagi anak. Bagaimana cara orangtua mengajarkan pendidikan seks yang tepat pada anak, sehingga saat dewasa anak dapat memiliki pengetahuan terkait fungsi fisiologis dengan baik dan dapat menjaga kesucian hubungan "suami istri" sebagaimana halalnya.

Satu lagi. Berkaitan dengan artikel "Lesbian" yang saya posting beberapa waktu lalu, akibat dihapuskannya sexual and gender identity disorder dalam DSM-V, para "pemerhati" dan pelaku pedofil juga sempat menuai protes, meminta pada pemerintah menurunkan kebijakan yang sama, agar mengesahkan "praktek pedofilia" tersebut. Masyaallah, ini mah sudah benar-benar kelewatan!

Semoga kita senantiasa dilindungi dari nafsu-nafsu jahat itu ya. Amin. Jaga diri kita, jaga anak-anak kita, jaga iman kita.



sumber: rumahbunda.com

3 comments:

  1. makin lama makin kacau aja ya dunia.... saya paling benci yg pedofil ini

    ReplyDelete
  2. astagaaaa temanku pernah jadi korban
    waktu masih temanku melihat orang ya umurnya sudah terbilang dewasa, berada di jembatan layang di depan sekolah, kirain mau bunuh diri, setelah di melihat agak dekat, eh ternyata si orang itu menunjukkan "anu" nya.. langsung jerit kabuuuuur..
    duh, makin gila

    ReplyDelete
  3. bunda Leyla:
    kita berdoa juga mudah-mudahan protes pedofil utk di"sahkan dan dihilangkan sbg bentuk gangguan GAK akan terealisasi.

    bisa tamat riwayat para psikolog dan psikiater klo gini hehehe

    bunda Sari:
    O..ouuuwww msih untung cuma "dilihatkan" dan sempat kabur tuh, daripada mereka yg "lebih" dari itu naudzubillah

    ReplyDelete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.