Tuesday, October 29, 2013

TERAPI UNTUK FOBIA SOSIAL

Postingan ini lanjutan dari Fobia Sosial, di sini dijelaskan mengenai terapi yang sesuai untuk mereka yang mengalami gangguan fobia sosial. Berikut penjelasannya :).

Terapi Fobia Sosial


1. Terapi relaksasi

nimh.niv.gov
Terapi ini terdiri dari belajar untuk menurunkan tegangan otot selama beristirahat, ketika bergerak dan pada situasi-situasi yang dapat menyebabkan kecemasan. Terapi ini dapat dijadikan sebagai pendamping terapi exposure (Anthony, 1997). 

2. Medication (terapi obat) 

a. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS): SSRIS dengan cepat menjadi first-line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine menerima pengakuan badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun (FDA) untuk indikasi ini pada tahun 1999 dan SSRI yang pertama memperolehnya. Penelitian menyatakan bahwa SSRIS juga mungkin efektif.

b. Benzodiazepines: Benzodiazepines mungkin efektif untuk fobia sosial, tetapi memiliki profil keselamatan lebih sedikit. Alprazolam Dan Clonazepam telah digunakan dengan sukses.

c. Buspirone: Beberapa studi menyarankan kemanjuran pada penderita fobia sosial.

d. Propranolol: Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomic terhadap tanggapan dengan fobia sosial. Pencegahan gejala seperti gemetaran peningkatan detak jantung mendorong kearah sukses didalam menghadapi situasi sosial.

e. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIS): Phenelzine telah dipertunjukkan untuk bisa efektif didalam studi. Pembatasan yang berkenaan diet makan mengurangi ketenaran mereka. Moclobemide, suatu MAOI lebih baru, pasti mempunyai kemanjuran dengan fobia sosial.

3. Terapi Kognitif

nimh.niv.gov
Model terapi ini menyatakan bahwa ketika klien masuk ke dalam situasi sosial, maka aturan pasti, asumsi, atau unconditional beliefs menjadi aktif. Melalui pendekatan terapi perilaku rasional-emotif, Ellis menunjukkan kepada orang-orang dengan fobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irasional untuk penerimaan sosial (sosial approval) dan perfeksionisme menghasilkan kecemasan yang tidak perlu dalam interaksi sosial. Terapi kognitif dari Beck berusaha untuk mengidentifikasi dan mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional atau terdistorsi. 

Terapis kognitif membantu orang untuk mengenali cacat-cacat logis dalam pemikiran mereka dan membantu mereka untuk memandang situasi secara rasional. Klien diminta untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menguji keyakinan mereka, yang akan membawa mereka untuk mengubah keyakinan yang ternyata tidak berdasar pada realitas. Terapis mendorong klien dengan fobia sosial untuk menguji keyakinan mereka bahwa mereka akan diabaikan, ditolak, atau ditertawakan oleh orang lain dalam pertemuan-pertemuan sosial dengan menghadiri suatu pesta, memulai pembicaraan, dan memonitor reaksi orang-orang lain. Terapis juga membantu klien mengembangkan keterampilan sosial untuk meningkatkan efektivitas interpersonal mereka dan mengajari mereka bagaimana cara menghadapi penolakan sosial.

Salah satu contoh teknik kognitif adalah restrukturisasi kognitif (cognitive restructuring) atau disebut juga restrukturisasi rasional. Teknik ini merupakan suatu proses di mana terapis membantu klien mencari pikiran-pikiran self-defeating dan mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar menghadapi situasi-situasi pembangkit kecemasan (Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid I).

4. Virtual Reality Exposure

Melalui proses pemaparan terhadap suatu seri stimuli virtual yang makin bertambah menakutkan dan hanya bila ketakutan sudah berkurang pada langkah terdahulu, orang belajar untuk mengatasi ketakutan dengan cara yang sama dengan seandainya mereka mengikuti program pemaparan gradual terhadap stimuli fobik dalam situasi aktual. Keuntungan dari realitas virtual adalah bahwa hal ini memberi kesempatan pada kita untuk mengalami situasi yang sulit atau hampir tidak mungin untuk diandalkan dalam realitas yang sesungguhnya (Yancey, 2000). 

Terapis bereksperimentasi dengan terapi virtual, misalnya dalam bentuk terapi kelompok di mana sekelompok orang yang aktualnya ada di tempat yang berbeda-beda dapat memakai peralatan realitas virtual, dihubungkan dengan komputer-komputer mereka pada saat yang sama, dan bertemu secara elektronik dalam suatu kantor terapi yang simulasi.

(Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid I).

5. Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi kognitif-behavioral berhasil menurunkan rasa takut individu terhadap evaluasi sosial (Heimberg & Juster, 1995). Terapi CBGT dibuat dengan menggunakan protokol yang dikembangkan oleh Heimberg (1991). Sebelumnya, rangkaian terapi yang dilakukan adalah melakukan assessment independent dan self report terhadap klien. Kemudian diikuti dengan pelatihan dalam hal restrukturisasi keterampilan kognitif, exposure yang diulang terhadap simulasi dari situasi yang ditakuti dalam tiap sesi, dan dihubungkan dengan homework assignments (Heimberg, Juster, Hope, & Mattia, 1995). Setelah pelatihan tersebut dilakukan maka seluruh rangkaian assessment independent dan self report dilakukan kembali.

(Safren, S. A., Heimberg, R. G., & Juster, H. R. 1997. Brief Report: Client’s Expectancies and Their Relationship to Pretreatment Symptomatology and Outcome of Cognitive-Behavioral Group Treatment for Sosial Phobia. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 65, No. 4, p. 694-698).

6. Terapi Pemaparan

Klien mendapatkan instruksi untuk memasuki situasi sosial yang makin penuh stres dan untuk tetap tinggal dalam situasi tersebut sampai dorongan untuk kabur sudah menjadi berkurang. Terapis dapat membantu membimbing mereka selama percobaan pada pemaparan, dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien mampu untuk menghadapi sendiri situasi tersebut. Terapis mungkin mengkombinasikan pemaparan dengan teknik kognitif yang membantu klien untuk mengurangi pikiran-pikran maladaptif pembangkit kecemasan yang mungkin mereka temui dalam situasi-situasi sosial, dengan pikiran-pikiran yang lebih sesuai.

Pustaka
(Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid I).



12 comments:

  1. huwaaa gak nyangka ada yng fobia sosial..
    klo aq sih malah narsis :D

    ReplyDelete
  2. hehehe narsis yg berlebihan juga termasuk gangguan narsistik loh Bund :)

    ReplyDelete
  3. aku susah menghilangkan dari fobia sosial .. :'(

    ReplyDelete
  4. fobia sosial seperti apa itu mbak Nur? :)

    ReplyDelete
  5. Kayakx saya ada tanda2 fobia sosial,dri SMP malah tpi sya baru mnyadari klo itu nmax fobia hbs nnton drama bertema psikologi :(

    ReplyDelete
  6. saya umur 20 dan ndak bisa apa2,dirumah trus. ak putus skolah krna gara2 penyakit mental ini. klo spt ini trus saya bisa mati.saya pernah brpikir untuk bunuh diri tp saya takut.hidup tak mau matipun tak mau. klo mau melakukn terapi harus kemana? psikiater cma kasih obat sj klo rawat jalan. dan kira2 ada yg tau obat2 yg manjur bwt fobia/kecemasan sosial apa ya?

    ReplyDelete
  7. Saya 21th fobia sosial saya sudah makin mengganggu hidup saya. Terakhir saya merasa pusing jalo lagi ada ditempat ramai/kermnunan orang

    ReplyDelete
  8. Assalamualaikum...admin..saya punya ortu yg menderita phobia dmn saya bisa melakukan terapi pemaparan

    ReplyDelete
    Replies
    1. waalaikumussalam mas irwansyah... coba anda bawa ke psikiater atau psikolog terdekat di kota anda.

      Delete
  9. Assalamualaikum,,,saya punya ortu yg menderita phobia,,dmn saya bisa berobat ke terapi pemaparan

    ReplyDelete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.