Tuesday, February 25, 2014

TRAUMA ANAK AKIBAT KEMATIAN ORTU

Sebelum masuk intinya, saya mau intermezzo dulu dari awal. Tadi, seperti biasa, nganterin adek kuliah habis itu singgah bentar ke rumah mbak (keluarga dari sepupu). Karena mbak nggak ada akhirnya main dan ngobrol sama tetangga samping rumahnya.

Balik ke beberapa minggu yang lalu ketika nganterin adek ke rumah bulek sekaligus maen ke rumah mbak. Saya dengar kabar bahwa suami tetangga mbak sebut saja Bu ID meninggal karena ginjal. Ya ampuun, innalillaah, baru satu setengah tahun saya pulang ke Parepare lalu balik ke Malang untuk pindah, banyak yang berubah dari desa belakang kampus itu.

Saya dan sebagian besar tetangga di sana memang cukup akrab dan suka saling nyapa. Malah saya sampai lupa satu tetangga tapi dia masih ingat nama saya. Tadi itu, semua di depan saya para ibu-ibu (ada ibu muda dan ibu tua/Bu ID) pada nyusuin baby-nya semua. Hahaha... untungnya nggak ada yang nanya, saya kapan kayak mereka hihihi :D

Tapi, saat cerita sama adek dari Bu ID tadi, katanya anak sulung Bu ID gak mau sekolah lagi semenjak ayahnya meninggal. Bu ID sendiri harus menghidupi dua anak laki-lakinya sendirian nyambi dagang kue dan minuman gitu di rumahnya. 

Saya jadi kasihan sama keluarga Bu ID. Allah pasti sayang sama mereka makanya dikasih cobaan yang cukup berat. Tapi, syukurlah, saya senang karena Bu ID murah senyum jadi apapun keadaannya, ia tetap murah senyum pada siapapun dan masih sempat buat ngasuh kembaran anaknya mbak saya.

Trauma. Itu satu kata yang bisa saya tarik dari keadaan anak sulung Bu ID. Trauma akibat kematian sang ayah. Seingat saya, dulu memang anak itu lengket banget sama ayahnya. Yaaa namanya juga anak laki-laki. Ke mana-mana, ke sekolah pasti diantar sama ayahnya. Main juga seringan sama ayahnya. Kalau adeknya dulu masih kecil jadi masih lengket sama Bu ID.

Anak sulung Bu ID jadi nggak mau sekolah lagi alias putus sekolah sendiri. Semua udah nyoba bujuk agar sekolah lagi tapi anak itu tetap aja nggak mau. Kasihan juga. Lalu bagaimana nasib si anak itu kelak kalau udah makin gede? Yang namanya anak masih usia sekolah dasar, pastinya masih butuh pendidikan agar si anak bisa tercukupi kebutuhan akan pengetahuan dan juga menjadi wadah untuk pembentukan karakter sosialnya dia. Karena tidak mau sekolah, dia hanya main di rumah sama adeknya dan Bu ID.

Lalu, apakah si anak ini bisa "disembuhkan"? Insya Allah, selalu ada jalan kalo mau berusaha. Karakter anaknya emang amat keras kepala dan Bu ID orangnya nggak bisa terlalu kasar apalagi sama anak sendiri. Beda dengan almarhum suaminya yang dulu memang terkenal cukup tegas. Yaaa, nggak bisa nyalahin Bu ID juga karena dia sendiri saja sudah kerepotan ngurus ini itu sendirian. Tapi, kalo aja Bu ID dari awal (dari sejak anak sulungnya itu masih kecil) nggak begitu memanjakannya, insya Allah anak itu masih bisa dikasih nasehat. 

Karena anak sulungnya ini mendapatkan asuhan yang cenderung dimanjakan oleh ayahnya dulu, jadi dia sulit untuk belajar mandiri. Yaa, akhirnya setelah kehilangan sosok ayah, sang anak cenderung punya perasaan "tak berdaya" karena sosok "penolong terbaiknya" sudah nggak ada. 

Kalo direkomendasikan ke psikolog, saya juga nggak tega karena biayanya tentu mahal apalagi konseling anak itu biasanya rumit dan butuh beberapa sesi pertemuan (soalnya dulu pengalaman jadi observer buat bantuin dosen ngonselingin anak dan itu butuh beberapa kali pertemuan sesuai karakter anaknya juga sih).

Saya cuma bisa berdoa aja, mudah-mudahan anak sulungnya bisa secepatnya melanjutkan pendidikan. Atau, mungkin bisa juga dengan cara memberikan pendidikan informal pada anak sulungnya, minta ke saudaranya buat ngajarin dia pelajaran yang tertinggal atau cara lainnya. Yang terpenting juga adalah pelajaran agama karena itu pondasi hidup. Mudah-mudahan Bu ID selalu dilimpahkan keberkahan dan rezeki mengalir deras. Semoga suatu hari, kedua anaknya bisa menjadi orang sukses dan membahagiakan Bu ID hingga akhir hayanya. 

No comments:

Post a Comment

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.