Thursday, June 12, 2014

MENGHADAPI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Alhamdulillah tab Psych Request memperoleh respon yang positif dari teman-teman. Terima kasih bagi yang udah request tema psikologi untuk dibahas ya. Mohon kesabarannya untuk menanti jadwal antrean postingannya. 

Bagi yang ingin request silakan langsung cek ke link ini ya : Psych Request
----
Oh ya, postingan kali ini, kita akan diskusi bareng-bareng seputar request-an Bunda Gracie Melia mengenai anak ABK. (Karena beliau yang pertama kali merespon namun komennya sempat gak muncul dan ditulis ulang, jadi untuk menghormati, maka saya dahulukan). Beliau adalah super duper mommy yang berjuang demi sang putri, Aubrey atau yang biasa dipanggil Ubii. Beliau pernah diundang ke Kick Andy Show. Makanya, awalnya rada familiar gitu hehe. 

Saya tampilkan ulang ya reqiest-an Bunda Ges.




Jadi, inti dari pertanyaan Bunda Ges, yaitu:

  1. Apakah benar anak ABK itu tumbuh dengan karakter minder dan semau gue karena terbiasa dituruti keluarga?
  2. Bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anak ABK?
  3. Bagaimana pendidikan yang baik untuk membesarkan ABK agar dapat survive di tengah masyarakat dengan pribadi yang baik pula?
Sok, mari kita bahas satu-satu ya.

Bismillahirrahmanirrahim.

SIAPAKAH ANAK ABK ITU?

ABK. Dalam bahasa pelayaran, itu singkatan dari Anak Buah Kapal. Tapi, sekarang kita bahas bukan ABK itu.. ABK, dalam bahasa psikologi merupakan singkatan dari Anak Berkebutuhan Khusus atau dulunya disebut sebagai anak dalam kelas inklusi. ABK ini adalah anak-anak yang berbeda dari yang normal/rata-rata. Para ABK membutuhkan penanganan khusus berkaitan dengan gangguan perkembangan yang dialaminya.

Nah, klasifikasi ABK itu gak cuman melulu Autis atau RM (Retardasi Mental). ABK itu digolongkan sesuai dengan gangguan yang dialami, di antaranya klasifikasi Fisik (yang mengalami gangguan  kesehatan fisik atau motorik), gangguan bahasa dan bicara, gg. kognitif, gg. pendengaran, gg. penglihatan, gg. sosial dan emosi, gg. belajar dan sebagainya.

Jadi, ngehadapin anak ABK ini sebenarnya rada susah-susah gampang bin kepo gitu karena tidak semudah menghadapi anak normal. Oleh sebab itu, para orang tua maupun guru yang memiliki anak/murid ABK sangat membutuhkan metode, pelajaran, pengetahuan serta peralatan khusus demi membantu kelancaran perkembangan anak itu sendiri.

FAKTOR PENYEBAB ABK

Oh ya, Bunda Gracie itu punya komunitas Rumah Ramah Rubella. Setelah mengamati, dalam grup tersebut, banyak orang tua yang memiliki anak ABK dalam klasifikasi fisik atau yang mengalami gangguan kesehatan fisik.

ABK yang mengalami gangguan fisik seperti kebanyakan kasus dalam komunitas RRR ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena adanya gangguan genetika seperti kelainan kromosom, infeksi selama kehamilan, usia kehamilan yang riskan, abortus, keracunan selama kehamilan, preclampsia atau lahir prematur dan masih banyak lagi.

Tidak hanya selama kehamilan, anak menjadi ABK juga bisa saja terserang oleh faktor eksternal kayak adanya infeksi bakteri setelah kelahiran, kekurangan gizi, keracunan makanan, kecelakaan dan lain-lain.

Selain faktor fisik tersebut, tentu dapat pula terjadi akibat faktor-faktor psikis yang sudah sering kita dengar.

CIRI-CIRI ABK KARENA KELAINAN FISIK

Karakteristiknya biasanya sebagai berikut:

  • Dari segi kognitif, anak ABK tentu memiliki kemampuan kognitif yang berbeda-beda. Ada ABK yang mengalami gangguan perkembangan namun fungsi kognitifnya bekerja dengan baik dan intelegensinya di atas rata-rata. Ada pula yang sudah mengalami gangguan perkembangan, malah ditambah dengan fungsi kognitif yang makin lama makin merosot dan tingkat intelegensinya di bawah rata-rata.
  • ABK dengan hambatan medis/kelainan fisik ini biasanya sangat sensitif. Mereka yang gangguannya tergolong parah malah seringkali mengalami kesulitan dalam hal berperilaku. Jadi, maksudnya, kadang ada anak ABK yang merasa sulit untuk mengkomunikasikan maksud dan keinginan mereka kepada orang lain/orang tua/guru sehingga banyak yang salah tanggap.
  • Secara emosional sendiri, pada umumnya anak-anak ABK memiliki konsep diri yang rendah atau cenderung negatif. Contohnya seperti minderan dan menarik diri dari pergaulan/lingkungan.
  • Secara sosial, ABK dengan gangguan medis ini sama seperti ABK klasifikasi gg. psikis, namun biasanya mereka yang mengalami gg. di fisik dan psikis akan cenderung lebih sulit berinteraksi. Jadi, ABK jenis ini sangat membutuhkan orang untuk membantunya dalam bersosialisasi.
JAWABAN PERTANYAAN BUNDA GES

Kalau ditanya, apa iya sih, anak ABK itu suka minderan dan punya sikap semau gue? Kalau menurut teori sih kebanyakan mengatakan seperti itu. Namun, saya tidak selamanya berpihak pada teori. Dulu, saya pernah magang di SLB Pembina Lawang. Saya dan beberapa teman sefakultas barengan melakukan observasi dan asesmen serta treatment sederhana untuk beberapa target ABK. Nah, waktu itu, saya dan seorang teman juga mendapat kesempatan untuk membantu guru mengajar sekaligus mengobservasi perilaku 4 anak ABK SD (satu kelas itu isinya emang cuman 4 karena emang gitu sistemnya, anak ABK itu gak bisa ditempatin di kelas besar karena mudah sensitif). Saya dan teman-teman juga sempat ngasih les sekaligus treatment latihan untuk murid SMP yang tuna rungu, RM dan disabilitas belajar. Saya pun sering sharing dengan rekan sesama alumni psikologi mengenai konsep kepribadian anak ABK. 

Sejauh dari pengamatan saya, sifat minder dan pribadi rendah diri itu memang ada dan sudah termanifestasi dalam diri mereka. Namun, selama proses tumbuh kembangnya, kalau misalnya mereka memperoleh wadah seperti ortu serta pendidikan yang baik, maka konsep diri negatif itu akan terkikis sedikit demi sedikit. Jadi, tidak selamanya konsep diri yang rendah itu bisa digeneralisasikan untuk semua ABK (itu sih menurut saya) karena tergantung dari kemampuan si anak dalam melewati setiap fase perkembangannya serta disebabkan oleh banyaknya faktor eksternal itu sendiri.

Lalu, gimana caranya agar anak ABK gak jadi tukang minderan? Ini akan coba kita bahas bersama-sama denga pola asuh ortunya ya.

Kalau dibilang, ABK itu suka semaunya sendiri, tidak semuanya juga seperti itu. Kalau untuk kasus autis, kita tahu sendiri kan, autis itu suka tenggelam dan heboh dalam dunianya sendiri dan kurang responsif terhadap sekitarnya. Untuk kasus pada gangguan lain, memang ada anak yang memunculkan tanda-tanda layaknya anak autis. Tapi, ada juga yang begitu karena faktor lingkungannya. Itu kembalikan lagi pada sikap dan cara ortu memperlakukan mereka.

Biasanya, orangtua yang tahu bahwa anak yang dilahirkannya mengalami gangguan, reaksinya selain shock, biasanya akan bersikap berlebihan. Berlebihan di sini maksudnya, terlalu men-spesial-kan anak tersebut. Dikit-dikit, nggak boleh ini itu. Ya emang sih, ABK itu butuh penanganan khusus, namun seharusnya sikap ortu pada mereka tidak perlu berlebihan. Salah satu kunci yang sering kami (orang2 psikologi) pakai saat berhadapan dengan ABK itu adalah menganggap dan memperlakukan ABK setara/sama layaknya anak yang sempurna/normal.

Nah, hal di atas ini kita semua bertolak pula pada gimana sih pola asuh yang baik buat ABK. Kalau dalam Islam sendiri, ibu itu adalah madrasah utama dan pertama buat anak-anak mereka, nggak peduli anaknya ABK atau tidak, ibu tetaplah berperan penting di sini.

Dalam beberapa kasus tertentu, ada ibu yang dari awal menolak kelahiran anaknya karena ketahuan ABK. Ketika anaknya sudah lahir, sang ibu ini malah mengabaikan dan tidak mengurus mereka. Akibatnya, dari hari ke hari, anak ini tidak akan melewati fase perkembangan dengan baik. Lebih dari itu, sikap pengabaian (avoidant) dari ortu tersebut menyebabkan anak mengembangkan kepribadian yang negatif dan bisa terus negatif hingga remaja dan dewasa.

Jadi, kunci pertama dari pola asuh yang baik untuk anak ABK, ini pernah saya dengar dari kisah-kisah ibu yang punya ABK. Mereka selalu menekankan proses penerimaan di awal adalah cara pertama yang sangat perlu diperhatikan oleh para ortu. Sikap penerimaan ini akan menjadi pengantar bagi sang ibu untuk memberikan penanganan optimal dan memahami tumbuh kembang anak ABK-nya. Gimana caranya agar bisa nerima anak itu apa adanya satu paket penuh? Memang untuk fasenya sendiri, butuh proses. Awalnya kebanyakan ibu yang tahu anaknya lahir cacat/abnormal akan mengalami shock atau tekanan yang sangat hebat terutama pada perasaannya. Jika shock ini tidak tertangani dengan baik, maka akan beralih pada fase di mana ibu akan memunculkan sikap tidak percaya. Misalnya dengan sering mengatakan, "Tidak. Anaka saya tidak sakit. Dokter pasti keliru memeriksa. Tidak mungkin!" Jika ini juga tidak tertangani maka akan berlanjut pada fase penolakan di mana dalam hal ini, sang ibu akan mulai sering mengabaikan anak, tidak mau menyusuinya apalagi ngurusin yang lain-lain. Tapi, ini lebih parah dari tindakan avoidant para ibu yang terkena sindrom baby blues ya. Setelah ini juga tidak tertangani, maka ibu akan mengalami fase tawar-menawar, di mana ia akan menimbang-nimbang, nerima anaknya atau dibuang aja, atau dikirim ke panti asuhan aja. Di fase ini, ibu akan mengalami kebingungan. Ibu yang masih bisa hamil, biasanya akan cemas kalau mau punya anak lagi. Lebih-lebih ibu yang tidak bisa hamil lagi misalkan. Ketika fase ini juga tidak mendapat solusi, maka lama-kelamaan episode depresi pada ibu akan berkembang. Kalau sudah masuk fase depresi, ini paling bahaya sebab jika tidak terobati juga, maka akan masuk pada fase sindrom skizofrenia (orang awam biasa nyebutnya gila).

Di luar sana, fase-fase itu akan sangat banyak variannya sesuai dengan situasi yang dialami para ibu dengan anak ABK. Tapi, cara terbaik agar mudah menerima keberadaan anaknya tersebut, seharusnya sudah dipersiapkan sebelum masa kehamilan. Jadi, sebelum memutuskan untuk hamil, hendaknya sang ibu mempelajari segala do and don't selama hamil, harus tahu juga tentang gejala-gejala kelainan yang mungkin akan menyerang selama fase hamil terutama pada trimester-trimester awal itu yang sangat rentan (gitu sih kata dokter). Jadi, dengan persiapan pengetahuan yang memadai selama hamil serta tindakan antisipatif terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, setidaknya akan meminimalisir tegangan atau tekanan yang dialami sang ibu pada saat mendapati kenyataan melahirkan anak abnormal. 

Selanjutnya, pola asuh yang perlu diterapkan sebenarnya nggak jauh beda dengan yang biasanya dilakukan para ibu dengan anak normal. Sang ibu hendaknya tetap menumbuhkan dan memperlihatkan sikap dan sifat berkasih sayang kepada anak-anaknya. Pada dasarnya, anak yang lahir itu adalah fitrah. Salah satu fitrah yang telah Tuhan berikan adalah rahman dan rahim, adanya sifat kasih sayang dalam diri masing-masing manusia. Jadi, jika orangtuanya bersikap lemah lembut, maka sang anak juga akan merasa nyaman. Sebaliknya, jika sang ibu melenceng dari fitrahnya, maka anak juga akan ikut melenceng. Tahu sendiri kan, kalau anak itu adalah copy cat terbaik dari figur ortunya.

Next, masih soal sikap ibu dan juga ayah. Perhatian yang diberi pada anak hendaknya jangan teramat berlebihan. Misalnya karena tahu anaknya cacat nggak punya kaki malah dilarang untuk bermain di luar rumah. Bukankah anggota tubu itu cuman sebuah alat bantu? Jadi, untuk apa resah berlebihan? Kalau ortunya suka ngelarang ini itu yang nggak masuk akal, anak nggak akan pernah bisa belajar untuk mandiri. Yap, anak ABK, seperti yang sudah dituliskan tadi, kudu diperlakukan seperti anak yang sempurna. Semakin ortu melarang dengan dalih kekurangan apalagi nyebutin kelemahan itu terang-terangan di depan anak, maka anak akan semakin minder, gak PD dan, semakin menari diri dari lingkungan dan akan semakin bergantung/dependent pada ortunya. Bagaimana melatih anak agar mandiri? Nah, sekarang kan udah banyak tuh sekolah atau komunitas tertentu yang memang nyediain fasilitas untuk tumbuh kembang ABK. Jadi, manfaatkanlah saran itu dengan sebijak mungkin. Sayang banget kalau anak ABK justru diperlakukan sebagai anak yang berkekurangan (meski nyatanya emang punya kekurangan yang gak normal). Anak ABK juga butuh dikembangin kreativitasnya, jadi ortu gak perlu takut berlebih. Semakin ortu menampakkan kecemasan anaknya gak bakal bisa ini itu, anak akan semakin ciut dan ngembangin kepribadian inferior looh nanti.

Oh ya satu lagi, bila punya anak, gak peduli itu ABK atau normal, upayakan dan sebaiknya memang menghindari penggunaan jasa baby sitter. Sebelumnya udah pernah saya bahas sih pada postingan tersendiri di blog ini mengenai dampak jasa baby sitter. Kalau punya anak ABK apalagi, keterlibatan ortu secara full time sangat dibutuhkan. Dulu waktu tinggal di Parepare, saya punya tetangga dengan anak autis plus RM. Si anak ini nggak pernah lepas dari pantauan orangtuanya. Ini bukan untuk mengekang ya, tapi mengawasi untuk memantau gimana perkembangan anak setiap hari, setiap detik. Saya juga punya dosen psikolog juga. Beliau pernah memberi saran (juga melakukan sarannya itu). Beliau meski  seorang pekerja juga tapi nggak pernah pake baby sitter. Kalau berangkat ngajar, palingan dititipin sama sanak saudara (sebaiknya begitu daripada ke orang lain). Ketika beliau punya waktu longgar full time maka dimanfaatkan untuk mencatat setiap inchi perubahan anaknya baik itu perilaku, verbal dan kognitifnya dengan terjun langsung sebagaimana observer dan assesor. Kalau di psikologi ada salah satu cara observasi yaitu dengan menggunakan teknik diary recorded. Jadi, tiap fase tumbuh kembang dan perilaku anak dicatat semua dengan detil dalam diary tersebut. Ketika sang ibu/ortu sedang bepergian tanpa membawa anak, anak tersebut hendaknya dititipin ke orang terdekat sembari nitipin diary tersebut untuk tetap diisi setiap harinya. Bila perlu, didokumentasikan dengan foto atau video malah lebih baik. Jadi, ketika ortu lagi pergi, mereka setidaknya tidak terlalu cemas karena akan tetap mengetahui proses perkembangan anaknya dari bukti rekaman atau diary itu.

Nah, ini juga jangan lupa, tetap rajin untuk membawa anak konsultasi ke dokter/psikiater atau psikolog untuk tahu perkembangan fisik serta psikisnya.

Berbicara mengenai pendidikan yang baik untuk ABK ini agak berbeda dengan masalah pola asuh. Kalau dalam pola asuh, ortu hendaknya memperlakukan selayaknya anak normal, maka dalam pendidikan, mereka punya wadah dan fasilitas tersendiri. Sekarang udah marak beredarnya sekolah inklusi atau SLB khusus untuk anak ABK. Untuk fungsi kognitif sendiri, seperti yang udah dijelasin tadi, ada memang anak yang kognitifnya nggak bisa berkembang dengan pesat atau signifikan. Oleh sebab itu, mereka kalau ditaruh di sekolah umum, kadang susah untuk beradaptasi dengan tugas-tugas murid normal. Kecepatan dan ketepatan ABK dalam berhitung misalkan itu tuh nggak secepat dan sebaik anak normal. Seperti waktu saya ngajar anak ABK pas magang, ternyata emang gitu. Kalau anak normal, dikasih tahu atau diajari satu dua tiga kali udah bisa, udah mahir, udah bisa sendiri, tapi ABK beda. Mereka khususnya yang mengalami gg. belajar apalagi malah jauh lebih butuh waktu banyak untuk ngajarinnya. Harus step by step karena mereka yang nggak mudah untuk fokus. Harus pelan-pelan dan sabar. 

Apa lantas nggak boleh anak ABK masuk sekolah umum? Kalau untuk ABK dengan gangguan kontemporer itu bisa aja masuk sekolah umum, tapi lihat sejauh mana kemampuan dan perkembangan mereka. Biasanya baru bisa dilepas ke sekolah umum saat beranjak SMP atau SMA. Itu juga harus melalui serangkaian tes secara berkala, baik itu tes kepribadian, kognitif dan lainnya. Tapi, untuk ABK permanen (yang gangguannya gak bisa sembuh-sembuh atau gangguannya menetap) maka sebaiknya dimasukkan sekolah khusus SLB atau home schooling. Risikonya mungkin, anak akan mengalami hambatan pergaulan sosial karena teman-temannya ya cuma sesamanya sedang sama anak normal suka dijauhin. Tapi, untuk mensiasatinya, kalau si anak punya sepupu yang usianya sebaya dan normal, nah sering-seringlah ajak anak untuk bergaul dengan sepupu-sepupu atau saudaranya yang normal. Keluarga juga harus diberi pengertian sebelumnya bahwa nih anak ABK loh jadi kudu hati-hati ngehadapinya. Apabila pergaulan ini berjalan lancar, maka ke depannya nggak ada hal yang perlu dirisaukan. Banyak kok para ABK dewasa yang sudah menikah dan punya anak tapi mereka yang memang sudah menunjukkan kemampuan hidup yang signifikan baiknya. Memang sih risiko diturunkannya gangguan itu ada, tapi karena rantai itu tidak bisa putus sepenuhnya karena adanya pernikahan, maka ketika mereka berperan sebagai orangtua, mereka harus tetap memperhatikan do and don't terhadap anak. Tapi, sebaiknya jangan nikah dengan yang sama-sama punya kerentanan apalagi yang parah, entar anaknya malah bisa mengalami gangguan yang dua kali lipat lebih parah dari orang tuanya.

Saya juga punya tetangga ABK, udah dewasa sekarang. Tapi, sejak SMP putus sekolah karena kognitifnya terhambat. Akibatnya jumlah temannya berkurang (dan dia hanya punya teman saya saja). Waktu kecil pun suka diejek. Jadi, bagi anak normal atau orang tua yang anaknya normal, mohon jangan pernah mengejek keberadaan mereka. Mereka juga butuh diterima agar bisa berkembang dengan baik di masyarakat. Caranya? Salah satunya adalah dengan mengadakan sosialisasi tentang ABK itu sendiri khususnya di wilayah yang terpencil. Di kota besar pun rupanya masih banyak yang menolak keberadaan mereka sih. Ya, intinya penerimaan itu sih yang paling penting dan utama. Kalau lingkungan udah paham, seharusnya bisa menerima. Jika orang lain sudah bisa menyadari dan menerima, maka para ABK yang udah remaja dan dewasa ini nggak akan merasa kesulitan untuk beradaptasi lagi. 

Eumm beda lagi dengan para ABK yang masuk dalam golongan gangguan sangat parah. Mereka biasanya hingga dewasa itu masih butuh penanganan, bahkan sampai mereka menghembuskan napas terakhir. Jadi, mengenai perlakuan itu semua tergantung pada klasifikasi ABK itu sendiri, pada tingkat keparahan seberapa dan apakah bisa ditangani ataukah selamanya memerlukan tinjauan dan treatment khusus.

---

Demikianlah bahasan mengenai ABK untuk menjawab request Bunda Gracie, ibunya si Ubii unyu :D hehe.

Jika ada kekurangan mohon dimaafkan ya. Apabila ada kekeliruan, mohon ditanggapi agar saya segera memperbaiki postingan ini. Jika ada sudut pandang lain, monggo di-share. Ini semua saya peroleh dari pengamatan selama kuliah di psikologi dan selama berhadapan dengan para ABK. 

Terima kasih,

Best regards,



4 comments:

  1. nice, aku komen ya karena aku ini ABK dan perna menangani ABK sedikit

    Apakah benar anak ABK itu tumbuh dengan karakter minder dan semau gue karena terbiasa dituruti keluarga?
    jawab : tidak selalu, ada yang percaya dirinya tinggi karena bentukan keluarga dan atau lingkungan, kalau biasa dituruti keluarga iya bukan hanya anak ABK tapi anak normal juga gitu akan semau aku dan merendahkan serta menertawakan orang lain.

    Bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anak ABK?
    Jawab : menyesuaikan kebutuhan, yang jelas dilarang otoriter, dilarang berkomunikasi hanya satu arah/semua orang tua

    Bagaimana pendidikan yang baik untuk membesarkan ABK agar dapat survive di tengah masyarakat dengan pribadi yang baik pula?
    Jawab : pendidikan yang baik agar dapat survive di tengah masyarakat dengan pribadi yang baik adalah dengan dekat kepada ABK, mengerti dan mamahami posisi mereka, karena banyak yang berkata berhenti hidup dalam dongeng.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yap benar sekali Bunda Tyas. :)

      ABK itu butuh berkali-kali lipat perhatian, empati, pemahaman dan kebutuhan dibanding anak normal, jadi memberikan perlakuannya pun tergantung dengan kebutuhan seperi yg Bunda tulis dan juga tergantung pada karakter masing2 ABK juga.

      Delete

  2. Yogya Music Therapy Camp

    Music Therapy bermaksud menolong anak dan dewasa untuk mengoptimalkan hidup melalui terapi yang menggunakan musik. Tidak perlu kemampuan bermain musik apapun untuk mendapatkan manfaat dari terapi musik kami.

    Program terapi musik sesuai untuk individu dengan kesulitan konsentrasi, keterbatasan fisik, hambatan mental, hambatan usia, hambatan medis, atau kebutuhan khusus (ADHD, Alzheimer, Autis, Cerebral Palsy, Dementia, Down Syndrome, dan lain sebagainya). 

    Daftarkan diri segera di Yogyakarta tanggal 26 - 27 Mei 2017 (awal puasa)
    Hubungi : 0896 5078 0333 – 0822 6159 5979 atau melalui email MTCIndonesia@yahoo.com,
    Klik web : http://www.musictherapycentreindonesia.com

    ReplyDelete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.