Monday, August 27, 2012

Yearning to Correspondence

1:32 PM 2 Comments
This morning I took myself to the post office, as usual, no other purpose than sending letters. When it started to open the door, spontaneous Degg, really really quit? As I walked toward the counter delivery, the post office would hover my memory when I was sitting in 4th grade.


I used to be very fond of correspondence and philately. I ever have a collection of stamps even though it was not just a few pieces only. I've followed the seminar program that called "sahabat pena" together with friends in one hall of the hotel in this small town. Almost every week, I went to the post office to send a letter to some friends both for my school friend who moved out and for those who know of the address of the sahabat pena's program. There was a friend of Bukittinggi, Jakarta, Sumenep and others. And, often times to the post office, I must be willing to queue up long after school in order to send letters and buy stamps.

But that was then. After entering the 2000s, the hobby is increasingly shifted. Technology became more sophisticated. At home there was already a wireless communication device that is mobile and the internet. So, mailers do not need to bother anymore in the mail. However, when I was junior high school, I was still love my hobby. Another reason, I also have not allowed to use mobile phone. In addition, there was an accident that my school friend who moved to another city so the only way to keep our relationship is  by exchanging letters.

For most of my friends think it's time that the correspondence is something that called "cupu" and old. I do not care about what they say. For me, the correspondence is unique activities, from which we can channel the talent of writing, could have a lot of friends even exchanging letters with envelopes and paper creations cute letter and also could collect stamps.

But, when I started to enter senior high school, I was really lost touch of my friends are. And this time I have repeatedly sent letters to the new address but unfortunately no reply came from the other side. I always miss the sound of a diligent mailman that delivering mail to my home and it is no longer I have encountered. Until now I've lost contact even once had exchanged mobile numbers but because my friend's habits that often forgot to let me know their cellular numbers and what else so finally, it was end. That's the remnants of memories there. Just living a story.

It's very long, and the post office was now full renovation, I did not find many more stamps on display at the counter like a dozen years ago. I did not find a long queue of people who came as the first. Now there are those to go to the post office because want to pick up the average salary retirees, submit documents and send the money via western union. No more young people who came up with the same hobby as I've got previous. No more friend whom Icould share back-related about correspondence. And, I miss it so bad.

                                                                          ----
(Terjemahannya)

Tadi pagi aku menyempatkan diri ke kantor pos, seperti biasa, tiada lain tujuannya selain mengirim surat. Ketika mulai membuka pintu, spontan degg, kok sepi banget ? Saat berjalan menuju loket pengiriman barang, melayanglah ingatanku akan kantor pos tersebut ketika aku masih duduk di bangku kelas 4 SD.

Dulu aku sangat gemar korespondensi dan filateli. Aku bahkan punya koleksi perangko meskipun itu tidak hanya beberapa potong saja. Aku pernah mengikuti seminar program sahabt pena di salah satu hall hotel di kota kecil ini bersama dengan teman-teman. Hampir setiap minggu, aku ke kantor pos mengirim surat untuk beberapa sahabat pena baik itu untuk kawan sekolahku yang sudah pindah maupun untuk mereka yang kukenal dari alamat program sahabat pena itu. Ada sahabat dari Bukittinggi, Jakarta, Sumenep dan lain-lain. Dan, acap kali ke kantor pos, aku harus rela mengantri panjang sepulang sekolah demi untuk berkirim surat dan membeli perangko. 

Tapi itu dulu. Setelah memasuki tahun 2000an, maka hobi itu semakin bergeser. Teknologi pun semakin canggih. Di rumah pun sudah ada alat komunikasi nirkabel yaitu handphone dan internet. Jadi, surat-menyurat tidak perlu susah-susah lagi lewat pos. Meskipun demikian, ketika aku SMP, aku masih menggandrungi hobiku itu. Toh aku juga belum diperbolehkan menggunakan telepon selular sendiri. Selain itu, kebetulan kala itu ada seorang sahabat sekolahku yang pindah ke kota lain sehingga satu-satunya cara untuk menjaga silaturahmi kita adalah dengan saling berkirim surat.

Bagi kebanyakan teman-temanku waktu itu menganggap bahwa korespondensi adalah sesuatu yang cupu dan jadul. I don't care about what they say. Bagiku, korespondensi adalah kegiatan yang unik, dari situ kita  bisa menyalurkan bakat tulis-menulis, bisa mempunyai banyak teman bahkan bisa saling berkirim surat dengan kreasi amplop dan kertas surat yang lucu-lucu juga bisa sekalian mengoleksi perangko.

Sayangna, ketika mulai masuk SMA, aku benar-benar kehilangan kontak dari sahabat-sahabatku tersebut. Padahal waktu itu aku sudah berkali-kali mengirimkan surat ke alamat barunya tetapi sayangnya tidak ada balasan yang datang dari seberang. Aku selalu merindukan suara tukang pos yang rajin mengantarkan surat ke rumah dan itu tidak lagi aku temui. Sampai sekarang aku sudah lost contact meskipun dulunya sempat saling bertukar nomor HP tapi karena kebiasaan sahabat yang suka gonta-ganti nomor dan lupa memberi kabar akhirnya yaa harus bagaimana lagi. Itulah sisa-sisa kenangan yang ada. Hanya tinggal sebuah cerita.

Sudah sangat lama, dan kantor pos itu sekarang sudah full renovasi, aku tidak menemukan pajangan berbagai perangko lagi di meja dalamnya seperti belasan tahun yang lalu. Aku tidak menemukan antrian panjang dari masyarakat yang datang seperti yang dulu. Sekarang yang ada adalah mereka berkunjung ke kantor pos rata-rata untuk mengambil gaji pensiunan, mengirimkan dokumen dan mengirim uang via western union. Tidak ada lagi generasi muda yang datang dengan hobi yang sama seperti yang kupunya dahulu. Tidak ada lagi kawan yang dapat kuajak sharing kembali terkait korespondensi. I miss it so bad.

Sunday, August 26, 2012

KRITERIA ABNORMALITAS

6:26 PM 0 Comments
          Abnormal ? Kata itu tuh sering banget kan kita dengar di kehidupan sehari-hari. Namun, bukan berarti mereka yang tidak pernah mendengarnya bisa dijudge "katrok" atau "kuper". E..eh, tapi terkadang ada juga orang yang suka ngomong dengan kata itu bahkan suka banget ngatain temennya sendiri, kalo ada yang hidungnya pesek, dikit-dikit ngatain "abnormal", kalo ada temen yang tubuhnya lebih pendek dari dia, dikit-dikit ngatain abnormal juga, padahal dia sendiri tidak tahu apa makna dari abnormalitas itu sendiri. So, bagi yang pernah berbuat demikian dan tidak punya basic pengetahuan tentang abnormalitas, so jangan sembarangan ngumbar kata "abnormal" ya!!

Friday, August 24, 2012

Resep Pisang Ijo

10:40 AM 9 Comments
Selama aku kuliah di Malang, kan kadang suka kangen sama makanan khas Sul-Sel tuh, jadinya kadang sampe hunting kuliner ke sana kemari. Nah lho pas lagi kepengen banget makan es pisang ijo, ternyata banyak juga PKL yang jualan makanan itu tuh di pinggir-pinggir jalan sekitar kampus Unibraw dan kampusku sendiri, UMM.

Daripada ntar aku nangis, maka mampir lah aku beli es pisang ijo di tempat yang biasanya temenku juga beli di situ. Kata temen sih lumayan enak rasanya ketimbang yang laen. Ya udah akhirnya aku nyoba mampir ke UMM bookstore, eh beli buku dulu ding, habis tuh, aku ke depan bookstore, ada si mbak dengan gerobaknya yang jualan es pisang ijo. Tet tooot..ya udah, beli seporsi harganya Rp.3500,-. Yaah lumayan lah rasanya. Aku juga sering beli di situ karena aku yakin dengan rasanya tapi kalo sekarang ini udah ditutup alias gak jualan lagi, entah mungkin karena gak dibolehin jualan di depan toko buku kampusku or other reason. Eiya, dan yang lebih penting lagi aku mah belinya gak pake sirup karena aku punya sirup khusus yang kubawa langsung dari Parepare, namanya sirup DHT pisang ambon dan hanya didistribusikan ke daerah sulawesi selatan aja. Kalo pake sirup laen sih boleh-boleh aja tapi bagi kamu-kamu yang sering makan pisang ijo di sul-sel pasti bakal ngerasain kualitas dan cita rasa yang aneh kan kalo sirupnya beda merk. Heum, selain itu, kalo di parepare khususnya, di sini tuh kalo orang bikin pisang ijo gak pake es tapi dibikin anget suam2 kuku gitu jadi pas dimakan, bubur kuahnya itu gak pecah dan masih fresh.

pic by google

Lebih parahnya lagi di Malang kok banyak banget variasi toping dan rasanya. Ada yang dikasih essence durian lah, coklat lah apa laah, trus ada yang kuahnya tuh kayak bubur pecah, jadi dikentalin banget trus kalo dimakan kecampur es jadinya pecah. Ckckck, so bad. Makanya kudu selektif bagi kamu-kamu, mahasiswa/i, bapak2, or ibu2 yang mau hunting es pisang ijo, jangan sekali-kali beli es pisang ijo yang dijajakan di kaki lima soalnya kalo salah beli bisa-bisa yang ada malah dapet rasa basi dan kecampur sama pewarna non pangan. Hiiih sereeem. Kalo bisa cari resto yang khusus menyediakan hidangan kuliner dari sul-sel (kalo kepengen masakan sul-sel).

Niih aku bagi resepnya deh, biar aman jadi lebih baik bikin sendiri aja ya di rumah masing-masing.

Bahan-Bahan utama (takaran bahan sesuai selera yaa) :

  • Tepung beras
  • Pisang raja yang udah tua yang udah dikukus terlebih dahulu (kalo pisang lain gak enak)
  • Garam
  • Air daun suji
  • Air 
  • Pasta pandan atau kalo mau tradisional pake daun pandan trus diblender dan disaring airnya

Bahan Saus:

  • Tepung terigu
  • Santan
  • Gula pasir
  • Daun pandan sebagai penambah aroma
  • Garam
Bahan pelengkap:
  • Sirup DHT Pisang Ambon (kalo pake sirup lainnya gak papa sih tapi sirup DHT ini memang pasangan asli resep pisang ijo)
  • Sagu mutiara yang udah direndam dan dicuci dan direbus (untuk toping)
Cara membuatnya:
  1. Pertama, siapkan pisang raja yang tua(jumlahnya sesuai selera), dikukus terlebih dahulu sampai matang.
  2. Buat bahan kulit dengan cara campurkan bahan-bahan utama di atas (tepung beras, air, air daun suji, garam dan pewarna). Diaduk hingga mendidih. Dinginkan terlebih dahulu.
  3. Setelah adonan dingin, olah hingga kalis (tidak menempel di tangan), lalu diambil sedikit2 kemudian ditipiskan dengan menggunakan roll silinder (biasanya dari kayu, atau bisa juga pake botol sirup yang berbentuk tabung kalo gak punya roll).
  4. Kemudian balutkan adonan kulit tersebut hingga menutupi seluruh bagian pisang.
  5. Setelah itu, kukus adonan tersebut selama kurang lebih 20 menit.
  6. Buatlah bahan saus dengan mancampur semua bahan yang ada.
  7. Hidangkan di mangkuk dengan diberi toping (terserah sih as your pleasure, tapi biasanya pake sagu mutiara aja) lalu siramkan sirup DHT sebagai penambah rasa/pemanis secukupnya. Boleh pake es boleh juga dimakan pas lagi anget-angetnya.
Nah itulah resep pisang ijo-nya. Selamat memasak dan mencicipi^^

Thursday, August 23, 2012

Kenangan Dari Kematian

10:45 AM 0 Comments
     Hari Selasa sore kemarin, kami sekeluarga menyempatkan diri berziarah ke makam mbah putri dan mbah kakung kami. Entah mengapa namun hari itu kami pribadi sangat ingin mengenakan pakaian yang bernuansa putih. Seketika langit sore masih terlihat terik. Kami menempuh perjalanan yang sedikit jauh dan berada di daerah dataran tinggi. 

(almarhumah=baju hijau, diambil saat acara lamaran salah satu cucu kandungnya di kota Malang)

      Kami terlebih dahulu berziarah ke makam mbah putri, mbah Sini namanya sebelum menuju makam almarhum suami mbah Sini. Dahulunya almarhumah adalah seorang ibu yang dengan berbesar hati bersedia membiayai sekolah ibu kami yang berasal dari sebuah desa di kabupaten Madiun. Almarhumah adalah seorang anak yatim yang sangat berbeda dari saudara-saudaranya yang sedikit tamak akan harta warisan sepeninggal orang tua mereka, sosok yang sangat taat beribadah, tegas, pekerja keras bahkan ketika suaminya harus dipanggil oleh Allah terlebih dahulu. Meskipun demikian, beliau adalah panutan terbaik bagi kami pribadi. Almarhumah mengajak ibu kami menyusuri tanah perantauan, tempat beliau tinggal bersama suaminya. Di sana juga lah ibu kami bertemu dengan ayah kami dan almarhumah lah yang membiayai pernikahan orang tua kami, memberikan modal bagi orang tua kami agar dapat membeli rumah sendiri. Alhamdulillah hingga sekarang kami sekeluarga sudah hampir genap 28 tahun hidup di tanah perantauan ini, tepatnya di kota Parepare, Sulawesi Selatan. Meskipun kami sekeluarga telah lama tinggal di sini namun kami tetap menghormati budaya asli seluruh keluarga besar kami sebagai keturunan jawa. 

      Almarhumah pun juga sangat berjasa bagi kami pribadi. Kami sebagai anak pertama ibarat cucu terakhir bagi almarhumah karena sepersusuan. Sewaktu kecil, almarhumah sering menyusui kami ketika ibu kami sedang sibuk atau ASI-nya kurang lancar. Oleh karena itulah kami dikatakan sebagai cucu sepersusuan dengan cucu-cucu kandungnya sendiri. Anehnya, acap kali kami mendengar bahwa di antara semua cucu-cucu kandungnya bahkan di antara adik-adik kandung kami sendiri, kami pribadilah yang sangat spesial dan paling disayang oleh almarhumah. Kami juga tidak tahu-menahu namun, menurut penelusuran kami perhatian yang beliau berikan selalu sama rata pada semua cucu-cucunya.

     Begitu banyak kenangan yang tertinggal. Kenangan yang selalu dapat menguatkan diri kami pribadi. Almarhumah adalah kenangan terindah yang kami rasakan hingga saat ini. Bagaimana tidak, sejak kecil kami selalu ditanamkan nilai-nilai agama dari beliau. Karena kami pribadi sering menginap di rumah beliau, menemani beliau dalam kesendiriannya yang jauh dari anak cucunya yang tinggal menyebar di berbagai kota dan pulau. Dari situlah kami pribadi diajarkan berbagai ilmu agama dengan bahasanya yang lembut, ringan namun penuh makna. Almarhumah selalu bercerita tentang pengalamannya setiap kali beliau pergi ke tanah suci Makkah baik pada saat menunaikan ibadah haji maupun umroh. Meskipun cerita tersebut selalu berulang, kami tidak pernah bosan mendengarkannya. Mungkin itulah petunjuk yang Allah berikan agar hati kami dilembutkan dan dipermudah untuk menerima kebaikan dan hidayah-Nya.

       Kami sangat bersyukur mempunyai beliau yang sangat menyayangi kami. Beliau adalah "model" dan "ummahat" terbaik yang pernah kami teladani. Kami masih sangat ingat jelas, kala itu kami berdua duduk di teras rumah beliau lalu beliau bercerita tentang masa lalunya di mana kakak-kakaknya berebut harta warisan setelah wafatnya kedua orang tua mereka. Takjub! Dengan keadaan beliau yang hanya sebagai pegawai sipil biasa di sebuah rumah sakit yang penghasilannya tidak besar, beliau tidak pernah mengeluh sedikit pun. Selama kami hidup dan masih melihatnya, beliau sama sekali tidak pernah mengeluh. Beliau justru sangat semangat dan selalu membagi semangatnya pada anak cucunya, entah mereka mau dengar atau tidak. 

       Dan...., selasa kemarin saat berada di pusara makam almarhumah, kami merasakan kedamaian yang berlipat ganda. Entah mengapa kami justru tersenyum lebar dan hati kami merasa kuat tanpa menitikkan air mata setetes pun di hadapan makam almarhumah. Padahal, sudah dua tahun hingga bulan Mei tahun 2012 ini mulai beliau sakit parah hingga meninggal, kami tidak ada di sampingnya karena tugas perkuliahan yang tidak dapat kami tinggalkan. Sedih rasanya ketika orang tua kami memberi kabar bahwa beliau sudah tidak ada. Yaah wajar saja, semua pun pasti akan merasakan hal yang sama ketika ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintai.

        Tidak ada kenangan yang pahit ketika hidup bersama beliau. Meskipun beliau sudah tidak ada, semua pelajaran yang pernah beliau berikan akan selalu kami amalkan. Semua ini atau hal apapun, di manapun dan kapan pun jiwa dan raga kita pasti akan selalu tertuju pada kematian. Death is Absolutely. Kenangan orang-orang yang kita cintai akan selalu berharga dari apapun itu bahkan ketika orang tersebut telah mati.


--I always love you, grandma-- 

Thursday, August 16, 2012

PERSONALITY DISORDER

12:25 PM 0 Comments
         Gangguan kepribadian dapat terbagi menjadi 3 kelompok gangguan, di antaranya:

  1. Kelompok Eksentrik / Aneh, ditandai dengan ciri-ciri tidak berminat untuk mengembangkan hubungan sosial.
  2. Kelompok Dramatik, ditandai dengan ciri-ciri emosional, perilaku yang tidak menentu dan cenderung berlebihan, tidak dapat diramalkan dan mementingkan diri sendiri.
  3. Kelompok mudah Cemas atau Ketakutan.