Monday, December 24, 2012

JALAN-JALAN SORE

8:11 PM 0 Comments
Sore ini aku, Mama, Bapak dan Lek Senen berkunjung ke makam mbah Sini dan almarhum suaminya mbah Lamin. Sudah berapa bulan ya? Kayaknya udah ada lima bulan tidak mengunjungi makam mbah Sini (mbah yang paling mencintaiku dan kucintai, mbah yang sudah seperti ibu sendiri, mbah yang inspiratif).

Kebetulan Bapak juga pulang ke Parepare dan hari ini, sebelum beliau balik ke Malang lagi untuk bekerja, jadi sekalian janjian ziarah ke makam.

Aku kurang tahu nama jalannya apa, tapi yang jelas, kami tadi mengendarai motor (karena mobil Bapak ada di Malang) berempat (boncengan dua-dua) menuju daerah Lapadde tapi masih ke atasnya lagi. Udara dataran tinggi yang di kiri kanannya masih cukup perawan itu memberikan suasana sejuk ketika menyusuri jalan demi jalannya. 

Makam mbah Sini dan mbah Lamin sayangnya berjauhan, beda tempat. Jadi, tujuan pertama yang dikunjungi adalah yang paling jauh dulu yaitu makam mbah Sini. Pas nyampe areal makam, sunyi banget, hanya ada beberapa orang saja yang ziarah. Udara di sekitar pun masih sangat sejuk dan bebas polusi meski motor diperbolehkan masuk menyusuri jalan setapak yang sangat sempit (memang cuma bisa dilalui oleh dua motor). Heum, berbeda dengan ziarah sebelumnya saat aku baru pulang ke Parepare, tadi itu areal menuju makam mbah Sini tiba-tiba dibatasi dengan pagar kawat berduri. Di situ memang terdapat perkebunan milik warga. Kebunnya gak begitu luas, tapi kami kecewa kenapa pake dipagari kawat segala. Padahal makam mbah Sini ada di daerah paling bawah yang bisa disusuri melalui jalan pintas pinggir kebun itu. Terpaksa deh kami muter, harus ngelewatin jalan yang lebih panjang. Sampai di makam mbah, hmm memang cuma ada sekitar 4-5 makam saja di daerah paling bawah dan itu tuh kayaknya jauh dari kata 'terawat' dibandingkan daerah makam lainnya yang ada di atas. 

Jadi, tadi kami membersihkan makamnya terlebih dahulu sebelum menyiraminya dengan kembang dan air.

Kalo pada ziarah pertama aku merasakan seolah kepalaku dielus-elus oleh mbah, kali ini aku merasakan seperti sedang berbicara di hadapan mbah saat memejamkan mata dan mendoakannya. 

Usai menyirami makam mbah Sini, kami langsung menuju pemakaman mbah Lamin (almh suami mbah Sini). Kalo di daerah pemakaman ini memang ramai dikunjungi masyarakat. Selain itu juga ada beberapa orang (ibu-ibu dan anak-anak) yang bersedia untuk membersihkan pemakaman jika dibutuhkan, berbeda dengan pemakaman mbah Sini.

Nah, setelah selesai berziarah, kami diajak oleh Mama untuk mengujungi ruko usaha salah satu teman baik keluarga. Ha, kemarin aku dan Lek Senen dapet makan mie ayam gratis, hi hi hi. Lumayan, kata si Om dan Tante Sutadi (si pemilik ruko) sih tahap uji coba dulu, enak apa nggak-nya. Wah setelah dimakan, terasa beda aja dengan mie ayam lainnya. Kuahnya itu seperti gulai, kental banget dan rasanya nendang abis, T O P MARKOTOP deh :D.

Heum, itulah cerita perjalanan silaturahmi kemarin. Emang enak ya silaturahmi itu, bisa dapat ilmu baru dapat rezeki pula hehe :D. ^^

Gimana Mengendalikan Sensitivitas Diri?

11:49 AM 0 Comments

Ehm, mulai formal lagi ya? :D Udah lama juga nggak posting about Psychology.

Sesuai tajuk blog-nya juga sih ya hehe, "Kriuk For Iman and Psyche". :D

Ehm, ini ceritanya kayak interaktif gitu yaa, hehe. Barusan ada temen yang nanya, "Gimana sih caranya tetep bijak saat kadar sensitif berada di titik klimaks?"

Jangan sampe kayak orang yang ada di gambar yaa!! Hehehe.

#Postcardfiction - For My Beloved Velve

6:02 AM 6 Comments


Dear Velve,
Malam ini, kuletakkan sebuah kertas Polaroid bergambar di sisi bantal berwarna hijau. Dengan tubuh telungkup, kubawa kepala ini berayun ke kiri dan kanan, menyusuri jejak-jejak lirik yang menggaung lirih di kamar tua ini. Mata dan senyumku pun hanya tertuju pada kertas Polaroid ini.
If you’re not the one, then why does my soul feel glad today?
If you’re not the one, then why does my hand fit yours this way?
Kamu pasti juga senang menikmati lagu ini, favorit kita. Oh, aku masih ingat, saat di festival musik itu kamu manis sekali, menyanyikan lagu ini sambil memetik senar harpamu. Kamu juga pasti masih ingat ‘kan? Aku duduk di kursi VVIP yang khusus kamu siapkan untukku seorang. Saat jemarimu mulai mengalunkan nada, semua mata tertuju padamu, termasuk diriku. Ah, banyak hal yang tidak cukup untuk ku-nostalgia-kan lagi malam ini.