Puisi ini pernah kuikutkan dalam event besar, tapi sayangnya belum lolos, mungkin memang masih banyak kekurangan. Sekarang kuposting aja di blog sebagai kenang-kenangan dan sekaligus nyebar wawasan mengenai tradisi"Mallanca"...
Silahkan disimak puisinya, semoga bermanfaat^^
By Paresma Elvigro
/1/
Beratus-ratus
musim dahulu kala
Dua-dua
hamba sahaya saling beradu, melipur lara hati sang raja
Menari-nari
betis sahaya, menyepak kanan, tersepak di kiri, begitu saja
Sampai
sang tuan tersenyum jua, sahaya pulang membawa upah setelah menghamba
/2/
Hamparan
hijau luas menguning
Terpatuk
pipit, terapit gerinting
Wajah-wajah
Samaelo tiba berangsur-angsur bersama kepala berbungkus caping
Rantang,
arit dan ani-ani tak lupa turut terjinjing
Inilah
musim di mana padi sigap digiring
/3/
Wajah-wajah
Samaelo bercucur peluh di kening
Jari-jemari
memeluk gabah, tak gentar dan saling banting
Sampai
terik menyengat ubun-ubun, dahaga dan letih pun masih setia bersembunyi dalam
caping
Nikmatnya,
angin sepanjang ladang menampar-nampar saat gerimis keringat semakin menggelinding
/4/
Gabah-gabah
kini bersemayam dalam puluhan goni
Punggung-punggung
mengaraknya ke tepian ranggon
Tatkala
lambung meraung lapar, sajian menanti untuk diserbu
Pesta
raya ini sungguh nikmat tanpa ambigu
Aku
dan kau saling bersuapan tanpa menuai malu
/5/
Ah,
lambung pun kenyang setelah dijejal nasi mirip ketupat
Tibalah
puncak kemegahan pesta ritual rakyat
Ungkapan
syukur menjuntai bersama musim kemuning semakin membubung tinggi hingga ke
jagad
Sebagai
pemanis indera, aku, kau dan seluruhnya beradu betis layaknya hamba sahaya
seratus tahum silam
Empat
kepala dalam dua kubu melingkar bergantian
Betis-betis
saling berlaga, perih dan hantaman sudah biasa bersahut-sahutan
Arena
Mallanca[1]
semakin riuh memanggil para betis petarung
Menyepak
kanan, tersepak di kiri
Alangkah
sigap andai pertahanan beruntung
Tak
apa memerah dalam himpitan penantang asal tak jadi buntung
Amboi,
bumi Samaelo semakin heboh menggaungkan pekikan betis-betis bertempur
Ritual
aneh di tanah ladang semakin bergemuruh
Inilah
potret adat arena Mallanca yang
berucap syukur
Sehabis
musim kemuning bertabur
Parepare,
11 Desember 2012
[1]
Permainan dalam tradisi adat desa Samaelo, Bone, Sulawesi Selatan yang berarti
‘menyekap’ atau saling beradu kekuatan betis. Permainan ini dahulunya hanya
dilakukan oleh hamba sahaya kepada raja sebatas hiburan. Akan tetapi, seiring
perkembangannya kini menjadi tradisi yang dilakukan di areal sawah pasca
memanen padi.