Thursday, May 2, 2013

SAHABAT PEMBAWA KEBAHAGIAAN

10:28 AM 2 Comments

Habis tangis terbitlah bahagia. Inilah kalimat yang mewakili perjalananku ketika bertemu dengan seorang sahabat masa SMA. Namanya Sitti Nawira, tapi akrab disapa Wira. Wira, seorang gadis muslimah yang lebih muda setahun dariku. Dia berasal dari keluarga dengan pondasi agama yang cukup kuat dan kental. Kisah persahabatan kami berawal ketika duduk di bangku kelas X SMA.

SMA kelas X, aku belum berhijab apalagi punya niat berhijab. Memasuki kelas setelah diadakan rolling dari pihak sekolah membuatku merasa asing dan agak gentar. Gentar sebab wajah-wajah yang kutemui sungguh sangat cerdas. Ada beberapa siswa yang juga pernah kebetulan kukenal melalui berbagai perlombaan SAINS, olimpiade bahasa Inggris, lomba pidato dan ada pula satu teman SMP yang dulunya menjadi rivalku demi merebut kursi juara umum sekolah tiap semester.

Pagi itu, kami berebut tempat duduk. Sayangnya, aku tidak berhasil menemukan bangku di baris depan, hingga aku memilih untuk duduk di bangku barisan keempat, di belakang. Sepi, sendiri, sekalipun ada teman-teman yang kukenal namun mereka sudah menentukan teman duduk mereka masing-masing. Mereka cenderung memilih teman duduk yang dilansir memiliki kemampuan intelegensi yang juga sama tingginya. Ya, kelas X.6 memang menjadi surga siswa-siswi terbaik saat itu.

Saat ingin menaruh tas di bangku yang kupilih, sontak sebuah suara menyeru ke arahku. "Hei, kamu! Sini duduk sama aku saja!" Suara itu berasal dari seorang gadis berjilbab, berkulit putih, mata sipit dan gaya bicaranya yang terkesan cepat. Aku hanya merespon dengan anggukan dan mataku masih saja memandanginya dengan penuh kejanggalan. "Kok bisa ada anak asing yang sok akrab padahal teman yang kukenal saja tidak mau menawarkan diri untuk duduk denganku karena takut tersaingi," kecamuk batinku.

Akhirnya, aku pun menerima tawaran gadis tersebut kemudian duduk bersebelahan dengannya. Sejenak aku bersyukur karena telah diberi tempat duduk di bangku paling depan. Itu berarti aku bisa semakin bersemangat dalam belajar dan tak perlu lagi gentar terhadap beberapa teman yang mengganggapku rival mereka. 

Gadis itulah yang kusebut di awal tadi, Wira. Awal kenalan sungguh lucu. Dia menanyakan nick name lalu nama panjangku. Dia bahkan mengira bahwa aku ini non-muslim, karena mendengar nama "Paresma" dan entah dia bilang wajahku seperti wajah non-muslim (mungkin karena tidak pakai jilbab). Aku tertawa. Dia pun ikut tertawa. Yang tadinya, aku sangat kalem di depannya, mulai berubah cair dan rileks selama berbincang hangat bersamanya.