Mengapa hatinya masih tumpul kerap berhadapan denganku? Dia
bahkan tidak pernah mengangsurkan ucapan menyenangkan meski hanya sepatah kata.
Selalu saja membenamkan luka bertabur duka. Tidak pernah sedikitpun peduli
dengan kalbu yang berada di balik tubuhku yang tinggal separuh ini.
“Ibu mau dengar ceritaku saat di sekolah tadi siang, nggak?” tanyaku dengan degup jantung bergenderang
hebat.