Mengapa hatinya masih tumpul kerap berhadapan denganku? Dia
bahkan tidak pernah mengangsurkan ucapan menyenangkan meski hanya sepatah kata.
Selalu saja membenamkan luka bertabur duka. Tidak pernah sedikitpun peduli
dengan kalbu yang berada di balik tubuhku yang tinggal separuh ini.
“Ibu mau dengar ceritaku saat di sekolah tadi siang, nggak?” tanyaku dengan degup jantung bergenderang
hebat.
Dia membisu seolah tidak pernah ada seseorang yang sedang
mengajaknya bicara saat ini. Aku tertunduk lugu, masih menantikan kata-kata
yang mungkin saja akan tersiar dari tenggorokan wanita bermata sipit ini.
Nyaris tiga puluh menit aku menunggu, berharap dia akan menumpahkan kalimat
perwakilan rasa pedulinya terhadapku.
“Ibu, tadi sewaktu di sekolah, Civa dapet materi pelajaran Bahasa Indonesia yang sulit sekali. Bu Lina
menyuruh kami menulis karangan tentang orangtua masing-masing. Civa bingung
harus menulis apa,” tuturku pilu.
Bajuku kuyup, terkena limpahan butiran permata yang keluar
dari mataku. Langit berangsur-angsur mendung namun belum sedikitpun dia membuka
mulutnya.
Aku terima jika dulu dia acapkali memuntahkan cacian sebab
malu mempunyai anak sepertiku, enggan untuk mengantarku ke sekolah saat masih
TK dan hal yang kurang menyenangkan lainnya. Akan tetapi, aku tidak terima jika
dia terus membungkam hingga detik ini padahal aku sedang berdiri sejengkal di
hadapan raganya yang tampak layu.
“Ibu, tadi Civa baru
saja merayakan hari launching buku
Solo yang kutulis tentang kisah perjalanan hidup kita, Bu. Civa sengaja ‘ngerayain pas tanggal ini. Ini bukunya,
Bu.”
Hujan pun berjatuhan, membasahi tubuhku yang tinggal separuh
akibat ulah virus polio sejak lahir dan harus diamputasi. Kota Arema pun
berubah semakin dingin.
“Selamat ulang tahun, Bu. Semoga Ibu memaafkan
ketidaksempurnaan Civa selama ini,” gumamku lirih.
Dia tetap diam, tidak dapat kupaksa lagi agar mau berbicara
padaku. Aku menyerah. Kukayuh kursi roda ini lalu meninggalkan pemakaman setelah
menaruh bukuku di sisi nisannya—nisan Ibuku.
Kalau masalah Ibu, selalu saya nangis.. Hiks...
ReplyDeleteIni ngena bangeeeeeet... Dan endingnya sangat TAK DISANGKAAAAA...
hehe, kesukaannya ukh Aya nih cerita kyk gini hehe, syukron utk komentarnya, semangat berkarya buat mbak Aya juga yaa ^__^ #salamukhuwah
Delete