Wednesday, December 19, 2012

#postcardfiction - Talk to Me, Please!



Mengapa hatinya masih tumpul kerap berhadapan denganku? Dia bahkan tidak pernah mengangsurkan ucapan menyenangkan meski hanya sepatah kata. Selalu saja membenamkan luka bertabur duka. Tidak pernah sedikitpun peduli dengan kalbu yang berada di balik tubuhku yang tinggal separuh ini.
“Ibu mau dengar ceritaku saat di sekolah tadi siang, nggak?” tanyaku dengan degup jantung bergenderang hebat.
Dia membisu seolah tidak pernah ada seseorang yang sedang mengajaknya bicara saat ini. Aku tertunduk lugu, masih menantikan kata-kata yang mungkin saja akan tersiar dari tenggorokan wanita bermata sipit ini. Nyaris tiga puluh menit aku menunggu, berharap dia akan menumpahkan kalimat perwakilan rasa pedulinya terhadapku.
“Ibu, tadi sewaktu di sekolah, Civa dapet materi pelajaran Bahasa Indonesia yang sulit sekali. Bu Lina menyuruh kami menulis karangan tentang orangtua masing-masing. Civa bingung harus menulis apa,” tuturku pilu.
Bajuku kuyup, terkena limpahan butiran permata yang keluar dari mataku. Langit berangsur-angsur mendung namun belum sedikitpun dia membuka mulutnya.
Aku terima jika dulu dia acapkali memuntahkan cacian sebab malu mempunyai anak sepertiku, enggan untuk mengantarku ke sekolah saat masih TK dan hal yang kurang menyenangkan lainnya. Akan tetapi, aku tidak terima jika dia terus membungkam hingga detik ini padahal aku sedang berdiri sejengkal di hadapan raganya yang tampak layu.
 “Ibu, tadi Civa baru saja merayakan hari launching buku Solo yang kutulis tentang kisah perjalanan hidup kita, Bu. Civa sengaja ‘ngerayain pas tanggal ini. Ini bukunya, Bu.”
Hujan pun berjatuhan, membasahi tubuhku yang tinggal separuh akibat ulah virus polio sejak lahir dan harus diamputasi. Kota Arema pun berubah semakin dingin.
“Selamat ulang tahun, Bu. Semoga Ibu memaafkan ketidaksempurnaan Civa selama ini,” gumamku lirih.
Dia tetap diam, tidak dapat kupaksa lagi agar mau berbicara padaku. Aku menyerah. Kukayuh kursi roda ini lalu meninggalkan pemakaman setelah menaruh bukuku di sisi nisannya—nisan Ibuku. 

2 comments:

  1. Kalau masalah Ibu, selalu saya nangis.. Hiks...

    Ini ngena bangeeeeeet... Dan endingnya sangat TAK DISANGKAAAAA...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, kesukaannya ukh Aya nih cerita kyk gini hehe, syukron utk komentarnya, semangat berkarya buat mbak Aya juga yaa ^__^ #salamukhuwah

      Delete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.