Saturday, March 27, 2021

MAKAN PAKU DAN FENOMENA PICA

4:33 PM 0 Comments


Oleh Yanuarty Paresma Wahyuningsih, S.Psi., M.Psi., Psikolog


Malang, 27 Maret 2021

Beberapa tahun lalu pernah tersiar kabar mengejutkan di beberapa platform media. Ada seorang Bapak sebut saja namanya Anto (nama samaran), berprofesi sebagai kuli bangunan di daerah Tasikmalaya yang disinyalir memakan benda tak lazim yakni paku sejak lama. Parahnya, Pak Anto mengeluh perutnya sakit, membengkak, bernanah hingga mengeluarkan paku.

Ngeri tidak tuh? Ngeri kan? Kok bisa sih ya Pak Anto mau-maunya makan paku? Apa mentang-mentang jadi kuli bangunan, mau nguji "kejantanan" dengan makan bahan bangunan? Tidak. Ternyata bukan itu persoalannya. Kata istrinya, suaminya itu makan paku karena diduga depresi karena sang suami kehilangan becaknya. Istrinya juga bilang kalau setahun terakhir ini sang suami alias Pak Anto sering kelihatan murung karena becaknya dicuri karena kendaraan itu jadi satu-satunya ladang buat dia mencari nafkah sebelum bekerja sebagai kuli bangunan.

Selain Pak Anto, kasus serupa juga banyak terjadi di belahan bumi lainnya loh seperti ada gadis yang makan rambutnya sendiri, ada anak kecil yang doyan makan bedak tabur, ada juga Bapak yang makan rumput dan masih banyak lagi.

Aneh ya. Kok bisa sih mereka punya nafsu memakan makanan yang sama sekali bukan untuk dimakan kayak begitu? Apa itu salah satu tanda orang-orang emejing bin sajaib yang dikasih kekuatan super?

Orang awam mungkin saja akan berpikir bahwa orang-orang seperti itu termasuk orang ajaib, sama seperti si anak yang dulu konon katanya menemukan batu ajaib yang bisa menyembuhkan penyakit kemudian mendadak dia menjadi dukun penyembuh dan berita tentang dia sempat viral di mana-mana.

Tapi, bagi orang-orang berakal dan mengerti ilmu pengetahuan serta punya pemikiran logis, sudah pasti bakal mengelak bahwa itu bukan mukjizat. Mana mungkin sih orang yang makan benda aneh bisa dibilang mukjizat? Nah, kalau sudah kayak begitu pasti kita akan berpikir, kepo dan ingin nyari tahu dong ya, penyebabnya apa, riwayat asal-usul peristiwa itu tuh bagaimana, apakah ada kaitannya dengan sebab medis atau psikologis dan sebagainya.

Saya juga bukan berarti tidak percaya sama sesuatu yang benar-benar bisa dibilang "ajaib" atau mukjizat. Kadang ada sesuatu yang tidak bisa kita jangkau dengan nalar, tapi ada juga yang memang hal itu sebenarnya ada tapi tidak layak untuk ditiru.

Oke. Oleh karena blog ini isinya adalah postingan bernalar, dan sebagai manusia berakal, berilmu dan berbudi pekerti, mari kita bahas ya, kenapa sih fenomena unik kayak begitu bisa ada?

.

Sejarah Gangguan Pica

Perilaku memakan sesuatu atau benda tidak lazim kayak yang dilakukan si Pak Anto dan beberapa orang lainnya yang serupa itu termasuk gangguan makan atau bahasa kerennya eating and feeding disorder. Spesifiknya, gangguan itu disebut Pica Disorder.

Pica? Kok lucu ya namanya? Pica itu adalah salah satu gangguan yang digolongkan ke dalam Eating And Feeding Disorder di dalam DSM-V. Dulu gangguan ini termasuk klasifikasi gangguan makan pada infant, anak dan remsaja. Nah, sejak diperbaruinya DSM menjadi DSM-V maka gangguan tersebut sudah direlokasi ke dalam sub gangguan makan. Kenapa bisa begitu? Soalnya seiring berkembangnya zaman dan semakin luasnya penelitian, gangguan Pica ini tidak hanya dialami oleh anak atau remaja namun juga dialami oleh orang dewasa dan/atau segala range usia.

Usut punya usut nih, dari artikel penelitiannya Parry-Jones dan Parry-Jones (1992), Pica itu diambil dari nama Latin seekor burung Magpie (burung zaman baheula). Nah, kenapa kok bisa diambil dari nama burung? Soalnya habit makan si burung ini tuh di luar kebiasaan makan hewan-hewan sewajarnya. Begitu sih cerita zaman dulunya ya. Jadi, orang yang punya kebiasaan makan aneh sama kayak burung Magpie dong?? Hahaha.. tidak bisa disamakan begitu juga ya.

Pada abad ke-16 itu (masih nyambung dengan penelitian Parry di atas), ternyata perilaku makan tidak biasa ini juga dialami oleh Simpanse. Nah, dari penelitian itu sudah cukup jelas yes kalau gangguan ini tuh tidak hanya dialami oleh manusia tetapi juga hewan.

Belum lagi orang-orang zaman primitif kan identik dengan berburu. Tidak jarang juga zaman dulu ada orang dari etnis tertentu yang sudah terbiasa makan benda-benda aneh apalagi kalau pas tidak ada hewan yang bisa jadi sasaran perburuan untuk dikonsumsi. Kasian tidak sih? Nah, buat anak-anak zaman now, jangan sok mau gaya-gayaan deh ya kalau makan, sok pilih-pilih makanan, lihat tuh orang zaman dulu mau makan saja susah. Terbayang tidak sih andai kalian jadi mereka, mau makan apa saja yang penting makan? Tidak kan?

.

Apa saja sih benda yang biasanya dimakan oleh orang-orang dengan gangguan Pica ini?

Benda yang dikonsumsi itu adalah benda-benda non pangan, tidak bisa dicerna oleh perut, tidak bernutrisi sama sekali dan bentuknya bervariasi. Benda-benda yang seringnya diidentifikasi seperti clay, cat, kain, tanah, batu, kerikil, serbuk gergaji, sabun, paku, dan lainnya. Es batu juga digadang-gadang termasuk salah satu daftar benda yang dikonsumsi oleh orang dengan gangguan Pica namun karena Es batu masih tergolong makanan, jadi kurang bisa memenuhi kriteria Pica. Tapi beda lagi jika orang tersebut memakan freezer frost atau cairan yang membeku yang biasanya ada dalam freezer kulkas itu loh. Freezer frost ini berpotensial masuk dalam kriteria daftar makanan non pangan yang apabila orang mengkonsumsinya maka dapat digolongkan ke dalam gangguan Pica.

.

Pica ini dialami oleh siapa saja dan apa penyebabnya?

Pica dapat terjadi di segala rentang usia baik itu anak, remaja, maupun dewasa. Pica ini merupakan gangguan yang tidak berdiri sendiri atau dengan kata lain memiliki komorbiditas atau gangguan penyerta. Maksudnya, Pica dapat terjadi sebelum gangguan utama muncul atau sebaliknya muncul setelah gangguan utama terjadi.

Gangguan penyerta yang dialami oleh orang dengan gangguan Pica ini banyak, tetapi yang seringkali teridentifikasi adalah gangguan perilaku. Pica berkaitan erat dengan gangguan perilaku sih pada umumnya seperti obsessive compulsive, berhubungan juga sama emotional arousal seseorang dan need for oral stimulation tapi yang sudah tergolong over stimulation (APA, 2013).

Nah, menyoal stimulasi nih, karena pada masa perkembangan motorik kasar dan halus, bayi itu kan sukanya icip-icip begitu ya, mainannya atau benda-benda di sekitar kadang dimasukkan ke mulut. Jadi, anak tetap perlu disupervisi oleh orangtua. Jangan biasakan anak icip-icip atau ngunyah sesuatu yang tidak layak untuk dikonsumsi.

Saya jadi teringat, saat acara silah keluarga tahun lalu ke Purwodadi, saya punya adik sepupu yang masih bayi. Si bayi ini diem-diem ngunyah sesuatu ke mulutnya. Ketika saya lihat, eh eh, ladalaaah yang dikunyah adalah uang kertas pemirsaaaah. Konon, ternyata di rumah perilaku si bayi ini sudah biasa terjadi. Si bulek saya membiarkan saja si anaknya ini mengunyah benda-benda non pangan. Pada akhirnya bulek saya ini ditegur oleh anggota keluarga lain. Uang kertas yang dikunyah si bayi ini sudah yang lecek hitam begitu loh. Bahaya kan kalau sampe tertelan.

Selain itu, Pica ini juga diidentifikasi pada anak dengan disabilitas intelektual, spektrum autis, anorexia nervosa, skizofrenia gangguan neurologis dan disabilitas belajar. Anak/remaja/orang dewasa dengan disabilitas intelektual atau yang terganggu fungsi kognitifnya, karena mereka tidak seperti anak normal kebanyakan sehingga dalam mengolah informasi atau mempelajari sesuatu pun cenderung lambat. Jadi, mereka sulit membedakan mana perilaku yang baik dan mana yang berbahaya buat diri dan sekitarnya. Oleh karena itu, Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan pengawasan khusus pula termasuk dalam perilaku atau aktivitas makan.

.

Bagaimana melakukan asesmen untuk mengetahui gejala Pica?

Para ahli biasanya menggunakan instrumen Diagnostic Interview Schedule for Children untuk melakukan asesmen Pica pada anak. Pada remsaja, bisa menggunakan parental report. Sedangkan untuk asesmen pada orang dewasa, belum ditemukan instrumen asesmen yang valid. Selain menggunakan wawancara klinis berdasarkan panduan yang ada di dalam DSM-5, perlu disertai dengan ceklis observasi dan wawancara mendalam.

.

Treatment medis dan psikologis apa yang bisa dilakukan pada orang dengan gangguan Pica?

Treatment apapun bentuknya pastikan dilakukan oleh ahlinya ya yaitu psikiater maupun psikolog. Jangan sok keminter bawa-bawa ke dukun karena ini bukanlah gangguan yang sifatnya gaib. Jika masih ada yang menganggap orang dengan gangguan Pica ini disebabkan oleh guna-guna/pelet, coba ditelaah lagi ya riwayat orang tersebut. Setiap gangguan pasti ada penyebabnya. Sebaiknya bawalah orang tersebut ke rumah sakit atau klinik terdekat dahulu supaya mendapat pertolongan pertama.

Benda-benda yang dikonsumsi dan sudah masuk ke dalam tubuh bisa sangat membahayakan bahkan berujung kematian jika tidak segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Tindakan operasi pun dapat pula dilakukan jika memang dibutuhkan.

Mengenai medical treatment lain, penanganan secara medis pernah dilakukan oleh Pace dan Troyer dengan memberikan vitamin Polyvisol pada anak (Carter, Mayton dan Wheeler, 2004). Beecroft, Bach, Tunstall dan Howard (1998) juga pernah mengujicobakan pemberian multivitamin C pada lansia 75 tahun dengan gangguan Pica sekaligus teridentifikasi Skizofrenia dan dibarengi dengan penanganan psikologis.

Treatment psikologis, ada beberapa sub. Pertama, treatment kognitif bagi orang yang mengalami Pica karena adanya distorsi pikiran (salah mendefinisikan apa itu makanan dan benda serta bagaimana membedakan bentuk sesuatu yang dikonsumsi dengan yang bukan untuk dikonsumsi). Terapi yang bisa diberikan itu adalah terapi kognitif dan perilaku seperti self-monitoring dan relaksasi progresif.

Pada behavioral analysis, terapi yang bisa digunakan adalah terapi perilaku juga atau gabungan kognitif dan perilaku yakni CBT (Cognitive Behavior Therapy) atau bisa juga dengan konsep reinforcement and punishment jika akar problemnya berasal dari stimulus respon.

Tidak lupa juga pemberian treatment psikososial yang tidak lain adalah psikoedukasi. Edukasikan mengenai gangguan Pica, apa penyebabnya, bagaimana itu bisa terjadi dan bagaimana cara memperlakukan orang dengan gangguan Pica pada orang-orang terdekat/ significant other si klien supaya ketika proses perawatan berlangsung, lingkungan sekitar bisa sekalian mengawasi klien tersebut sehingga perilakunya dapat dikendalikan.

Satu lagi, pastinya, saat orang dengan gangguan Pica menjalani perawatan baik di rumah sakit atau sudah dipulangkan ke rumah (rawat jalan), pastikan berikan makanan bernutrisi. Minta keluarga untuk support makanan bergizi buat dikonsumsi oleh orang dengan gangguan Pica ini ya. Kasian loh, mereka sudah banyak kekurangan zat-zat yang dibutuhkan tubuh jadi nutrisinya harus dijaga kembali.



Referensi:

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorder Fifth Edition. Washinton DC: American Psychiatric Publishing.

Beecroft, N., Bach, L., Tunstall, N., & Howard, R. (1998). An usual case of pica. International Journal Geriatry Psychiatry, 13(9), 638-641.

Carter, S. L., Wheeler, J. J., & Mayton, M. R. (2004). Pica: A Review of Recent Assessment and Treatment Procedures. Education and Training in Developmental Disabilities, 39(4), 346–358.

Parry-Jones, B., & Parry, W.L. (1992). Pica: Symptom or eating disorder? A historical assessment. British Journal Psychiatry, 160, 341-354. doi: 10.1192/bjp.160.3.341.