Oleh Yanuarty Paresma Wahyuningsih, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Malang, 27 Maret 2021
Beberapa tahun lalu
pernah tersiar kabar mengejutkan di beberapa platform media. Ada seorang Bapak
sebut saja namanya Anto (nama samaran), berprofesi sebagai kuli bangunan di
daerah Tasikmalaya yang disinyalir memakan benda tak lazim yakni paku sejak
lama. Parahnya, Pak Anto mengeluh perutnya sakit, membengkak, bernanah hingga
mengeluarkan paku.
Ngeri tidak tuh? Ngeri
kan? Kok bisa sih ya Pak Anto mau-maunya makan paku? Apa mentang-mentang jadi
kuli bangunan, mau nguji "kejantanan" dengan makan bahan bangunan? Tidak.
Ternyata bukan itu persoalannya. Kata istrinya, suaminya itu makan paku karena
diduga depresi karena sang suami kehilangan becaknya. Istrinya juga bilang kalau
setahun terakhir ini sang suami alias Pak Anto sering kelihatan murung karena
becaknya dicuri karena kendaraan itu jadi satu-satunya ladang buat dia mencari
nafkah sebelum bekerja sebagai kuli bangunan.
Selain Pak Anto, kasus
serupa juga banyak terjadi di belahan bumi lainnya loh seperti ada gadis yang
makan rambutnya sendiri, ada anak kecil yang doyan makan bedak tabur, ada juga
Bapak yang makan rumput dan masih banyak lagi.
Aneh ya. Kok bisa sih
mereka punya nafsu memakan makanan yang sama sekali bukan untuk dimakan kayak begitu?
Apa itu salah satu tanda orang-orang emejing bin sajaib yang dikasih kekuatan
super?
Orang awam mungkin saja
akan berpikir bahwa orang-orang seperti itu termasuk orang ajaib, sama seperti
si anak yang dulu konon katanya menemukan batu ajaib yang bisa menyembuhkan
penyakit kemudian mendadak dia menjadi dukun penyembuh dan berita tentang dia
sempat viral di mana-mana.
Tapi, bagi orang-orang
berakal dan mengerti ilmu pengetahuan serta punya pemikiran logis, sudah pasti
bakal mengelak bahwa itu bukan mukjizat. Mana mungkin sih orang yang makan
benda aneh bisa dibilang mukjizat? Nah, kalau sudah kayak begitu pasti kita
akan berpikir, kepo dan ingin nyari tahu dong ya, penyebabnya apa, riwayat
asal-usul peristiwa itu tuh bagaimana, apakah ada kaitannya dengan sebab medis
atau psikologis dan sebagainya.
Saya juga bukan berarti
tidak percaya sama sesuatu yang benar-benar bisa dibilang "ajaib"
atau mukjizat. Kadang ada sesuatu yang tidak bisa kita jangkau dengan nalar,
tapi ada juga yang memang hal itu sebenarnya ada tapi tidak layak untuk ditiru.
Oke. Oleh karena blog ini isinya adalah postingan bernalar, dan sebagai manusia berakal, berilmu dan berbudi pekerti, mari kita bahas ya, kenapa sih fenomena unik kayak begitu bisa ada?
.
Sejarah
Gangguan Pica
Perilaku memakan
sesuatu atau benda tidak lazim kayak yang dilakukan si Pak Anto dan beberapa
orang lainnya yang serupa itu termasuk gangguan makan atau bahasa kerennya eating and feeding disorder.
Spesifiknya, gangguan itu disebut Pica
Disorder.
Pica? Kok lucu ya
namanya? Pica itu adalah salah satu gangguan yang digolongkan ke dalam Eating And Feeding Disorder di dalam
DSM-V. Dulu gangguan ini termasuk klasifikasi gangguan makan pada infant, anak dan remsaja. Nah, sejak
diperbaruinya DSM menjadi DSM-V maka gangguan tersebut sudah direlokasi ke
dalam sub gangguan makan. Kenapa bisa begitu? Soalnya seiring berkembangnya
zaman dan semakin luasnya penelitian, gangguan Pica ini tidak hanya dialami
oleh anak atau remaja namun juga dialami oleh orang dewasa dan/atau segala range usia.
Usut punya usut nih,
dari artikel penelitiannya Parry-Jones dan Parry-Jones (1992), Pica itu diambil
dari nama Latin seekor burung Magpie
(burung zaman baheula). Nah, kenapa kok bisa diambil dari nama burung? Soalnya
habit makan si burung ini tuh di luar kebiasaan makan hewan-hewan sewajarnya. Begitu
sih cerita zaman dulunya ya. Jadi, orang yang punya kebiasaan makan aneh sama
kayak burung Magpie dong?? Hahaha.. tidak
bisa disamakan begitu juga ya.
Pada abad ke-16 itu
(masih nyambung dengan penelitian Parry di atas), ternyata perilaku makan tidak
biasa ini juga dialami oleh Simpanse. Nah, dari penelitian itu sudah cukup
jelas yes kalau gangguan ini tuh tidak
hanya dialami oleh manusia tetapi juga hewan.
Belum lagi orang-orang
zaman primitif kan identik dengan berburu. Tidak jarang juga zaman dulu ada
orang dari etnis tertentu yang sudah terbiasa makan benda-benda aneh apalagi kalau
pas tidak ada hewan yang bisa jadi sasaran perburuan untuk dikonsumsi. Kasian tidak
sih? Nah, buat anak-anak zaman now,
jangan sok mau gaya-gayaan deh ya kalau makan, sok pilih-pilih makanan, lihat
tuh orang zaman dulu mau makan saja susah. Terbayang tidak sih andai kalian
jadi mereka, mau makan apa saja yang penting makan? Tidak kan?
.
Apa
saja sih benda yang biasanya dimakan oleh orang-orang dengan gangguan Pica ini?
Benda yang dikonsumsi
itu adalah benda-benda non pangan, tidak bisa dicerna oleh perut, tidak
bernutrisi sama sekali dan bentuknya bervariasi. Benda-benda yang seringnya
diidentifikasi seperti clay, cat,
kain, tanah, batu, kerikil, serbuk gergaji, sabun, paku, dan lainnya. Es batu
juga digadang-gadang termasuk salah satu daftar benda yang dikonsumsi oleh
orang dengan gangguan Pica namun karena Es batu masih tergolong makanan, jadi
kurang bisa memenuhi kriteria Pica. Tapi beda lagi jika orang tersebut memakan freezer frost atau cairan yang membeku
yang biasanya ada dalam freezer kulkas
itu loh. Freezer frost ini
berpotensial masuk dalam kriteria daftar makanan non pangan yang apabila orang
mengkonsumsinya maka dapat digolongkan ke dalam gangguan Pica.
.
Pica
ini dialami oleh siapa saja dan apa penyebabnya?
Pica dapat terjadi di
segala rentang usia baik itu anak, remaja, maupun dewasa. Pica ini merupakan
gangguan yang tidak berdiri sendiri atau dengan kata lain memiliki komorbiditas
atau gangguan penyerta. Maksudnya, Pica dapat terjadi sebelum gangguan utama
muncul atau sebaliknya muncul setelah gangguan utama terjadi.
Gangguan penyerta yang
dialami oleh orang dengan gangguan Pica ini banyak, tetapi yang seringkali
teridentifikasi adalah gangguan perilaku. Pica berkaitan erat dengan gangguan
perilaku sih pada umumnya seperti obsessive
compulsive, berhubungan juga sama emotional
arousal seseorang dan need for oral
stimulation tapi yang sudah tergolong over
stimulation (APA, 2013).
Nah, menyoal stimulasi
nih, karena pada masa perkembangan motorik kasar dan halus, bayi itu kan
sukanya icip-icip begitu ya, mainannya atau benda-benda di sekitar kadang dimasukkan
ke mulut. Jadi, anak tetap perlu disupervisi oleh orangtua. Jangan biasakan
anak icip-icip atau ngunyah sesuatu yang tidak layak untuk dikonsumsi.
Saya jadi teringat, saat
acara silah keluarga tahun lalu ke Purwodadi, saya punya adik sepupu yang masih
bayi. Si bayi ini diem-diem ngunyah sesuatu ke mulutnya. Ketika saya lihat, eh
eh, ladalaaah yang dikunyah adalah
uang kertas pemirsaaaah. Konon, ternyata di rumah perilaku si bayi ini sudah
biasa terjadi. Si bulek saya membiarkan saja si anaknya ini mengunyah benda-benda
non pangan. Pada akhirnya bulek saya ini ditegur oleh anggota keluarga lain.
Uang kertas yang dikunyah si bayi ini sudah yang lecek hitam begitu loh. Bahaya
kan kalau sampe tertelan.
Selain itu, Pica ini
juga diidentifikasi pada anak dengan disabilitas intelektual, spektrum autis,
anorexia nervosa, skizofrenia gangguan neurologis dan disabilitas belajar. Anak/remaja/orang
dewasa dengan disabilitas intelektual atau yang terganggu fungsi kognitifnya, karena
mereka tidak seperti anak normal kebanyakan sehingga dalam mengolah informasi
atau mempelajari sesuatu pun cenderung lambat. Jadi, mereka sulit membedakan
mana perilaku yang baik dan mana yang berbahaya buat diri dan sekitarnya. Oleh karena
itu, Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan pengawasan khusus pula termasuk dalam
perilaku atau aktivitas makan.
.
Bagaimana
melakukan asesmen untuk mengetahui gejala Pica?
Para ahli biasanya menggunakan instrumen Diagnostic Interview Schedule for Children untuk melakukan asesmen Pica pada anak. Pada remsaja, bisa menggunakan parental report. Sedangkan untuk asesmen pada orang dewasa, belum ditemukan instrumen asesmen yang valid. Selain menggunakan wawancara klinis berdasarkan panduan yang ada di dalam DSM-5, perlu disertai dengan ceklis observasi dan wawancara mendalam.
.
Treatment
medis dan psikologis apa yang bisa dilakukan pada orang dengan gangguan Pica?
Treatment apapun
bentuknya pastikan dilakukan oleh ahlinya ya yaitu psikiater maupun psikolog.
Jangan sok keminter bawa-bawa ke
dukun karena ini bukanlah gangguan yang sifatnya gaib. Jika masih ada yang
menganggap orang dengan gangguan Pica ini disebabkan oleh guna-guna/pelet, coba
ditelaah lagi ya riwayat orang tersebut. Setiap gangguan pasti ada penyebabnya.
Sebaiknya bawalah orang tersebut ke rumah sakit atau klinik terdekat dahulu
supaya mendapat pertolongan pertama.
Benda-benda yang dikonsumsi
dan sudah masuk ke dalam tubuh bisa sangat membahayakan bahkan berujung
kematian jika tidak segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Tindakan operasi pun
dapat pula dilakukan jika memang dibutuhkan.
Mengenai medical treatment lain, penanganan
secara medis pernah dilakukan oleh Pace dan Troyer dengan memberikan vitamin
Polyvisol pada anak (Carter, Mayton dan Wheeler, 2004). Beecroft, Bach,
Tunstall dan Howard (1998) juga pernah mengujicobakan pemberian multivitamin C
pada lansia 75 tahun dengan gangguan Pica sekaligus teridentifikasi Skizofrenia
dan dibarengi dengan penanganan psikologis.
Treatment psikologis, ada
beberapa sub. Pertama, treatment kognitif bagi orang yang mengalami Pica karena
adanya distorsi pikiran (salah mendefinisikan apa itu makanan dan benda serta
bagaimana membedakan bentuk sesuatu yang dikonsumsi dengan yang bukan untuk
dikonsumsi). Terapi yang bisa diberikan itu adalah terapi kognitif dan perilaku
seperti self-monitoring dan relaksasi
progresif.
Pada behavioral analysis, terapi yang bisa
digunakan adalah terapi perilaku juga atau gabungan kognitif dan perilaku yakni
CBT (Cognitive Behavior Therapy) atau
bisa juga dengan konsep reinforcement and punishment jika akar problemnya
berasal dari stimulus respon.
Tidak lupa juga
pemberian treatment psikososial yang tidak lain adalah psikoedukasi. Edukasikan
mengenai gangguan Pica, apa penyebabnya, bagaimana itu bisa terjadi dan
bagaimana cara memperlakukan orang dengan gangguan Pica pada orang-orang
terdekat/ significant other si klien
supaya ketika proses perawatan berlangsung, lingkungan sekitar bisa sekalian mengawasi
klien tersebut sehingga perilakunya dapat dikendalikan.
Satu lagi, pastinya, saat
orang dengan gangguan Pica menjalani perawatan baik di rumah sakit atau sudah
dipulangkan ke rumah (rawat jalan), pastikan berikan makanan bernutrisi. Minta
keluarga untuk support makanan bergizi buat dikonsumsi oleh orang dengan
gangguan Pica ini ya. Kasian loh, mereka sudah banyak kekurangan zat-zat yang
dibutuhkan tubuh jadi nutrisinya harus dijaga kembali.
Referensi:
American
Psychiatric Association. (2013). Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorder
Fifth Edition. Washinton DC: American Psychiatric Publishing.
Beecroft,
N., Bach, L., Tunstall, N., & Howard, R. (1998). An usual case of pica. International Journal Geriatry Psychiatry,
13(9), 638-641.
Carter,
S. L., Wheeler, J. J., & Mayton, M. R. (2004). Pica: A Review of Recent
Assessment and Treatment Procedures. Education and Training in
Developmental Disabilities, 39(4), 346–358.
Parry-Jones,
B., & Parry, W.L. (1992). Pica: Symptom or eating disorder? A historical
assessment. British Journal Psychiatry, 160, 341-354. doi:
10.1192/bjp.160.3.341.
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.