Saturday, December 1, 2012

Bagaimana Nasib Ikon Pariwisata Indonesia?

Dua hari yang lalu, aku chatting seorang kawan kuliah (cewek) yang tinggal di kota Malang. Sekilas, kami memang hanya sharing tentang visi dan misi ke depan, hal-hal yang berkaitan dengan PSIKOLOGI--fakultas plus mata kuliah kami dulu. Namun, lama-kelamaan, kami juga ngobrol tentang satu hal yang bikin ortu temen kami itu ngomel2.

Tadinya kupikir, mungkin temenku bakal curhat lagi eh ternyata dia memberikan informasi yang belum pernah kuketahui. And that's about Bali. Ya, kota Bali. Ada apa dengan Bali???


Aku terkejut ketika temenku menceritakan pengalaman mamanya sewaktu bertandang ke Bali. Sebelumnya, aku memang belum pernah ke sana. Malah aku sangat ingin ke sana. Aku pun optimis mengikuti event seleksi undangan menulis yang akan diadakan di Bali pada Oktober 2013 mendatang. Yap, saking penasarannya dengan wajah Bali, aku berharap dan optimis bisa lolos menjadi salah satu dari 15 penulis Indonesia terpilih yang akan mewakili Indonesia di ajang Internasional tersebut (Aamiin).

Meskipun temanku menceritakan tentang sedikit hal yang membuat hatiku bergemuruh tentang Bali, aku tetap optimis bisa lolos di ajang tersebut (kalau kenyataannya nggak lolos juga tak masalah, yg penting ikhtiar dan berdoa dulu).

Aku semakin penasaran. Nah, begini nih hasil sharing kami berdua (percakapannya akan kusensor dan kalimat2nya kurubah jadi lebih intelek dikit ya, hehehe):

Tiw: Em, Emma, beliau baru pulang dari Bali udah ngomel-ngomel.

Me: Wiiiigh, ada apa kok ngomel?

Tiw: Bali tidak terlihat seperti Bali 'yang dulu', sekarang Bali penuh dengan "nudis" (bule-bule sakit jiwa). Ternyata ada juga bule-bule yang benar-benar tidak ber-uang yang pergi ke Bali. Kata Mamaku, orang-orang Bali udah tidak seperti orang Melayu lagi ( T_T ). Kalo di pantai pake 'bikini' masih wajar, lha ini di TENGAH-TENGAH KOTA pake bikini.

Me: Ho? iyya ta? Kayaknya bukan hanya Jakarta saja yang perlu dibenahi, melainkan ikon pariwisata Indonesia juga, salah satunya Bali.

Tiw: Mamaku kan ngobrol sama orang Jerman di Kuta. Orang Jerman-nya lho sampe komentar bahwa orang yang ada di Bali itu terkesan beg* dan dung* (sensor), masa' nudis kayak gitu dibiarin. Polisi bahkan tidak berani menegur padahal banyak anak kecil
(takutnya anak-anak kecil kayak mereka yang kemudian melihat adegan "begitu" di tengah kota malah ditiruin nantinya).

Me: ckckckck ( -_-)

Tiw: Citra Bali di mata wisatawan bule 'ningrat/kalangan atas' udah dipandang sedikit buruk (bagi mereka yang tahu problema ini saja, selebihnya 'no koment'). Kamu tahu nggak? Kamu tahu nggak reaksi rakyat Bali waktu ada rancangan UU Pornografi/pornoaksi? Mereka lho sampe berani bugil di jalanan demi menolak RUU itu  Mereka telah dijajah oleh UANG. Mereka pikir, semua wisatawan yang datang ke sana itu benar-benar banyak uang padahal tidak semuanya.
(hmm udah semakin memanas nih pembicaraannya tapi aku nggak bermaksud membahas SARA di sini yaa).

Me: Sepertinya kiamat sudah dekat (masyaAllah)

Tiw: Padahal orang Papua yang di pedalaman saja saat ini sudah banyak yang menggunakan pakaian dan utamanya 'bra' bagi perempuan. Di Bali malah seolah-olah mundur ke zaman batu alias palaeolitikum dkk (zaman batu kan orang-orang masih pada pake rumbia, dedaunan bahkan bugil bulat-bulat).

Me: Yap, semenjak Indonesia menggerakkan bantuan ke daerah Papua, mereka sudah mulai dikenalkan dengan 'baju', 'bra' dll sebagai pengganti rumbia atau koteka atau semacamnya.

Tiw: Iya, udah mulai banyak kok, paling yang masih pake rumbia hanya mereka yang udah tua-tua atau yang benar-benar masih tinggal di pelosok--yang belum terjangkau. Selain itu, kata Mamaku, Bali tidak lagi sebersih yang dulu. Sekarang terlihat semakin berserakan sampah-sampah bekas sesaji yang mana setelah digunakan lalu nggak dibersihin. Jadi, menumpuk seperti tempah sampah jalanan.

Me: Wiiih nggak kebayang terus?

Tiw: Sebenarnya orang Jogja juga masih ada yang seperti itu--melakukan ritual dengan sesaji--tetapi mereka tetap membersihkannya sehabis ritual jadi nggak sampe numpuk gitu. Mana temennya Mamaku nggak sengaja kesandung sesaji itu di Bali, eh malamnya mimpi buruk dipukulin setan  Bukan hanya Mamaku dan temennya saja yang bilang seperti itu, temenku yang asli Bali juga ada dan dia bilang kalau Bali tidak sebersih dulu.
(aih, itu mungkin karena lupa berdoa mungkin)

Me: Sebaiknya hal-hal semacam ini tidak didiamkan begitu saja ya sa. Seharusnya pemerintah juga turut terjun langsung memantau semua kawasan yang ada di Indonesia, nggak cuma Jakarta saja yang diurusin kemacetan plus banjirnya. Hmm, semoga nanti duta pariwisata bisa tergerak hatinya untuk memperbaiki ikon pariwisata Indonesia.

Nah, itulah sekilas dari obrolan kami kemarin. Gimana? Udah ada bayangan atau ada yang mau berkomentar? Atau, di antara kalian ada yang asli dari Bali dan mau menumpahkan unek-uneknya juga di sini, monggo, silahkan!

Tidak terbayang. Aku saja yang belum pernah ke Bali dan sangat ingin ke sana untuk melihat "seberapa indahnya sih Bali", mengetahui hal ini aku rasanya ingin jadi duta pariwisata saja hehehe, ngaco. Bukan itu sih.
Seperti yang kukatakan sebelumnya dalam dialog itu, bukankah kita punya Pancasila dan UUD 1945 beserta pasal-pasalnya? Namun, seolah Indonesia hanya hidup dalam filosofi tertulis semata kalau pada kenyataannya NO ACTION FROM US.

Kawan, memang benar dan saat ini kita sebagai warga Indonesia tidak hanya harus terus-menerus mempertenayakan nasib ibu kota--Jakarta saja. Noh, ternyata masih banyak daerah di Indonesia yang harus dibenahi, diperhatikan, dirawat dan dipedulikan melalui tangan-tangan kreatif kita sendiri. Salah satunya adalah Bali yang selama ini telah menjadi ikon pariwisata yang dinobatkan sebagai tempat paling indah, paling bersejarah, tempat yang memberikan sumbangan devisa terbanyak bagi kehidupan Indonesia dan lain-lain. Kenyataannya seperti yang kuobrolin dengan temanku itu, Bali nyatanya sudah tidak seindah yang dulu.

Kalo lihat di FTV yang menampilkan latar kota Bali, pasti yang disyuting hanya daerah-daerah yang bersih dan pantainya yang indah dengan hamparan pasir putih mempesona. Kawasan yang terkesan 'buruk' dan ter-cover dengan banyak sampah yang berserakan tidak akan mungkin ditampilkan selagi itu dalam proses promosi. Hmm, ini namanya pembohongan publik. Sistem lama-kelamaan tidak jujur--mengikuti jejak-jejak koruptor.

MasyaAllah. Kawan-kawan Indonesiaku, ayo mari kita berdoa untuk Indonesia secara keseluruhan, mari kita mendoakan semuanya dan bukan hanya Jakarta. Selama ini Jakarta telah banyak mencuri perhatian dan kepedulian para pengembang dakwah di ibu kota, para pemerintah dan Bapak Negara. Buktinya, tata letak Jakarta itu memang sudah 'amburadul' dari awal. Para kapitalis, liberalis, kaum materialis dan kawan-kawannya itu semua bermukim di sana. Mereka punya paradigma yang berbeda tetapi kurang mampu menyatukan visi agar Jakarta terbungkus apik. Tangan-tangan penggerak proyek raksasa semakin rakus untuk terus menumbuhkan gedung-gedung pencakar langit dan menggerus 'kehijauan' Jakarta yang dulunya masih asri dan adem ayem. Kalau selama ini, tidak banyak pemerintah dan wakil rakyat yang berhasil menuntaskan problema di Jakarta, itu bukanlah kesalahan pemerintah semata. Itu juga kesalahan kita sebagai warga negara dan sebagai para generasi penerus.

Sekarang, ayolah, mari kita tengok--minimal daerah asal atau tanah lahir kita--sudahkah kita berikan perhatian seperti kita memperhatikan Jakarta.

Tuh, Bali. Sudahkah kita tergerak untuk DO SOMETHING TO IMPROVE Bali???

Sudahkah kita mendoakan--menyebut nama daerah asal kita dalam bait-bait permohonan pada Tuhan seperti Jakarta????

Ini nih, apalagi ikon-ikon pariwisata kita. Oke lah bila memang kalian, para polisi, pejabat dan lainnya yang ada di Bali, tidak mampu bahkan takut memberikan teguran kepada pelaku nudis. Lalu, kalian ke mana-kan "keteguhan kalian demi membela kebersihan dan penanaman moral di Indonesia"???

TERLALU. Demi uang, seolah sebagian penduduk Indonesia dijajah kembali seperti berabad-abad silam.

Memang segalanya butuh uang. Bali butuh uang agar bisa memperbaiki dan terus melestarikan khasanah budaya, kearifan lokal dan tempat-tempat wisatanya. Namun, bukan berarti semua lantas MENUHANKAN uang sampai-sampai membutakan mata.

Hmm, moral Indonesia seolah terjajah lagi dan lagi.

Semakin banyaknya wisatawan mancanegara dan pengaruh budaya Barat yang masuk dan menyebar ke Indonesia, baik melalui perdagangan maupun dari pariwisata, mengapa semakin kurang cerdas untuk memilah-milih yang baik dan sesuai dengan jati diri Indonesia.

Zaman dulu--abad 18 dan 19--Indonesia benar-benar memukau di balik pesonanya yang santun. Penduduknya belum mengenal 'pakaian mini', penduduknya sangat agamis, menjunjung tinggi nilai-nilai khas Indonesia sebagai Negara Timur. Namun, seiring perkembangan ke arah sini, Indonesia seperti 'buta'. Kalau dalam bahasa Psikologinya, sepertinya Indonesia sedang mengalami masa 'pubertas' lagi--labil, penuh gejolak serta kebingungan identitas.

Sekali lagi, ini bukan kesalahan pemerintah semata, melainkan para pemudanya. Para pemuda, bukankah setiap tahun mengikrarkan SUMPAH PEMUDA??? Tetapi, mengapa masih saja ada yang berbulu domba. Mengaku cinta Indonesia tetapi sering belanja ke luar negeri, lebih mencintai produk luar negeri, memakai bahasa dan budaya luar negeri. Mengaku cinta tanah air tetapi masih saja hobi mengagung-agungkan belantara budaya 'pakaian, musik (seni), dll' dari luar negeri.

Sekarang, berapa banyak sih yang tahu cerita dan lakon wayang? Perbandingannya, berapa sih yang tidak tahu dan tidak tergila-gila dengan film-film Barat, hallyu K-Pop? Berapa sih yang masih suka menonton pertunjukan teater budaya Indonesia?

Coba tengok lagi, orang Barat justru sangat cinta dengan Indonesia. Mereka ada yang berasal dari Barat yang kemudian tidak sengaja dilahirkan di Indonesia, mereka belajar tarian dan musik Indonesia. Namun, coba tengok diri kita, masih banyak yang memilih menari dan memutar musik-musik Barat. Itupun belum termasuk pilah-pilih (filter) yang sesuai dengan kebutuhan, kewajaran, nilai-nilai agama dan kelayakan.

Bagimana nasib Indonesia?

Bagaimana nasib ikon pariwisatanya?

Itu semua tergantung dari masing-masing kita--warga negaranya. Bukan mereka--warga keturunan asing--yang tinggal dan menetap di Indonesia.

Apa mau kalau tiba-tiba seluruh budaya Indonesia kemudian diatasnamakan bangsa Asing??

Coba tengok, kemarin BATIK diberikan cobaan--kontroversi hak milik/paten dan lain sebagainya.

Baru sadar 'kan kalau baru ada teguran semacam itu?

Kalau tidak ada? Sudah bisa menebak 'kan apa yang akan terjadi?

Bali dan kota-kota priwisata, begitu pula seluruh daerah dan kota yang ada di Indonesia, ragam budaya, SDA dan lainnya adalah kepunyaan kita. Sudah bertahun-tahun lamanya kita disuruh untuk menjaga, merawat dan melestarikannya tetapi masih sedikit yang benar-benar peduli.

Sekarang ayo, DO ACTION for INDONESIA.

Apa ACTION-mu???










4 comments:

  1. sayang bgt kl Bali seperti itu ya.. hrsnya jgn sampe kehilangan jati diri budaya bali yg kuat

    ReplyDelete
    Replies
    1. yg mengetahui tentang hal ini hanya mereka yg benar-benar tahu dan peduli. Mungkin karena sering disepelekan bgi masyarakat di sana jadinya, hal2 sprti ini tertutupi.

      Delete
  2. wahhh... Seharusnya lebih bisa mengkondisikan.. ^_^
    knjungan balik ya.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. alangkah indahnya kalo saling mengingatkan terutama para pemuda yg ada di TKP. kunjungan balik, oyi capcus blog walking

      Delete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.