Friday, December 28, 2012

KENALKAN PSIKOLOGI PADA ANAK MULAI SEKARANG

Barusan aku baca-baca beberapa artikel psikologi populer dan aku tertarik untuk mengulasnya juga di sini (tetapi dengan gaya bahasaku sendiri ya :D).

Eherrm, kok judulnya rada-rada "nyuruh" gitu ya? Sebenarnya gak ada maksud untuk memerintah loh ya. Ini sekadar ulasan balik dari artikel pdf yang kubaca sekaligus sebagai peringatan kembali.

Judul ini sedikit banyaknya sangat berkorelasi tinggi dengan apa yang kutemui selama mengajar di Guidance Club mahasiswa yang mayoritas adalah remaja.

Oke, baiklah. Lanjut ke pembahasan. Kenapa sih harus mengenalkan psikologi sedini mungkin kepada anak? Seberapa penting sih peran psikologi itu?

Jawabannya: Ya, karena wajib dan itu sangat penting. Mengapa kubilang penting? Psikologi itu adalah ilmu yang universal, bisa masuk ke area mana aja. Kenapa perlu mengenalkan psikologi kepada anak sedini/secepat mungkin, sebab masalah yang paling sering membingungkan orangtua adalah masalah tentang anak. 

Terkadang, orangtua sulit menemukan akar masalah yang dialami oleh anaknya dan ketika anak itu sudah tumbuh remaja maka tidak dimungkiri masalah yang tidak terselesaikan di masa lalu akan memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap perkembangan si anak itu sendiri, terutama kepribadiannya.

Kurangnya inisiatif dari para orangtua terhadap masalah kejiwaan juga akan berdampak pada kurangnya pengenalan orangtua itu sendiri terhadap apa yang menjadi kelebihan/potensi dan kekurangan/kelemahan si anak.

Masalah kejiwaan itu sangat penting untuk dipelajari, ditelaah, dicermati dan ditindaklanjuti. Bukan hanya masalah kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan. Bahkan, dokter pun ketika memeriksa seorang pasien, dokter tersebut juga mungkin saja menyisipkan atau mencermati kondisi kejiwaan ( yang menjadi problem pencetus atau imbas dari penyakit physical ) dari penyakit yang diderita pasien.

Kurangnya pengetahuan orangtua tentang kajian dan masalah psikologis seringkali menimbulkan kesalahan persepsi. Selama ini, orangtua (dari dulu sampe sekarang nih kebanyakan) menganggap bahwa ketika si anak itu tumbuh remaja dan kemudian remaja itu melakukan tindakan-tindakan menyimpang, aneh, asusila, brutal atau lainnya, mereka (orangtua) cuma berkata, "Ah, itu wajar mah kalo anak seumuran dia nakal. Maklumin aja, namanya juga masa muda." 

Hello, masa muda apaan kalo isinya kenakalan semua? Syukur kalo gak sampe nakal tingkat dewa alias masuk penjara, pake narkoba dan sejenisnya. Lah kalo itu justru terjadi? Apa masih mau bilang 'wajar'??

Si anak ketika sudah beranjak remaja biasanya akan cenderung bersikap egosentris (semau gue, sesuka loe, loe loe, gue ya gue hehe) dan subjektif (menurut gue, terserah gue dong mau bilang apa, mau berbuat apa). Dan, aslinya sulit untuk diatur alias keras kepala.

Makanya, ketika aku ngadain games Self-disclosure pada mahasiswa/i-ku, mereka rata-rata menjudge dirinya dan temannya sebagai seseorang yang 'keras kepala', 'sukar mendengar pendapat orang lain apalagi ngedengerin dosennya' dan masalah-masalah subjektif lainnya.

Nah, lebih parahnya lagi, banyak remaja yang sulit untuk memecahkan problem dirinya sendiri dan seringkali memberi labe negatif pada diri mereka sendiri atau bahkan dependent dengan orangtua atau orang lain.

Dengan tidak adanya pengetahuan serta bimbingan yang cukup terhadap kajian psikologi atau kondisi psikologis maka si remaja itu akan sulit membentuk 'seperti apa identitas dirinya kelak saat dewasa' atau bahasa gaulnya, remaja ini akan mengalami masalah dalam proses pencarian jati diri, segala hal 'dicicipi', dicoba, berharap nemu yang pas untuk dijadikan label bagi diri mereka tapi ternyata toh masih banyak yang salah langkah dan terjerumus dalam hal yang tidak semestinya.

Nah, dan untuk menanggulangi masalah si anak atau remaja ini, tolong yaaa, hindari menggunakan bahasa 'planet' yang ibu-ibu atau bapak-bapak miliki atau dengan kata lain hindari membahas masalah anak/remaja dengan menggunakan perspektif Anda sebagai orangtuan. 

Lah, terus gimana?

Remaja itu cenderung senang bergaul dengan teman-teman sebayanya daripada sama orangtuanya sendiri 'kan?

Nah, makanya, ketika si anak/remaja itu sedang mengalami masalah lalu orangtua ingin ikut campur untuk mengatasinya, silahkan gunakan pendekatan/perspektif sebagai seorang anak atau sebagai seorang remaja sesuai porsinya.

Maksudnya? Gak mudeng nih?

Maksudnya, kalo Anda punya anak umur 3 tahun terus si anak itu sedang punya masalah, hindari menggunakan otak dan gaya bahasa ilmiah 'orang dewasa' ketika menghadapi anak umur 3 tahun. Yang ada yaaa si anak gak bakalan ngerti dengan apa yang Anda utarakan kepadanya.

Begitu juga dengan remaja. Ketika menghadapi seorang remaja yang bermasalah, posisikan diri Anda laiknya seperti seorang remaja (juga) sehingga remaja ini (ketika didekati) mereka bisa merasa nyaman, seolah-olah sedang curhat/dekat dengan teman/sahabat sebayanya sendiri. Begituuuu. :)

Untuk menghadapi remaja (juga) harus cerdas sebab remaja juga sangat cerdas dan selektif dalam memilih siapa sih yang bakal dia denger omongannya dan bakal dia tiru tingkah lakunya. Jadi, sebagai orangtua, cari tahu dulu, siapa 'tokoh' yang disukai remaja dan bagaimana melakukan pendekatan dengan mengimitasi karakter tokoh tersebut agar remaja tidak merasa digurui/dinasehati. Kalo misalkan orangtua memang sudah tidak bisa mencari jalan keluar dari masalah remaja tersebut, alangkah baiknya di-refer ke orang lain yang ahli di bidangnya.

Sebab, salah diagnosa akan berdampak kesalahan dalam menganalisa akar permasalahan si anak/remaja dan itu dapat berakibat fatal bagi si anak/remaja ketika mereka mengambil sebuah keputusan. Biasanya si anak/remaja ini sulit untuk membedakan manakah keputusan yang tepat untuk dirinya, yang tidak melukai dirinya dan juga orang lain dan, biasanya keputusan yang diambil 'ngasal' aja padahal bisa jadi itu malah sangat beresiko baginya.

Jadi, sebelum memberikan bimbingan psikologis kepada anak/remaja, para orangtua juga harus mencari ilmu tentang hal itu. Bisa mencarinya pada narasumber yang tepat, melalui bangku kuliah (yang kebetulan memang psychological based atau setara dengan itu), bisa juga melalui pengamatan dari literatur dan lainnya.

Kan gak lucu, kalo mau ngasih bimbingan/pengajaran psikologis pada anak/remaja tapi si orangtua sendiri 'dok tahu' atau bahkan 'nggak rahu' hehe.

Dan terakhir, perlu digarisbawahi bahwa dalam penyelesaian masalah bukan dengan cara menambah masalah. Maksudnya, masalah anak atau remaja itu sudah sesuai porsinya masing-masing baik dari segi usia, tahapan perkembangan, tahap pembentukan kepribadian dan lainnya. Jadi, saat menghadapi masalah anak/remaja, usahakan untuk tidak menghakimi apalagi mencaci. Ya, memang sedikit sulit yaaa apalagi untuk orangtua yang cenderung tempramental. But, itu bukanlah sebagai alasan untuk tidak mencoba dan terus belajar.

Coz, anak ataupun remaja itu butuh pengertian yang ekstra (tapi jangan sampai membuatnya ketergantungan alias berikan sewajarnya saja sesuai porsinya, jangan perlakukan remaja seperti anak-anak dan jangan pula memperlakukan anak-anak seperti remaja). Mereka butuh arahan untuk dapat menemukan solusi dari masalah mereka. Beda kan dengan orang dewasa yang lebih mampu untuk mandiri. Kalo ada dewasa yang masih seperti anak-anak/remaja yaaa berarti tandanya orang dewasa tersebut mengalami perkembangan kepribadian yang tidak sesuai porsinya ketika di masa lalunya, bisa jadi mengalami gangguan mental juga (beda lho ya chronological age dan mental age, contohnya coba liat pada anak-anak yang mengalami RM alias Retardasi Mental).

Yap, cukup sekian dulu pemirsaaa dan saya mau bersih-bersih diri dulu..

Wassalamualaykum wr.wb. ^___^

(Yanuarty Paresma W. - emmakim28@gmail.com)

No comments:

Post a Comment

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.