Assalamu’alaikum …..
Ini saya tulis secara offline di Windows Live Writer karena belum mau beli pulsa modem, heheh …. Ini saya publish tanggal 3 September tapi saya nulisnya pakai past aja ya, tertanda bahwa artikel ini sebenarnya ditulis waktu 27 Agustus kemarin.
Well, hari ini tanggal 27 Agustus 2013, STAIN khususnya prodi BKI (Bimbingan Konseling Islam) sedang kedatangan tamu dari UIN Bandung dan UGM. Mereka adalah para Professor yang bertindak selaku Tim Asesor untuk proses akreditasi prodi.
Pagi ini saya berangkat pukul 9.30 WITA, seperti biasa… jalan kaki. Sebenarnya tidak terlalu jauh karena ada jalan pintas ke kampus meskipun sama-sama trek mendaki. Fiuuuh… hitung-hitung sekalian olahraga.
Sesampai di STAIN, semua dosen senior pada ngumpul. Sementara dosen LB hanya saya yang datang, mana ganjil sendiri karena di antara para Doktor dan Professor tersebut, hanya saya yang masih bergelar S1. Malah tadi, saya disebut “Ibu” haha.. saya canggung kalau disebut Ibu karena memang belum Ibu-ibu. Lalu ada salah satu dosen yang nyeletuk, “Januari besok, Yanuarty bakal lanjut S2, Prof.” Si Prof.nya tadi juga bilang, “Wah, harus S2 dulu ini!” hehe… Lanjut S2? Semoga celetukan tadi berbuah doa yang bisa terkabul ya Allah, aamiin. Yaa… kalau ada rezeki, insyaallah lanjut, kalau tidak, lebih baik sesampai di Malang tahun depan nanti, saya cari kerja lagi untuk menabung, atau mungkin sekalian nikah juga kali ya hihi.
Ee.. eh… Biarpun tadi mereka seolah merasa bersalah memanggil saya “Ibu” karena tampang saya yang lebih mirip “anak bawang”, tapi, lucunya, malah dosen yang duduk di sebelah saya tadi mengira kalau saya ini mahasiswa hehehe. Itu tandanya, alhamdulillah saya masih muda ditambah kata teman-teman mahasiswa tadi, mereka bilang saya terlihat makin muda, ahahaha… semoga itu bukan gurauan. ….
Baru kali ini saya terjun langsung mengikuti rapat paripurna hehe.. maksud saya rapat untuk proses akreditasi. Kebetulan, tim asesornya adalah Prof. Nur Rachman Hadjam (ahli psikologi klinis) dari UGM dan yang dari UIN Bandung ituuu… saya lupa namanya tapi perawakannya sangar dan kurang senyum hihi.
Dari proses bincang-bincang plus asesmen lingkungan kampus tadi, begitu banyak pengalaman yang saya peroleh. Pertama, kelucuan yang tercipta akibat ambiguitas mahasiswa yang ditanya seputar akademiknya. Kebetulan mahasiswa itu semua teman-teman yang pernah masuk kelas saya. Dari mereka berdua yang ikut tadi ada satu mahasiswa semester tujuh (namanya Siraj) yang ditanyai soal skripsi dan metode penelitiannya. Prof. Rachman sampai bingung dan berpesan, “Belajar lagi ya!”. Hehehe… Usai rapat tadi, kami keluar sebentar untuk ngadem, terus si Siraj bertanya pada saya, “Kak.. aduh jantung saya hampir copot. Sebenarnya gimana sih metode penelitian itu, saya jadi bingung tadi jawabnya, kan di semester tujuh kami baru mendapat matkul itu.”
Kedua, saya baru tahu. Kata Prof.Rachman, sekarang ini, seluruh perguruan tinggi seharusnya tidak boleh lagi memakai jumlah SKS “2” baik untuk matkul wajib apalagi matkul pilihan. Beliau bilang, di luar negeri itu, minimal jumlah SKS per mata kuliah rata-rata 3 atau 4 SKS. Kalau hanya 2 SKS, itu sama saja setara dengan jam belajar anak SMP, begitu kata beliau. Menurut saya, itu memang benar. Mata kuliah yang ideal untuk otak mahasiswa memang harus begitu. Yang sekian jam untuk belajar atau diskusi bersama dosen di kelas, dan sekian jam lagi untuk BM atau Belajar Mandiri di lapangan atau laboratorium. Ini juga mengingatkan saya pada matkul AIK (Al Islam dan Kemuhammdiyahan atau materi keislaman) yang saya peroleh saat kuliah dulu. Matkul AIK itu malah lebih parah lagi, hanya 1 SKS. Saya jadi heran, kampus berlabel “Muhammadiyah” atau dengan kata lain “Islam” lah… tapi matkul keislamannya cuma sebentar. Rasanya kurang puas dan kurang mendalam untuk mempelajari materi-materi itu.
Ketiga, alhamdulillah… dapat makan siang gratis dengan menu yang sangat enak. Ada sayur sup, sambal mangga muda, ikan bakar, ayam bakar saus kacang, krupuk, es buah, dan tadi ada daging semur juga (tentu saya bukanlah pemakan daging merah jadi saya tidak ambil tadi). Sluuuurp… yummy. Rasanya seperti seorang anak bawang yang makan di tengah para orangtua yang semuanya berpendidikan tertinggi.
Keempat, gegara ambiguitas soal metode penelitian tadi, saya jadi terlibat diskusi dengan para Bapak dosen senior di ruang jurusan seputar Metpen. Kami semua saling memberi masukan seputar perbedaan kuantitatif dan kualitatif. Kedengarannya sepele, tapi tadi seolah booming menjadi persoalan yang besar. Ditambah ada kasus di mana ada satu jurusan full yang semua skripsi alumni mereka malah menggunakan mix method yang mereka sendiri tidak tahu klasifikasi penerapannya, yang seharusnya itu keliru malah digeneralisasi menjadi benar akibat budaya ikut-ikutan pakai mix method tadi. Masyaallah, satu masalah begini saja bisa seruwet itu. Malah ada para profesor yang juga ikutan pakai mix method tapi malah keliru penerapannya. “So, ini ceritanya siapa yang salah ya?”
Kurang lebih seperti itulah pengalaman kegiatan akreditasi tadi. Senang bisa bertemu dengan Prof. Rachman dan banyak ilmu yang bisa didiskusikan bersama tadi walau hanya sepintas.
Ke depannya, saya berharap, meski gak ngajar di kota ini lagi (karena tahun depan insyaallah saya nyusul pindah ke Malang), mudah-mudahan fakultas Psikologi di UNHAS akan semakin maju, ada laboratorium dan perpustakaan dengan literatur psikologi yang berlimpah. Mudah-mudahan STAIN khususnya prodi BKI bisa menarik lebih banyak peminat di bidang konseling, bisa mencetak generasi ahli Bimbingan Konseling yang kompeten dan berakhlak mulia dan terakhir… semoga Psikologi tidak lagi dianggap sebagai ilmu “awam” sehingga seluruh kota-kota kecil sudah paham apa itu Psikologi, apa itu BK dan bagaimana penerapannya.
----
Asli saya ngantuk, tahu-tahu dari kampus pulang ke rumah sudah jam 3 sore. Ditambah mau ngetik materi outbound untuk minggu depan yang tinggal sedikit lagi. Plus sore ini… mungkin, disuruh jadi tukang ojek buat jemput Mama…
But, senang bisa sok sibuk begini. Bosan liburan ini di rumah terus. Kerjaan saya hanya makan, tidur, masak, fulltime jadi cleaning service, sesekali silaturahmi bareng teman2, jadi tukang ojek buat Mama, ngawasin pembantu, nonton FTV dan menulis novel. Mana novel yang kemarin sudah ditolak dua kali, saya revisi ulang lagi. Yaaah… kalau kerjaannya begini terus di rumah dengan status single, bosan juga ya. Tapi, kalau sudah punya suami mah lain lagi ceritanya. Mau ngurus rumah plus menulis novel seharian mah nggak apa-apa, kan sudah punya suami, hehe… #ngacodotcom
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.