Thursday, May 8, 2014

PONSEL PENUH HIKMAH

“Emma, nomor hapemu berapa? Minta dong!” ujar Dian yang waktu itu berdiri di sampingku, tepatnya di balkon teras kelas kami.
“Boleh,” jawabku sambil menggenggam ponsel lalu kusebutkan nomorku pada Dian.
----

Di atas adalah salah satu cuplikan percakapan antara saya dan teman sekolah yang kerap meminta nomor ponsel. Tepatnya SMP dulu, sekitar tahun 2003, saya benar-benar membutuhkan ponsel. Kegiatan saya begitu padat. Bukan hanya akademik sekolah, tapi juga sering terlibat dalam perlombaan antar sekolah maupun ekskul yang mana saya lebih sering menjadi "pemimpin kelompok". Awalnya, saya sempat meminjam ponsel Bapak. Tapi, karena Bapak jauh lebih membutuhkannya, maka saya tak lagi memegang HP meski sangat ingin.

credit by tokobagus.com
Saat itu, saya membayangkan. Oh, betapa enaknya hidup Dian. Dia kaya. HP-nya saja ada banyak dan semuanya adalah merk paling mahal saat itu. Saya sempat merasa malu bila dimintai nomor HP oleh teman-teman. Padahal, untuk apa malu? Kan cuma minta nomor, bukan meminta HP-nya.

Saya sangat galau. Ingin meminta Bapak membelikan, tapi saya tahu itu bukan saatnya. Namun, tidak berapa lama kemudian, saya akhirnya mendapatkan HP pertama saya. Tahu Nokia 3315? Ya, itu adalah HP pertama saya. Ponsel yang bagi saya adalah sesuatu yang amat spesial. Kenapa? Karena saya membelinya dengan uang tabungan sendiri. Sejak SMP, saya selalu memperoleh beasiswa dari kantor tempat Bapak bekerja. Ya, beasiswa yang diperuntukkan bagi anak-anak karyawan Bank Mandiri asal memenuhi syarat prestasi. Dengan beasiswa tersebut, saya bersyukur bisa membayar uang SPP sendiri setiap bulan. Uang jajan pun memadai meski harus berhemat dan yang terpenting, saya bisa membeli HP sendiri. 

Dengan tiga ratus ribu rupiah, saya sudah bisa memegang HP N 3315 bekas dengan casing warna hijau (warna kesukaan). Tidak masalah. Biarpun bekas, asal saya tidak merepotkan orangtua. Biarpun bekas, itu adalah hasil dari keringat sendiri. Biarpun bekas, kan banyak casing cantik yang bisa membuatnya tampil lebih anggun. 

Banyak kenangan selama memakainya. Teman-teman yang sering curhat di sekolah, menjadi lebih mudah berkomunikasi dengan saya ketika mereka ingin curhat di luar jam sekolah. HP itu juga secara tak langsung mengajarkan saya untuk bersifat qana'ah. Saat itu, hampir semua teman kelas menggunakan gadget mahal. Ada rasa iri yang sempat tebersit. Namun, setelah memiliki N 3315, saya jadi sadar bahwa yang paling penting dari sebuah handphone adalah fungsinya, bukan penampakan luarnya. Kira-kira, sama halnya dengan mencari jodoh, yang terpenting bukanlah fisiknya tapi fungsinya sebagai jodoh itu sendiri (hoho nyerempetnya jauh banget yak :D).

Eum, hape tersebut memang sering error. Namanya saja bekas. Tapi, saya masih tetap memakainya dengan penuh kesabaran, hehe. Sayangnya, HP tersebut benar-benar menemui "ajalnya" di akhir masa SMP. Akhirnya, saya meminta Bapak untuk menjualnya. Ya, walau memang tidak sebanding dengan harga awal, tapi setidaknya saya sudah ikhlas. Semacam, ikhlas merelakan si N 3315 ini dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, hehehe.

credit by cellphone.ca
Setelah kepergian N 3315, ternyata Allah memberi rezeki yang jauh lebih besar. Saya jadi berpikir, kalau kita ikhlas dan mau bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat itu untuk kita. Bapak kecipratan bonus besar dari kantornya. Beliau pulang dari kantor sambil menenteng box berisi HP baru (iya, masih disegel). Alhamdulillah, SMA, saya memperoleh hadiah HP baru. Bapak pernah menjanjikannya sebagai hadiah ulang tahun plus hadiah karena prestasi sekolah. Nokia 6070 ditambah bonus kartu perdana simpati dan pouch panda warna cokelat tua. Kini HP itu saya wariskan ke Mama. Hingga saat ini, N 6070 itu masih betah dipakai Mama meski sudar baret sana-sini. 

Ya, demikianlah kisah mengenai HP pertama saya. :)

7 comments:

  1. Wah....masih inget saja nih ke hape pertama.. aku aja udah lupa merk hape pertama kali punya..
    Tajam bener ingeten kakak nih!

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha iya dong Agha..ingetnya mungkin karena beli pake uang sendiri kali ya jadi membekas memorinya sampe sekarang.

      Delete
    2. hem... keren ya kak!! udah bisa mandiri dong...

      Delete
  2. wah keren belinya pas SMP pake uang tabungan sendiri! :')

    Makasih ya udah ikutan GA saya :)))

    ReplyDelete
  3. wah smp sudah pegang hp :D
    sukses ya GA nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe iya Bund, abisnya byk keperluan yg mengharuskan pake hp saat itu :D

      iyuup makasih Bund

      Delete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.