Terkadang, kita memang perlu menutup telinga dari bisikan dan perkataan orang lain yang tidak tahu-menahu soal diri kita.
Terkadang, kita juga perlu menutup telinga dari apa yang diucapkan orang lain melalui ucapannya tentang kita.
Terlebih bila itu sifatnya judgment, bad critics dan sejenisnya.
Apa yang dipikirkan orang lain soal kita, itu bukan urusan kita.
Jika kita terus berkaca pada orang lain, lalu kapan kita bisa memahami diri kita lebih mendalam?
Jika kita terus bertopang pada penilaian orang lain terhadap kita, kita mungkin akan menjadi boneka. Boneka yang akan terus melihat kesempurnaan sebuah penilaian dari kacamata orang lain.
Tapi, terkadang hukum Johari Window juga berlaku bagi sebagian orang
Bagi mereka yang justru tak paham akan diri sendiri
Sebaliknya, orang lain lah yang justru lebih paham tentang dirinya
Atau bagi mereka yang paham akan diri sekaligus dipahami dengan baik pula oleh sekitar
Sebaliknya, orang lain lah yang justru lebih paham tentang dirinya
Atau bagi mereka yang paham akan diri sekaligus dipahami dengan baik pula oleh sekitar
Tidak ada salahnya dia bertanya pada orang lain, apa yang terjadi pada dirinya
Karena dengan bantuan sekitar, dia bisa memulai langkah kecil untuk melihat ke dalam diri,
Siapa dia sebenarnya
----
Beberapa hari lalu, saya iseng saja membuka-buka timeline stories Facebook tahun-tahun lawas. Pada salah satu status di tahun 2010, saya menemukan sebuah kalimat. Itu saya tulis sendiri--mungkin setelah saya mengalami kejadian hari itu. Tapi, saya sendiri bahkan sudah lupa kapan tepatnya itu terjadi dan bagaimana bisa terjadi.
Status tersebut menceritakan bahwa kata dosen filsafat, saya ini adalah seorang yang optimis. Sering mengharapkan hal yang mustahil, tapi pada akhirnya sering pula bisa meraihnya.
Sejenak setelah saya membaca itu, saya mencoba mengorek ingatan tapi gagal. Professor Sam, begitulah kami memanggilnya. Kata orang, filsafat itu adalah ilmu yang harus diwaspadai karena rawan akan paham-paham sekuler, liberalis, komunis hingga atheis. Meskipun mata kuliahnya filsafat, tapi beliau tetap melandaskan nilai-nilai Islam di dalamnya. Jadi, selama belajar filsafat, beliau juga sering memberikan tausiyah yang menyejukkan hati. Beliau juga memberikan referensi dari buku yang ditulisnya sendiri yaitu buku Filsafat Agama Islam. Sebagian besar materi yang diajarkan memang mengajak kami untuk menyelami peradaban dan perkembangan Islam.
Kembali soal ucapan beliau. Saya berkaca lagi pada diri. Coba mengukur sendiri, apa iya saya memang seperti yang ditebak oleh beliau? Lalu, saya pun mengiyakan. Tapi, saya tidak selalu seperti itu. Bukan berarti kadang optimis kadang pesimis. Ini hanya soal penempatan sikap, apakah saya harus benar-benar optimis ataukah mengurangi sedikit sikap tersebut untuk menyisakan ruang bagi rasa pahit. Semata-mata itu untuk proses introspeksi diri.
Mungkin tepatnya bukan sering. Kadang-kadang saja. Terkadang, saya bisa menjadi seseorang yang optimis. Saya selalu tertantang oleh hal-hal mustahil, mulai dari yang kecil dan bisa saya tangani sendiri sampai pada hal yang harus melibatkan harapan pada kuasa Tuhan.
Semakin ke sini, saya jadi berpikir kembali. Terlalu optimis juga tidak baik. Jadi, ada kalanya saya sadar diri. Apa yang saya harapkan, harus ditunjang dengan usaha yang maksimal. Bukan hanya mengandalkan harapan apalagi angan-angan.
Setelah banyak pengalaman dilalui, saya kadang berpikir lagi. When people made a positive judgment, saya anggap itu sebagai doa untuk diri saya juga dirinya. Bukan berarti kita menuruti apa kata orang lain. Mungkin, kita juga bisa memenangkan apa yang dipikirkan orang lain atas kita.
Jika ada orang baik yang menilai saya baik, mudah-mudahan itu menjadi doa agar saya sungguh-sungguh menjadi orang baik
Jika ada orang baik yang menilai saya optimis, mudah-mudahan itu bisa menjadi doa agar saya semangat dalam menghadapi segala ketidakpastian dalam hidup.
Bukankah hidup terdiri dari rangkaian misteri?
Misteri itu adalah sebuah tantangan yang perlu dikupas satu per satu.
Tidak ada salahnya jika kita mencoba optimis pada ketidakpastian di sekitar kita
Dengan begitu, saya pikir, saya bisa lebih giat berusaha agar doa-doa itu bisa terwujud
Setidaknya usaha itulah yang saya sebut sebagai bentuk optimis
Karena tidak ada yang tak mungkin, jika Tuhan telah berkehendak
Kun Fayakun!
Itu yang saya pikirkan.
Namun...
Kalaupun kenyataan ternyata tak sesuai harapan
Saya tidak perlu mengendurkan semangat
Dengan optimis versi ini
Setidaknya, saya memiliki keyakinan
Yakin bahwa rencana Tuhan jauh lebih indah daripada apa yang telah terjadi sebelumnya
Hanya soal waktu
Hal mustahil itu pasti akan terungkap
Namun...
Kalaupun kenyataan ternyata tak sesuai harapan
Saya tidak perlu mengendurkan semangat
Dengan optimis versi ini
Setidaknya, saya memiliki keyakinan
Yakin bahwa rencana Tuhan jauh lebih indah daripada apa yang telah terjadi sebelumnya
Hanya soal waktu
Hal mustahil itu pasti akan terungkap
biasanya kalo punya sesuatu yang kita inginkan, tubuh kita akan otomatis berubah, menjadi lebih agresif dan optimis. berusaha untuk mencapai usaha tersebut.
ReplyDeleteHehe iya ya mbak :)
Deleteyang penting bisa kontrol diri biar nggak bablas hehe.
This comment has been removed by the author.
Delete