Oleh:
Yanuarty Paresma Wahyuningsih, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Malang,
Minggu, 5
September 2021
Apakah kita sering mengkritik diri
habis-habisan seolah telah melakukan suatu kesalahan yang fatal? Tampaknya itu
adalah segelintir tanda bahwa inner
critic atau kritik batin sedang menyerang diri kita. Inner critic muncul dalam wujud yang variatif namun tanda yang
paling umum kita alami adalah kita kerap menghujani diri sendiri dengan pesan
atau kalimat negatif yang bisa menyebabkan kepercayaan diri maupun harga diri
kita jatuh.
Betapa kejam ketika kita mampu
menghalau bahkan mengabaikan kritikan tajam dari orang lain namun tidak bisa
mengendalikan kritikan yang bersumber dari dalam diri sendiri. Berkaitan dengan
ini, Hal Stone dan Sidra Stone (1994) mengemukakan bahwa inner critic atau kritik batin sebenarnya memiliki fungsi yaitu mencegah
diri dari rasa malu dan rasa sakit. Namun di dalam perkembangannya, rasa malu
dan sakit (pain) dipandang sebagai
sesuatu yang negatif dan tidak boleh terjadi padahal kenyataannya perasaan
tersebut adalah bagian dari suasana hati
atau akibat dari suatu peristiwa yang dialami oleh siapapun selama masih
dalam batas yang wajar (tidak berlebihan).
Proses perkembangan dari kritik batin
ini dapat diamati sejak masa pertumbuhan di usia anak dan berkaitan dengan
pengasuhan orangtua. Dalam proses pertumbuhan anak, orangtua kerap menuntut dan
mengajar anak-anak mereka agar berperilaku dan berpenampilan baik menurut ekspektasi
orangtua ataupun standar sosial yang dianut oleh sebagian besar orang di
lingkungan mereka. Dengan demikian, para orangtua meyakini bahwa apabila
anak-anak selalu menunjukkan sikap dan penampilan yang baik dan sesuai
ekspektasi orangtua maka anak akan tumbuh menjadi seseorang yang berhasil di
dunia, di manapun itu baik di rumah, di tempat kerja maupun di lingkungan
sosialnya. Hal ini menyebabkan orangtua begitu gigih untuk mengawasi,
mencari-cari kesalahan dan memberi penilaian yang tidak tepat terhadap anak
kemudian bersikeras menuntut anak untuk memperbaiki kesalahannya (Stone &
Stone, 1994).
Obsesi orangtua yang menginginkan
anaknya tumbuh menjadi orang hebat dan mampu memenuhi segala ekspektasi mereka,
hal ini justru dapat membuat anak menjadi tertekan. Orangtua merasa mendapatkan
kenyamanan apabila anak mereka tidak melakukan kesalahan namun hal ini tentu
saja melawan kecenderungan respon alami anak yang lama-kelamaan bisa terbawa
hingga di masa dewasa. Orangtua tidak senang saat anak mereka melakukan sesuatu
yang dianggap salah namun sikap orangtua yang demikian bisa membuat anak tumbuh
menjadi pribadi yang selalu merasa kurang. Kritik batin ini bisa tumbuh dengan
cara membuat sang anak mengembangkan perasaan ingin selalu merasa diterima dan
disukai orang lain. Ketika mereka berbuat salah atau tidak dapat memenuhi
ekspektasi diri sendiri maupun orang lain maka mereka dapat merasa bersalah,
gagal dan ditolak.
Earley dan Weiss (2013)
mengidentifikasi bahwa terdapat 7 (tujuh) jenis Kritik batin antara lain; [1] The Perfectionist ; [2] The Inner Controller ; [3] The Taskmaster ; [4] The Underminer ; [5] The Destroyer ; [6] The Guilt Tripper; dan, [7] The
Molder. Mari kita bahas satu per satu ya.
[1] The Perfectionist. Kritik
batin berbentuk The Perfectionist ini
mencoba membuat seseorang melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Individu
dengan kritik batin jenis ini memiliki standar yang sangat tinggi baik dalam
hal performa, produktivitas maupun perilaku. Jika orang tersebut gagal memenuhi
standar yang telah ditetapkan, maka kritik diri si perfeksionis ini menyerang
dengan mengatakan bahwa perilaku atau apapun yang kita kerjakan tidak cukup
baik sehingga menyebabkan individu tersebut sulit untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaannya. Tidak jarang, tipe orang dengan kritik diri Perfeksionis
juga tampak merasa sulit memulai sesuatu, tidak tahu ingin memulai dari mana
dan takut jika hasilnya tidak sesuai ekspektasi yang bisa membuat mereka gagal.
[2] The Inner Controller. Kritik
batin dengan jenis The Inner Controller atau
Pengendali Batin ini dicirikan pada individu yang kerap berusaha mengendalikan
perilakunya yang impulsif seperti mudah marah, makan secara berlebihan atau
lainnya. Kritik diri dalam bentuk pengendali batin ini muncul dengan cara
memperlakukan individu setelah melakukan sesuatu yang impulsive.
[3] The Taskmaster. Seseorang
dengan kritik batin jenis Taskmaster ini
tampak pada hasratnya untuk terus bekerja terlalu keras agar mencapai
keberhasilan. Alih-alih memberikan motivasi, kritik batin jenis ini justru
dapat menekan dan menghakimi bahwa individu tersebut adalah pribadi yang
pemalas, tidak kompeten dan bodoh. Akibatnya, orang dengan kritik batin jenis
ini juga kerap terlibat dalam pertengkaran dengan diri sendiri maupun orang
lain dan sering menunda-nunda sebagai cara untuk menghindari pekerjaan yang
membuatnya tidak nyaman.
[4] The Underminer. Individu
yang memiliki kritik batin jenis Underminer
ini kerap merasa tidak percaya diri dan tidak berharga sehingga cenderung
enggan mengambil risiko atau melakukan suatu pekerjaan karena menganggap
pekerjaan tersebut hanya akan berakhir dengan kegagalan. Kritik batin seperti
ini menyerang dengan cara memberi tahu individu bahwa dia tidak berharga.
Akibatnya, orang tersebut cenderung sering takut mengambil keputusan termasuk
keputusan yang besar dan mencegah diri melakukan sesuatu agar terhindar dari
penolakan dan ancaman. Jika dibiarkan, hal ini bisa menyebabkan seseorang tidak
bisa mengembangkan diri dan potensinya secara maksimal.
[5] The Destroyer. Kritik
batin jenis ini menyerang harga diri seseorang dari yang paling dasar.
Seseorang dengan kritik batin ini cenderung kerap merasa malu dan enggan
melakukan apapun. Selain itu, kritik batin ini bisa menghancurkan vitalitas,
kreativitas dan membunuh keinginan atau motivasi seseorang.
[6] The Guilt Tripper. Kritik
batin ini menyerang seseorang disebabkan oleh tindakan tertentu yang dilakukan
atau tidak dilakukan pada masa lalu yang diduga membahayakan orang lain
terutama orang yang dicintai. Kritik batin ini membuat seseorang merasa
bersalah, tidak bernilai dan sulit memaafkan diri sendiri akibat perilaku
tertentu yang dianggap tidak dapat diterima.
[7] The Molder.
Seseorang cenderung berusaha menyesuaikan dirinya terhadap standar masyarakat
atau bertindak dengan cara tertentu berdasarkan budaya atau adat-istiadat.
Kritik batin ini menyerang seseorang ketika bertindak tidak sesuai dengan
standar yang berlaku dan memuji ketika melakukannya. Kritik batin ini menekan
seseorang untuk terus melakukan standar-standar tersebut setiap saat karena
jika mereka tidak mematuhi atau mengikutinya maka mereka akan mengkritik diri
habis-habisan bahwa mereka tidak akan diterima oleh lingkungan.
Setelah membaca ketujuh tipe inner critic di atas, manakah yang relate dengan diri kita saat ini? Apapun
itu, yuk belajar perlahan untuk memulihkannya. Bagaimana cara meredakan dan
berdamai dengan inner critic
tersebut? Kita akan bahas pada postingan artikel berikutnya di hari lain ya.
Referensi:
Stone, H., & Stone,
S. (1993). Embracing Your Inner Critic: Turning
Self-Criticism into a Creative Asset. New York: Delos, Inc.
Earley, J., & Weiss,
B. (2013). Freedom from Your Inner
Critic: A Self-Therapy Approach. Louisville, Colorado: Sounds True.
https://www.voicedialogueinternational.com/articles/The_Inner_Critic.pdf
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.