Sunday, July 28, 2013

MELIHAT WAJAH SAAT BERJABATAN TANGAN ITU PENTING

Tiga setengah tahun saya meninggalkan tanah kelahiran menuju Malang. Sepulangnya ke sini, saya seperti tidak punya teman bermain lagi seperti waktu kecil dulu. Ketika kecil dulu, kami semua selalu bermain bersama. Tapi, setelah satu per satu dari kami (anak-anak BSP) sudah ada yang bekerja bahkan ada pula yang bersuami, hubungan itu terasa hambar. Apalagi, saya sekarang sudah tak seperti dulu lagi alias jarang sekali keluar rumah, kecuali kerja atau hal penting lain.



Di kompleks ini, semua teman bermain masa kecil saya menghilang satu per satu, melanglang buana ke beberapa titik kota metropolitan. Saat usai kuliah dan sekembalinya saya ke sini, satu-satunya teman kecil sekaligus sahabat yang kental dan masih akrab hingga sekarang adalah Uci. Beliau sebenarnya jauh lebih tua dari saya. Hanya saja, karena fisiknya lebih kecil karena mengalami gangguan fisik sejak kecil, maka kesannya saya yang lebih tua dari dia. Uci adalah satu-satunya sahabat kecil yang saya miliki di kompleks ini. Rumah kami satu blok, hanya berjarak sekitar 6 rumah dari rumah saya. Bukan hanya kami yang bersahabat, melainkan kedua orangtua kami juga demikian. Seringkali, kami menyambangi rumah masing-masing. Dan, mamanya Uci (saya panggil Budhe), beliau justru paling rajin bersilaturahmi ke rumah saya, kira-kira dalam sebulan minimal lima kali. Keperluannya macam-macam, mulai dari mengantarkan makanan sampai minta daun salam (di rumah saya punya pohon salam, pionir pohon salam di kota Parepare ini).

Tadi, saat salat berjamaah di masjid, di samping saya duduk salah satu teman bermain saya waktu kecil. Perawakannya memang demikian. Kami juga memang tidak begitu akrab karena rumah kami dari ujung ke ujung, sangat jauh, tapi kami kadang bermain bersama saat kecil. Entah kenapa, saat berjabatan tangan dengannya selepas salat Isya dan Witir, dia tetap tidak mau menolehkan wajahnya ke arah saya. Saya beri senyum tapi kalau orang lain bilang mungkin percuma karena senyum yang kita beri boro-boro dia lihat, menoleh pun tidak.

Saya jadi berpikir, memang sejak kecil, ada beberapa anak/teman bermain yang tidak menyukai karakter saya yang lebih pendiam dari yang lain. Dan, salah satu orang tersebut adalah dia. Waktu kecil, saya pernah diejek dia lantaran tiap sore saya dapat tugas membuang sampah ke tempat pembuangan akhir ( kini daerahnya sudah tersulap menjadi masjid ). Saya membatin, mungkin saya punya salah menurut dia, yaitu kurang supel. Tapi itu dulu dan sekarang saya sudah tidak lagi seperti itu.

Lupakan saja masa lalu itu. Saya melihat memang ada beberapa orang yang memilih teman karena "selevel" dan ada pula yang karena faktor kenyamanan serta kepercayaan.

Heum, saya juga bertanya-tanya, sejak usai kuliah di psikologi, saya jadi semakin sensitif dengan perilaku orang lain. Adaaa saja yang saya observasi. Kalau mengacu pada kejadian tadi di mana dia enggan menoleh ke arah saya, saya sudah memaafkan. Saya yakin, dia itu orangnya baik dan mungkin saja dia memang seperti itu (meski berbeda sekali dari yang dulu).

Saya berharap, saya bisa lebih ramah lagi, tetap memberi senyum sekalipun dia atau yang lain tidak membalas atau bahkan membalas dengan senyum sinis. Persaudaraan itu indah jika kita mau menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain.

2 comments:

  1. sukurnya sy bisa berteman dg siapa sj, gak pake milih2, gak lihat level dll. ini sekedar berteman loh ya. kalo bersahabat, lain lagi.
    sy juga pernah tuh berjabat tangan dg orang sini, eh mukanya malah gak ngeliat muka sy. bete banget rasanya. apa karena sy lebih gagah dan muda dari dia, atau dia lebih tinggi levelnya. biasanya begitu seh

    ReplyDelete
    Replies
    1. yap SE TU JU. klo berteman gak perlu liat background apalagi levelnya Mas, tapi mmg saat ini masih byk yg sperti itu.

      wah trnyata senasib hehe, iya sih bete tp mau gmn lg, drpd dongkol, lbih baik berusaha buat berprasangka baik aja sama tuh org, lgpula msih byk yg lebih bs nerima kita apa adanya

      Delete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.