Tuesday, July 30, 2013

RINDU N 2254 BR

DSC04838mio hitam ini adalah hadiah dari Bapak saat memasuki semester dua kuliah dulu, sekitar tahun 2008. Begitu banyak kenangan yang saya lalui bersama si Mio yang kadang saya sebut “Yomi” ini.

Semester pertama dulu saya masih nebeng di rumah tante yang letaknya sekitar dua kilo di belakang kampus. Waktu belum bisa naik motor, saya sering nebeng Pak Lek atau Pakdhe kalau berangkat pagi. Kalau kuliah siang, biasanya saya jalan kaki melewati jalan pintas persawahan yang letaknya di belakang rumah Bulek. Angkot yang lewat itu berjadwal dan susaaaah banget. Pernah saya sampai telat gara-gara musim hujan, jalanan sawah becek dan gak bisa dilewati, angkot cuma lewat sampai jam 8 dan tidak ada Mas Ipul (suami Mbak saya/anak dari Pakdhe) yang biasa saya tebengi juga. Saya sampai kesal.

Serba salah. Mau balik tinggal di Sawojajar, kejauhan dari kampus dan harus ngoper angkot dua kali kalau mau cepat sampai. Tinggal di rumah Bulek pun sama susahnya. Alhasil, tidak lama kemudian, Bapak pulang ke Malang dan membelikan saya mio ini. Tadinya saya disuruh memilih warna. Saya maunya warna putih atau hijau, tapi kata teman saya lebih baik warna hitam saja karena kalau kelak mau dijual lagi, harganya gak jatuh-jatuh amat. Akhirnya, datanglah si mio ini pada saya.

Awal semester dua, saya belum berani bawa motor itu meski sudah diantar oleh Om saya dari Sawojajar ke Karangploso. Kadang, saya minta bantuan Mas Ipul atau Mbak Eka buat ngantar saya kalau tidak repot. Barulah saat semester tiga menjelang empat, saya berani membawa mio ke kampus. Untungnya daerah belakang kampus tidaklah ramai sehingga saya nyaman saja membawanya.

Selain menemani saya kuliah, si Yomi juga banyak membawa kenangan manis plus pahit lainnya. Apa saja kenangan itu? Ini dia:

  • Sewaktu sepupu saya yang juga nebeng di rumah Bulek punya masalah dan harus “terpaksa” kembali ke Sawojajar, pertama kali itu juga saya memberanikan diri membawa Yomi ke jalan besar. Waktu itu, saya dan sepupu saya singgah ke Pasar Besar, nemenin saya untuk membeli keperluan kampus. Setelah itu, baru lanjut ke Sawojajar, malam-malam, mana saya lupa menyalakan lampu sorot, untungnya tidak ada polisi. Saya baru menyadarinya saat singgah membeli martabak di daerah Ranugrati. hehehe… maklum, baru pertama.
  • Saat saya mulai ngontrak, Yomi sering banget dipinjam sama teman aktivis rohis untuk ini itu, walau sudah disarankan untuk tidak dipinjamkan, tapi kadang saya juga meminjamkannya kalau memang teman-teman ada keperluan mendesak tapi cuma satu hari saja.
  • Yomi juga pernah menemani saya bolak-balik Malang-Batu untuk praktikum, ke daerah Payung untuk reunian KKN, pernah saya bawa ke Lawang (daerah yang saya takuti karena terlalu crowded) untuk kerja tugas kelompok.
  • Yomi juga pernah menemani saya untuk hunting penelitian skripsi ke daerah Lang-Lang, Arjosari dan Singosari sampai hujan-hujanan (Ini daerah ramai yang juga saya sering was-was kalau sendirian nyetir ke sana).
  • Yomi juga pernah kecelakaan, menyisakan tato alami alias goresan bekas kecelakaan di tangan dan kaki saya akibat terseret sekitar tiga meter.

Yaah… masih banyak kenangan yang saya lalui bersama si mio. Saya juga ingat sekali sering hujan-hujanan sama teman saya Uun saat pergi berdua naik si mio dan saya juga pernah kecelakaan saat hendak pergi ke masjid untuk ikut kajian keislaman bersama Miaw.

Yomi adalah benda yang paling rajin saya rawat. Karena dulu-dulu di Malang sering hujan, jadi hampir tiap hari saya selalu mencuci atau sekadar mengelapnya. Saya paling tidak suka kalau berangkat kuliah dengan motor yang kotor walaupun hanya berdebu. Mio juga rajin saya service. Semenjak bannya sering bocor tiba-tiba dan semenjak kecelakaan yang berhasil membengkokkan T-nya, saya sering memerhatikan kondisinya. Kalau sudah waktunya ganti oli, ya ganti… kalau waktunya ganti busi, saya nurut, kalau suaranya ngik-ngik, saya ganti filternya dan semuanya.

Sekarang, Yomi bukan milik saya lagi. Saat saya hendak pulang ke Parepare, Bulek membeli Yomi untuk Vika, adik sepupu saya yang waktu itu masih SMP. Karena sekolahnya cukup jauh, jadi membutuhkan motor agar lebih cepat. Walaupun berat, Mama pun menjualnya. Sekarang, Yomi ada di rumah Bulek. Saya jadi tidak tahu bagaimana kondisinya sekarang. Mungkin, tidak akan ada orang yang bisa merawatnya serajin saya.

Walau Yomi hanya benda mati, tapi saya percaya, saya akan bertemu Yomi lagi di akhirat kelak, insyaAllah. Yomi sudah berjasa buat banyak orang, kalau saja dia itu manusia, mungkin saya sudah memilih dia sebagai jodoh saya hehehe (ngaco lagi)  Open-mouthed smile 

Saya rindu sekali pada si N 2554 BR. Semoga dia selalu berada di tangan orang yang tepat dan bisa membawa berkah untuk siapapun yang akan memiliki dia selanjutnya.

 

1 comment:

  1. hehe.. Yomi udah dibeli sama sepupu dan ga mungkin lg klo saya beli kembali

    ReplyDelete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.