"Nak, jangan main perosotan, ntar jatuh!"
"Dek, jangan main lumpur, ntar kotor looh!"
Hayo, siapa sih orangtua yang nggak pernah nyeru kayak kalimat di atas? Hampir semua orangtua pasti khawatir saat anaknya mulai aktif. Dikit-dikit, dilarang, dikit-dikit nggak boleh, rupanya hal ini nggak dibenarkan dalam psikologi. Melarang anak untuk bermain itu bisa menjadi kesalahan fatal. Kenapa? Karena bermain itu ternyata punya banyak manfaat bagi tumbuh-kembang sang anak itu sendiri.
Bermain adalah salah satu kebutuhan anak yang harus dieksplor. Bermain memiliki banyak manfaat. Bukan hanya bagi usia anak, tapi juga bagi remaja hingga orang dewasa. Hohoo...
saat belajar di kelas Psikologi Bermain, saya tercengang waktu presentasi bahan sendiri. "Woo, orang dewasa juga butuh bermain ya?" Saya baru ngeh, orang dewasa pun butuh refreshing, butuh bermain, tapi biasanya permainannya berbeda dari mainan usia anak, nggak jarang juga masih ada orang dewasa yang suka bermain boneka atau mobil-mobilan layaknya waktu kanak-kanak. Hal itu tidak menjadi masalah dan bukan berarti menjadi tumpuan dasar buat nge-judge orang itu childish loh ya!
Nah, ini nih artikel dari hasil tugas presentasi kami dulu tentang Manfaat Bermain Dari Perspektif Psikologi. Semoga bermanfaat :)
Elizabeth B. Hurlock, salah seorang pakar perkembangan anak, menuliskan dalam buku “child development” ada 11 manfaat yang dapat diraih dari kegiatan bermain bagi anak, yaitu:
1. Perkembangan fisik
Ketika seorang anak bermain, misalnya bermain permainan tradisional “gobak sodor”, maka akan terjadi koordinasi gerakan otot, terutama otot-otot tungkai dan otot-otot gerakan bola mata. Sehingga otot-otot ini terlatih dan berkembang dengan baik.
Selain itu, bermain juga berfungsi untuk menyalurkan energi yang berlebihan pada anak, yang bila terus terpendam akan membuat anak tegang, gelisah dan mudah
tersinggung.
2. Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam
Seringkali, seorang anak berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang tidak menyenangkan, termasuk pembatasan lingkungan atas perilaku mereka, yang secara tidak sadar menimbulkan ketegangan dalam dirinya. Ketegangan ini berkurang ketika anak bermain.
Aturan-aturan ketat yang mesti ditaati di rumah, misalnya jadwal belajar anak, seringkali membuat anak merasa terkekang. Jika tidak ada komunikasi yang baik antara anak dan orangtua, maka kondisi ini akan terus membebani sang anak.
Para orangtua dapat memperbaiki kondisi ini dengan terus membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anaknya, mendengarkan keluhan-keluhan mereka, bukan menceramahi. Selain itu, anak pun perlu diberikan kesempatan yang cukup untuk beristirahat (bermain) pada waktu yang telah disepakati bersama. Sebab kita sama-sama mengetahui bahwa terlalu mengekang seorang anak, sama buruknya dengan memberikan kebebasan yang tanpa batas.
3. Dorongan berkomunikasi
Seorang anak memiliki kesempatan berlatih komunikasi melalui sebuah permainan. Mereka belajar mengungkapkan ide-ide serta memberikan pemahaman pada teman-teman sepermainannya tentang aturan dan teknis permainan yang akan dilakukan, sehingga permainan dapat berlangsung berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh para peserta, melalui penyampaian pesan yang efektif dan dimengerti antar peserta permainan.
4. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan
Ada begitu banyak keingingan dan kebutuhan anak yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain, seringkali bisa diwujudkan melalui kegiatan bermain. Seorang anak, bisa menjadi siapapun yang ia inginkan ketika bermain. Ia mampu mewujudkan keinginannya menjadi seorang dokter, tentara maupun seorang pemimpin pasukan perang-perangan, yang mustahil mereka wujudkan dalam kehidupan nyata.
5. Sumber belajar
Melalui bermain, seorang anak dapat mempelajari banyak hal, yang tidak selalu mereka peroleh di institusi pendidikan formal. Mereka belajar tentang arti bekerjasama, sportifitas, menyenangkannya sebuah kemenangan maupun kesedihan ketika mengalami kekalahan. Semakin beragam media permainan serta banyaknya variasi kegiatan, maka akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalaman baru yang mereka terima. Hal ini dapat difasilitasi oleh para orang tua dengan cara memasukkan unsur pengetahuan populer dalam permaianan anak. Bermain sambil belajar akan memberikan dua manfaat sekaligus pada anak; yaitu kesenangan, serta kecintaan terhadap ilmu pengetahuan sejak dini.
6. Rangsangan bagi kreatifitas
Ketika anak-anak bermain, mereka kerap merasakan adanya kejenuhan ataupun rasa bosan. Pada saat seperti inilah mereka biasanya mencoba melakukan sebuah variasi permainan. Disini mereka belajar untuk mengembangkan daya kreatifitas dan imajinasinya. Ide-ide spontan yang dikemukakan oleh seorang anak, dan jika kemudian diterima oleh teman sepermainannya, akan menimbulkan adanya rasa penghargaan dari lingkungan serta menjadi motivasi munculnya ide-ide kreatif yang lain. Permainan pun akan kembali terasa menyenangkan.
7. Perkembangan wawasan diri
Melalui bermain, seorang anak dapat mengetahui kemampuan teman-teman sepermainannya, kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang ia miliki. Hal ini memungkinkan terbangunnya konsep diri yang lebih jelas dan pasti. Ia akan berusaha meningkatkan kemampuannya, jika ternyata ia jauh tertinggal dibandingkan teman-teman sepermainannya. Hal ini menjadi faktor pendorong yang sehat dalam pengembangan diri seorang anak.
8. Belajar bermasyarakat
Bersosialisasi dengan teman-teman sebaya merupakan hal penting yang perlu dilakukan oleh anak juga remaja. Kegiatan bermain menjadikan proses bersosialisasi tersebut terbangun dengan cara yang wajar dan menyenangkan. Tidak jarang timbul beberapa masalah ketika bermain. Mereka belajar untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang timbul dalam sebuah permainan secara bersama-sama. Disini hubungan sosial diantara mereka terbangun.
9. Standar moral
Meskipun dalam lingkungan keluarga maupun sekolah, anak telah diajarkan tentang hal-hal yang dianggap baik dan buruk dalam hidup bermasyarakat, namun tidak ada standar moral yang lebih teguh selain dalam kelompok bermain. Kecurangan dan sikap tidak sportif yang ditunjukkan oleh seorang anak maupun remaja dalam sebuah permainan, tidak jarang menyebabkan lahirnya sanksi sosial yang membuatnya jera. Disini, ia belajar untuk selalu mematuhi standar moral yang telah disepakati oleh kelompok bermainnya.
10. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan
Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, anak dan remaja belajar bekerja sama, murah hati, sportif dan disukai orang.
MANFAAT PERMAINAN PADA USIA ANAK & REMAJA
Beberapa manfaat dari bermain untuk mengoptimalkan perkembangan anak dan remaja, di antaranya yaitu:
- Learning by planning. Bermain, khususnya bagi anak dapat menyeimbangkan motorik kasar seperti berlari, melompat atau duduk, serta motorik halus seperti menulis, menyusun gambar atau balok, menggunting dan lain-lain. Keseimbangan motorik kasar dan halus akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak. Secara tidak langsung, permainan merupakan perencanaan psikologis bagi anak untuk mencapai kematangan dan keseimbangan di masa perkembangannya
- Mengembangkan otak kanan. Dalam beberapa kondisi belajar formal, seringkali kinerja otak kanan tidak optimal. Melalui permainan, fungsi kerja otak kanan dapat dioptimalkan karena bermain dengan teman sebaya seringkali menimbulkan keceriaan bahkan pertengkaran. Hal ini sangat berguna untuk menguji kemampuan diri remaja dalam menghadapi teman sebaya, serta mengembangkan perasaan realistis remaja akan dirinya. Artinya, ia dapat merasakan hal-hal yang dirasa nyaman dan tidak nyaman pada dirinya dan terhadap lingkungannya, serta dapat mengembangkan penilaian secara objektif dan subjektif atas dirinya.
- Mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak dan remaja. Bermain dapat menjadi sarana anak untuk belajar menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial. Dalam permainan anak berhadapan dengan berbagai karakter yang berbeda, sifat dan cara berbicara yang berbeda pula, sehingga ia dapat mulai mengenal heterogenitas dan mulai memahaminya sebagai unsur penting dalam permainan. Anak juga dapat mempelajari arti penting nilai keberhasilan pribadi dalam kelompok serta belajar menghadapi ketakutan, penolakan, juga nilai baik dan buruk yang akan memperkaya pengalaman emosinya. Dengan kata lain, bermain membuat dunianya lebih berwarna, perasaan kesal, marah, kecewa, sedih, senang, bahagia akan secara komplit ia rasakan dalam permainan. Hal ini akan menjadi pengalaman emosional sekaligus belajar mencari solusi untuk menanggulangi perasaan-perasaan tersebut di kemudian hari.
- Belajar memahami nilai memberi dan menerima. Bermain bersama teman sebayanya bisa membuat anak dan remaja belajar memberi dan berbagi, serta belajar memahami nilai take and give dalam kehidupannya. Melalui permainan, nilai-nilai sedekah dalam bentuk sederhana bisa diterapkan. Misalnya berbagi makanan atau minuman ketika bermain, saling meminjam mainan atau menolong teman yang kesulitan. Anak juga akan belajar menghargai pemberian orang lain sekali pun ia tidak menyukainya, menerima kebaikan dan perhatian teman-temannya. Proses belajar seperti ini tidak akan diperolah anak dengan bermain mekanis/pasif, karena lawan atau teman bermainnya adalah benda mati.
- Sebagai ajang untuk berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri (self confidence), mempercayai orang lain (trust to people), kemampuan bernegosiasi (negotiation ability) dan memecahkan masalah (problem solving). Ragam permainan dapat mengasah kemampuan bersosialisasi, kemampuan bernegosiasi, serta memupuk kepercayaan diri anak untuk diakui di lingkungan sosialnya. Anak juga akan belajar menghargai dan mempercayai orang lain, sehingga timbul rasa aman dan nyaman ketika bermain. Rasa percaya diri dan kepercayaan terhadap orang lain dapat menimbulkan efek positif pada diri anak, ia akan lebih mudah belajar memecahkan masalah karena merasa mendapat dukungan sekalipun dalam kondisi tertentu ia berhadapan dengan masalah dalam lingkungan bermainnya. Reamonn O Donnchadha dalam buku The Confident Child menyatakan bahwa “Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah.” Kepercayaan merupakan modal dalam membina sebuah hubungan, termasuk hubungan pertemanan. Kepercayaan juga dapat menjadi motivasi untuk memecahkan masalah karena tanpa itu masalah tidak akan pernah benar-benar selesai dan sebuah hubungan menjadi tidak langgeng.
Fungsi Terapeutik Bermain
Bermain dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik. Proses belajar anak justru sebaiknya dilakukan melalui metode bermain dan dengan alat-alat permainan. Namun hal ini hendaknya tidak disalah artikan dengan istilah "main-main". Proses belajar dapat merupakan proses yang sangat membosankan untuk dikerjakan oleh anak-anak maupun remaja, sedangkan mereka biasanya lebih tertarik dengan permainan. Karena, proses bermain dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi, khususnya bagi anak-anak. Melalui bermain anak-anak belajar berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya, lingkungan sosialnya serta dengan dirinya sendiri. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami lingkungan alam dan sekitarnya. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. Melalui bermain anak-anak mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya.
Bermain merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Keberatan orang tua terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan kreativitas anak untuk mengenal dirinya sendiri sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses bermain anak perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya. Anak-anak yang cenderung menyendiri sebaiknya tidak dibiarakan untuk terlalu sibuk dengan "solitary play". Sebaliknya mereka sebaiknya diarahkan untuk lebih aktif dalam permainan kelompok (social game). Mereka yang kurang mampu untuk berkonsentrasi dapat diberikan berbagai jenis permainan yang lebih terarah pada pemusatan perhatian seperti mengkonstruksi suatu benda tertentu. Anak-anak yang kurang mampu untuk mengekspressikan diri secara verbal dapat dibina untuk mengembangkan bakat kreatifnya melalui media misalnya menggambar. Namun pendidik juga selayaknya membimbing anak dalam mengekspressikan imajinasi serta fantasinya ke dalam bentuk gambaran yang konkrit dan tidak membiarkan anak-anak berfantasi tanpa arah yang jelas; karena hal ini dapat mengakibatkan konfabulasi dalam proses berpikir anak.
Demikian banyak hal yang dapat dikembangkan melalui proses bermain bagi kesejahteraan pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Orang tua hendaknya tidak bersikap anti-pati terhadap proses bermain, karena dalam proses bermain terkandung proses belajar, dan dalam proses belajar anak terkandung unsur terapeutik bagi anak dan remaja agar lebih tangguh dalam menghadapi lingkungan hidup mereka di kalangan masyarakat luas, kelompok sebayanya maupun lingkungan hidupnya secara umum.
wuah wuah ada blog psikolog. Menarik banget nih.
ReplyDeleteBtw tolong bahas topik berbau tes psikotes dunk
Lumayan buat tes2 psikotes
btw, barusan aku tes DISC loh
http://genrambai.blogspot.com/2013/11/berkarakter-ganda.html
salam kenal
salam kenal juga Rizka :)
ReplyDeleteeum kalo bahas pengantar tesnya sih gak masalah, tp utk nampilin keseluruhan tesnya tidak diperbolehkan, lagipula banyak banget krn ada buku manual dan lembar jawabannya. ada kode etiknya. tes-tes psikologi yg "benar-benar asli, valid" itu tidak dijual bebas, tidak dipublikasikan scara bebas. beda dgn tes2 psikotes yg beredar utk CPNS ato buku2 psikotes lain.
jd klo mw tes, silakan lgsung datang ke lab psikologi terdekat ya. thank you udah mampir :)
Mba boleh tau bukunya yang seperti apa? Saya mau lebih tau.. Buat skripsi saya mba.. Terimakasih
ReplyDeletecoba cari aja di gramedia atau togamas (biasanya yang paling lengkap buku psikologinya) macam2 bukunya dari berbagai macam penulis juga
Deletekak kan saya mau bahas anak remaja perlu bermain untuk kartul nah saya bingung buat latar belakang kak, boleh minta saran gak kak buat latar belakang? makasih
ReplyDelete