Monday, November 4, 2013

REMAJA GAUL ATAU REMAJA MASJID?

Saya jadi ingat, zaman SMA dulu, di masjid kompleks rumah saya masih ada kumpulan remaja masjid. Tanpa sadar, saya pun ternyata tercatat sebagai salah satu anggota di divisi "Pemberdayaan". Huehehe... :D Kaget dan speechless. Tapi, karena saat itu bertepatan dengan kenaikan kelas (saya naik kelas tiga), saya terpaksa tidak bisa meleburkan diri untuk bergabung. Bukannya sombong, tidak suka atau gimana-gimana, tapi kelas tiga SMA itu penuh dengan beragam kesibukan. Waktu itu saya ikut ekskul pengayaan untuk persiapan UN, ikut ekstrakurikuler kelas Biologi setiap hari, ikut kursus, banyak tugas praktikum dan sebagainya. Nah, rasa-rasanya tak ada waktu senggang mulai pagi hingga malam penuh kegiatan. Itupun jika ada waktu luang, ya pasti untuk shalat, makan, tidur, membersihkan diri.
Saya mulai berjilbab itu sejak duduk di bangku kelas dua semester dua SMA. Dulu, sebelum berjilbab, saya benar-benar terlihat tomboi. Tapi, untungnya, saat semua teman-teman cewek yang satu sekolah di SMP dengan saya mulai mengubah penampilan menjadi anak borjuis, rok pendek di atas lutut, baju nge-press body, pakai aksesoris berlebihan dan bla bla bla lainnya, alhamdulillah, karena saya yang memang cuek, jadi saya tetap mematuhi peraturan berpakaian yang berlaku di sekolah. Baju tetap lebar dan terkesan agak gedean dari badan saya, rok pun panjang (waktu SMA kelas satu saat belum berjilbab, saya juga memilih memakai rok panjang dengan baju lengan pendek). Sampai-sampai saya pernah dikata "cupu". Ihhh,,, biar sajalah saya dikata "cupu", yang penting saya punya prestasi, bisa membanggakan sekolah (hhehehe... yaa namanya anak remaja, tidak mau kalah ketika ada yang menyerang, hee...).Nah, ketika mulai berjilbab, saya juga belum menjadi remaja masjid, belum punya landasan pengetahuan agama yang memadai dan bisa dibilang masih labil soal agama, apalagi saya masih belajar untuk tidak lagi bolong shalatnya.

Saat kuliah, barulah saya benar-benar terjun ke organisasi rohis (organisasi keislaman LSO fakultas khusus Psikologi). Pertama bergabung, saya sampai bertanya-tanya, "Pantas nggak sih saya masuk lingkaran akhwat/ikhwan yang notabene sangat kental wawasan keislamannya dan berbudi luhur?" Bukan apa-apa. Soalnya, di semester-semester awal, saya masih seorang "Emma" yang super duper cuek (cuek pada penampilan). Jadi, di antara para senior rohis yang keseluruhannya pada berjilbab lebar, sopan dan sejuk dipandang, rasanya aneh saja jika saya yang agak tomboi dan terkesan "remaja gaul" masuk dalam lingkaran tersebut. Iya tomboi. Dulu, saya sangat suka pakai jeans, jaket dan bergo pendek atau jilbab paris yang tipis itu (waktu itu belum kepikiran nge-double paris atau pakai yang sesuai syariat). Untungnya sih, bukan hanya saya yang dandanannya seperti itu, melainkan ada beberapa.

Saya ditempatkan di divisi Study Research atau SR. Tugas utama saya adalah membuat dan menulis buletin fakultas setiap bulannya (tugas ini memang sengaja diberikan ke saya yang memang tahu kalau saya hobi menulis). Oke lah, saya terima. Saat itu saya berpikir, untung saya tidak di bagian Pengurus Inti atau yang lebih tinggi dari itu, sebab melihat "personal" saya yang masih acak-acakan, nanti takutnya mencoreng rohis itu sendiri (yaa ini sih pemikiran saya, meski orang lain tak pernah berpikir demikian).

Lambat-laun, perubahan itu mulai terjadi semenjak masuk ke LISFA (Lingkar Psikologi Asy-Syifa/ inilah rohis fakultas yang saya masuki). Sebelumnya sih, saya melihat papan reklame yang selalu dipajang di pintu belakang kampus. Tulisannya adalah "Penampilan Anda Adalah Cerminan Dari Kepribadian Anda". Belum lagi, saya mulai mendapat "ceramah" (baca: sindiran) dari teman-teman clique saya yang peduli akan penampilan, ditambah nasehat para dosen psikolog yang berkata, "Kita itu harus bisa menjual diri (maksudnya tampakkan bahwa kamu itu layak dihargai sebagai calon psikolog mulai dari mengubah penampilanmu menjadi lebih atraktif dan santun)." #eaaaa.... Tidak terbayang rasanya, seorang Emma yang dulunya berpenampilan nyentrik dan cuek kemudian perlahan-lahan berusaha untuk mengubah diri menjadi Emma yang baru.

Perubahan itu tentu tidak instant. Awalnya, saya pelan-pelan rajin mengenakan rok dan meninggalkan jeans. Soalnya, saat itu saya mulai sering merasa kurang nyaman jika memakai jeans yang ketat dan sering keputihan. Lalu, berlanjut pada keserasian warna pakaian. Dulu, saya ini tak peduli mau pakai baju warna cokelat, jeansnya warna biru dan jilbabnya warna hitam pun cuek-cuek saja. Setelah disemprot oleh dosen dan teman clique, saya akhirnya mulai memedulikan keserasian pakaian yang saya kenakan. Warna tabrakan memang menjadi ciri khas saya (sampai sekarang pun, saya kadang masih seperti itu, tapi khusus untuk jilbabnya, karena saya pakai gaya gradasi ala sendiri). Alhasil, saya pernah disinggung oleh dosen wali saya. "Nah, pakai baju itu jangan terlalu serasi, nanti gimanaa gitu lihatnya, jilbabnya cokelat, bajunya cokelat, rok cokelat, tas dan semuanya pun cokelat. Kan bosan lihatnya." Huaaa.... kebetulan pas kelas itu, saya pakai serba cokelat. Well, berarti saya tak harus menuruti apa permintaan teman clique saya yang musti harus serasi dari atas hingga bawah. Saya pun kembali menjadi diri sendiri, memadukan warna yang cenderung tabrakan tapi masih enak dipandang, seperti misalnya jilbab double ungu-hitam, bajunya ungu-putih kotak-kotak dan roknya hitam. Heheh.. yang penting masih nyambung, kan?

Nah, sampai akhirnya, saya benar-benar say goodbye pada jeans saya yang hanya 4 biji. Iya, selama hidup, saya cuma punya 4 biji jeans, dan selebihnya rok. Lagipula, kalau Mama kula'an belanja untuk dagangannya gitu, pasti saya selalu dibelikan rok atau gamis, karena beli jeans itu ribet ukurannya. Akhirnya, keterusan lah saya memakai rok, ketularan teman juga yang memang sangat suka pakai rok.

Remaja gaul pakai rok tapi jalannya masih seperti anak tomboi kemarin? Haha... ini juga mulai saya ubah. Tapi, ini bukan karena diomelin sama teman atau lainnya, melainkan atas inisiatif sendiri. Pelan-pelan, dari yang dulunya saya suka berjalan terlalu cepat, kemudian mulai memelankan jalan. Yang tadinya suka melangkah lebar-lebar, mulai mempersempit langkah sesuai cara perempuan santun yang berjalan. Tidak jarang juga saya melihat dan mencontoh cara akhwat-akhwat senior yang memang terkenal anggun dan santun.

Nah, setelah itu, baru deh masalah jilbab. Yang tadinya, tipis dan pendek, sekarang mulai pakai yang tebal dan dipanjangkan ke dada. Kapan hari, saya pernah berceletuk, "Pantas saja! Orang-orang akan lebih nyaman melihat penampilan kita yang santun dan sederhana." Ya, tak perlu warna-warni cerah, tak perlu aksesoris berlebih, dengan gaya berpakaian muslimah yang teduh, santun dan sederhana, akan membuat kita dan orang yang melihat kita itu sejuk matanya. Apalagi, di kampus, kami sering berinteraksi dengan ikhwan (ini benera ikhwan banget) khususnya untuk event kerohanian. Nah, laki-laki itu kan visual. Sedikit saja matanya menangkap "pemandangan aneh-aneh", maka akan terganggu pula konsentrasinya. 

Setelah mantap berjilbab, barulah saya membenahi yang lain. Mulai dari rajin mengejar pengetahuan keagamaan sana-sini, ikut halaqoh, ikut perkumpulan akhwat kontrakan dan akhwat kampus dan kegiatan-kegiatan lainnya. Saya juga mulai membenahi shalat saya. Yang tadinya tidak bisa tepat waktu, akhirnya tepat waktu, tak pernah bolong lagi, rajin berjama'ah dengan teman di kontrakan, shalat malam, puasa, dhuha, merutinkan ngaji, ngisi tilawah bergilir habis subuh di kontrakan dan masih banyak lagi. Semua perubahan itu, benar-benar membuat hati saya tentram dan bahagia lahir batin.

Begitulah sekilas metamorfosa saya dari remaja gaul menjadi remaja syar'i (insyaallah). 
---
Coba lihat potret remaja tahun 2013 ini! Lebih banyak remaja gaul atau remaja masjid-nya??? Kamu sendiri termasuk yang mana? 

Gaul di sini saya artikan lebih ekstrem lagi ya. Soalnya, fenomena sekarang, remaja itu tidak gaul kalau belum coba yang namanya "narkoba", pacaran ala-ala Barat ataupun yang sengaja nempel label Islami,  free sex, aborsi, remaja broken home dan banyak lagi.

Soal sekolah saja, mereka sudah berani menyalahi aturan. Diam-diam merokok di kamar mandi, mojok pacaran di belakang sekolah, mengunggah foto/video porno bersama pacar, terlibat masalah tawuran, suicide hanya karena baru saja ditolak oleh cowok/cewek gebetan, marah-marah dan memusuhi orangtua cuma karena tidak diberi uang jajan sampai kabur dari rumah dan memilih tinggal di rumah "pacar" (Huaaa,, NO!) dan lainnya. Bagaimana generasi Indonesia mau maju dan berprestasi kalau remajanya saja sudah "rusak" begini?!

Selain itu, remaja masjid sekarang juga semakin banyak mengundang fitnah. Ada yang mengaku remaja masjid, bagus ibadahnya, berjilbab panjang tapi kelakuan di belakang bikin dada beristighfar jutaan kali. Ada juga remaja masjid yang baik luar dalam, tapi karena ada yang iri dengan kebaikannya, malah difitnah sebagai "remaja masjid rusak". Naudzubillaah...!

So, sebenarnya siapa yang salah? 
Kalau berbicara soal kepribadian remaja, tentu tak lepas dari pengaruh pola asuh orangtua maupun pergaulan dan konformitas dengan teman-temannya. Ya, dua variabel itu yang paling sering menjadi tolak ukur penyebab (sering disalahkan). Lagi-lagi, orangtua pasti juga bilang, "Huuuh, benar ya, menjadi orangtua itu memang tidak mudah!". Memang tidak ada salahnya jika menyalahkan pola asuh keluarga. Tapi, jangan salah! Terkadang ada pula kita temui anak yang berasal dari keluarga baik-baik, alim banget, tahu-tahu terjerumus ke lembah kemaksiatan. Sekarang salah siapa? Pergaulan? Teman? Ya, bisa jadi demikian. Teman-temannya pun pasti akan berkilah, "Huee, memangnya siapa yang awalnya mau berteman sama saya? Kamu, kan! Ya, jangan bawa-bawa saya dong!" 

Daripada menyalahkan ini itu, sekarang, cobalah bertafakkur, renungi diri kita sendiri! Sudahkah kita membenahi hubungan kita dengan Allah? Sudah rutin kah kita memberi feedback untuk diri sendiri? Ke manakah komitmen kita sebagai seorang remaja? Apakah kita sudah mencari jalan keluar masalah pencarian jati diri kita? Lalu, sekarang, konsisten kah kita dengan pilihan hidup yang kita jalani? Sudah benarkah jalan yang kita pilih itu? Jangan pedulikan kritikan atau omongan orang lain dulu ya! Sekarang coba bercermin dengan diri sendiri dan tanyakan itu semua pada diri kita sendiri. Bagaimana jawabannya? Sadarkah kita sudah menyia-nyiakan potensi yang diberikan Allah pada kita untuk mengatasi masalah itu? Adakah niat kita untuk berubah menjadi insan yang baik dan lebih baik lagi ke depannya? Lalu, kenapa masih maju mundur? Kenapa masih terus berkata tapi, tapi dan tapi...? Ingat, pilihan hanya ada dua: Ya ATAU Tidak, bukan Tapi!

Tidak perlulah dulu berpikir atau berencana untuk melabeli diri sebagai remaja gaul atau remaja masjid. Sekarang, cermatilah diri kita baik-baik! Kita adalah remaja penerus bangsa. Kalau kita sering ikut-ikutan berdemo, berkata bahwa pemerintahan presiden ini itu tidak beres, banyak korupsi dan masalah lainnya. Apakah kita bisa mengubah orang lain? TIDAK! Ya, karena sekali lagi, seperti yang pernah saya tulis, sifat dalam kepribadian itu sangat sulit diubah. Jadi, semua kembalikan pada diri kita masing-masing. Siapkan tekad dan diri untuk mulai berubah dari diri sendiri dulu. Jadilah, sebaik-baiknya remaja, sehebat-hebatnya remaja dan se-sholeh-sholehahnya remaja! Jangan pedulikan anjing yang menggongong di sekitarmu. Tak usah pedulikan cibiran orang yang masuk ke telingamu! Perhatikan saja dirimu dan mulailah susun rencana untuk berubah. Talk Less Do More, begitulah slogan yang kiranya tepat. Semua itu butuh action, bukan dari orang lain, melainkan bermula dari diri sendiri. Tentu kita bangga, kan ketika mendapati diri kita sebagai remaja yang hebat, baik dan sholeh. Siapa yang akan bangga memiliki remaja seperti kita? Ya, pasti orangtua kita, teman kita, sahabat kita, bangsa kita, negara kita.

Demikian dari saya. Semangat berjuang para pemuda Indonesia. Semoga terus melahirkan remaja yang berbakti pada agama, orangtua, bangsa dan negara! Aamiin. ^__^



2 comments:

  1. Waahh.. paanjang tulisanmu. Dipecah dua bagian sepertinya lebih enak.

    ReplyDelete
  2. hmm bolehh juga tuhh
    hehehehehehe......

    ReplyDelete

Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.