“Aku harus ngelupain dia. Aku nggak mau ingat-ingat dia lagi!”
Pernah sakit hati karena suatu masalah? Seringkali, kalau curhat, teman-teman pasti nyaranin kayak kalimat di atas. Iya, apa iya? :D
Di sinetron-sinetron atau film-film apalagi, sering banget kita temuin kalimat kayak gitu. Tapi, tahukah kita? Melupakan memang merupakan cara untuk menghindari sakit hati. Tapi, cara ini justru berbahaya karena melupakan sama dengan melarikan diri dari masalah yang dihadapi cuma caranya lebih halus (Smedes, 1984).
Jadi, sebaiknya jangan menyuruh diri apalagi memaksa untuk melupakan ya. Kalau untuk memaafkan rasa sakit hati pada hal sepele yang tidak merugikan sih itu tidak apa-apa dilupakan. Tapi, melupakan masalah besar, bisa kah? Tidak. Kenapa? Karena peristiwa besar dan menyakitkan itu, biar bagaimanapun akan terekam sebagai catatan sejarah seseorang dan semakin seseorang itu berusaha melupakannya, maka hal itu akan semakin membuat otak kita pepat. Karena otak kita awalnya memang tidak ingin menampung hal menyakitkan itu. Maka, lama-kelamaan luka psikologis tersebut bukannya malah benar-benar terlupakan, tapi justru akan sering tersingkap saat kondisi kita sedang down.
Lalu, cara atau terapi terbaik untuk rasa sakit hati adalah memaafkan. Memang sih, mula-mula, rasa sakit hati itu akan menciptakan krisis pemberian maaf apalagi yang bersifat pribadi dan mendalam. Seorang suami yang tadinya percaya penuh pada sang istri, tapi istri malah mengkhianatinya, hubungan itu mungkin saja tak akan terselamatkan kecuali ada niat untuk memperbaiki kesalahan. Namun, biasanya, itu akan menjadi sulit apalagi jika dikhianati berkali-kali.
Beberapa penelitian menunjukkan memaafkan berhubungan dengan kebahagiaan psikologis (Karremans dkk, 2002), memunculkan empati dan perspective taking (Takaku, 2001). Di sisi lain, memaafkan pun menjadi terapi yang efektif pada beberapa kasus klinis seperti pelecehan seksual dalam keluarga (Freedmen dan Enright, 1996) dan aborsi (Coyle dan Enright, 1997).
Dalam dunia meditasi, memaafkan adalah kunci kebahagiaan seseorang. Memaafkan masa lalu atau segala masalah baik yang sepele hingga yang besar sekalipun adalah cerminan orang yang berjiwa besar.
Lalu, bagaimana proses memaafkan?
Dari buku Forgive and Forget: Healing The Hurts We Don’t Deserve karya Smedes, membagi 4 tahap pemberian maaf.
Nih, cocok banget buat kamu-kamu yang susah banget maafin masa lalu/rasa sakit hati atau bagi kamu yang nggak tahu harus mulai dari mana. Berikut ini tahapnya:
- Membalut sakit hati: Rasa sakit hati jangan dibiarin gitu aja tanpa ditangani soalnya lama-kelamaan akan mengendap dalam alam bawah sadar lalu ke depannya akan menggerogoti ketentraman batin. Jadi, ibarat habis jatuh terus terluka, luka itu harus dibersihin dulu pakai alkohol atau antibiotik. Begitu juga saat sakit hati, pertama-tama, redakan dulu emosi kita terhadap seseorang atau apapun yang menyakiti kita.
- Meredakan kebencian. Biasanya nih, kalau udah sakit hati banget, dongkol terus bisa jadi dendam jika dibiarkan ada terus dalam hati kita. Dendam yang merupakan akumulasi dari kebencian itu justru akan melukai si pembenci itu sendiri. Coba lihat orang yang suka dendam, pasti adaaaa aja yang dipikirin, yang direncanain, bawaannya gelisah mikirin orang yang dibenci mulu. Jadi, untuk meredakan kebencian itu, kita harus berusaha memahami alasan atau mencari tahu motif kenapa orang tersebut melukai kita dan introspeksi juga diri kita, adakah perilaku/sikap kita yang membuatnya menyakiti kita?
- Upaya penyembuhan diri sendiri. Tolong, jangan perbudak diri kita untuk selalu mengingat kesalahan orang lain pada kita! Sebaiknya, bebaskanlah pikiran dan ingatan kita terhadap semua perlakuan jahat orang tersebut. Lepaskan orang itu dari ingatan kita. Nah, melepaskan orang yang menyakiti kita itu tidak sama dengan melupakan. Melepaskan di sini maksudnya, berikan ruang kosong yang lapang pada memori kita untuk menampung rekaman-rekaman positif yang bisa bikin kita bahagia. Rekaman-rekaman positif tentang orang tersebut. Misal: “Kalau dipikir-pikir, orang jahat itu justru lebih perhatian ya daripada orang yang selalu baik sama kita. Orang jahat itu jauh lebih detil perhatiannya pada kita. Dan, tanpa orang jahat, kita nggak bakal mungkin tahu artinya introspeksi diri, kita nggak bakal tahu apa artinya kritikan, kita nggak bakal pernah tahu apa yang namanya bersabar dan pahala dari kesabaran itu.”
- Setelah itu, coba jalanlah bersama dengan orang yang pernah menyakiti kita. Ini kedengarannya sangar banget!! Hehehe… Tapi, jalan sama sahabat baik itu maaah biasa, nah ngajak jalan orang yang udah jahat sama kita itu luar biasa. Maksudnya, dengan ini kita bisa mengontrol regulasi diri kita, apakah kita sudah maafin dia, bagaimana tingkat emosi kita saat berhadapan dengannya: sudah menurun atau malah tambah panas. Walaupun mungkin, misal: suami istri yang saling berkhianat ini sudah nggak lagi bisa seperti dulu, tapi bukan berarti mereka nggak boleh berteman kan? Bukan berarti nggak boleh bertemu walau hanya sekadar menyapa atau memberi salam, kan?
Nah, proses di atas ini tentu butuh waktu. Lamanya waktu yang dibutuhkan sampai benar-benar berhasil memaafkan rasa sakit hati, pada masing-masing orang itu berbeda ya. Ada yang cepat, ada pula yang lama. Yang penting, tetap konsisten untuk mengontrol diri selama proses terapi pemaafan ini dijalankan. Jika perlu, minta salah seorang anggota keluarga atau sahabat dekat untuk mengingatkan kita pada upaya terapi ini agar lebih maksimal dan tidak memakan waktu terlalu lama.
Tapi pada prakteknya susah ya.. Kalau ikutin emosi, tuh orang yang bikin kita sakit hari dibunuh pun rasanya pengen dihidupin lagi trus dibunh lagi.. berulang ulang sampe puas..hehe..
ReplyDeletehehehe mmg ga mudah tapi bukan berarti gak bisa, semua butuh proses belajar sama aja kayak luka lecet di kaki, butuh proses pembekuan darah dulu baru kemudian ngganti kulit baru dan sembuh meski mmg rupanya gak lagi sama dgn awalnya sih
ReplyDeletesaya termasuk orang yg lama dalam menyembuhkan sakit hati :(
ReplyDeleteyang penting bersabar juga Bund, semua butuh proses
ReplyDelete