KURIKULUM
(KHAS)
Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang
menyatukan antara anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk
mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Saat ini sekolah inklusi telah
ada mulai dari tingkat TK hingga SMA, bahkan pemerintah mulai memarakkan dan
memilih salah satu sekolah negeri untuk dijadikan sekolah inklusi.
Sistem belajar pada sekolah inklusi tidak jauh
berbeda dengan sekolah regular pada umumnya. Mereka (para siswa) berada dalam
satu kelas yang idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1-6 anak berkebutuhan
khusus dengan dua guru dan satu terapis yang bertanggung jawab dibawah
koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan
khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Porsi belajar
pada anak berkebutuhan khusus lebih kecil daripada yang ‘normal’. Hal ini tidak
bertujuan untuk membatasi, melainkan kebutuhan untuk terapi.
Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu anak-anak
tersebut akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke Ruang individu untuk
mendapatkan perlakuan (bimbingan) khusus. Dengan demikian diperlukan
keberagaman metode pembelajaran agar supaya materi dapat tersampaikan secara
merata kepada semua anak didik. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa,
terlebih mereka yang berkebutuhan khusus, sudah memahami penjelasan dengan
baik. Ketika anak-anak berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi dengan
baik, sekolah pun harus siap melaksanakan program pembelajaran individual (PPI)
atau IEP (individual educational program) untuk mendampingi satu per satu anak
berkebutuhan khusus secara lebih intensif. Bentuk dari PPI atau IEP ini
disesuaikan dengan kebutuhan yang perlu dikembangkan pada anak.
PPI menetapkan tahap instruksi sekarang dari
ABK, kelemahannya dan yang terpenting, sasaran yang harus dicapai di sekolah
pada akhir tahun. Juga perlu disertakan sasaran yang bersifat perilaku,
kognitif, dan afektif atau emosional dan PPI ini harus terus direevaluasi dan
direvisi setiap tahun.PPI merupakan suatu resep mengajar dan diagnostik
berkesinambungan bagi seorang anak. Di beberapa tempat juga dituntut PPI jangka
pendek. Ini tidak perlu dibicarakan dengan orangtua, meskipun orangtua boleh
membacanya kalau menginginkannya. PPI tetap berguna bagi guru dalam merancang
sasaran jangka panjang.
Bagaimana
Dengan Penerapan Ujian?
Pendidikan bukanlah sebuah rutinitas ujian demi
ujian tanpa memandang perbedaan kemampuan setiap individu. Inti dari sebuah
pendidikan adalah memanusiakan manusia. Demikian pula ketika anak berkebutuhan
khusus dihadapkan dengan ujian sebagai hasil evaluasi. Sebagaimana dalam
tulisan diatas substansi dari pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang
seutuhnya, sehingga standart yang ditetapkan adalah sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki anak dan bentuk pelaporannya lebih banyak bersifat deskriptif.
Demikian pula ketika menyangkut ujian kelulusan, dalam hal ini UAN, mereka
perlu adanya dispensasi dengan memiliki standart khusus. Menyangkut masalah UAN
ini telah disetujui oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa bahwa anak
dengan berkebutuhan khusus tidak perlu mengikuti UAN (Julia Maria, januari
2008).
.
Model Kelas
Inklusi
Direktorat PLB (2007: 7) menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Direktorat PLB (2007: 7) menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.