Ini adalah request-an dari Mbak Icha. Ngapunten kalo postingannya telat. Kalau request-an yang ini bisa dibilang curhat gitu ya, hehe.
Beliau bertanya seperti ini:
"Bapakku adalah salah satu orang terpandang dan cukup di'orang'kan di daerah tempat lahirku. Meski pas pas an tapi bapakku mampu menyekolahkan 7 putra putrinya sampai S2.
Nah sejak awal tahun bapakku jatuh sakit yang tak kunjung sembuh, wah complicated lah, keluar masuk rumah sakit, operasi dll. Karena bapak sudah tidak bekerja maka semua biayanya di tanggung anak-anaknya.Nah selama sakit bapak selalu menangis, merasa sudah tua, merasa sudah mau (naudzubillah) mati, tapi merasa belum tuntas dalam menyelesaikan tugasnya sebagai seorang bapak. Karena kakak laki-lakiku meski sudah mapan belum menemukan jodohnya jadi blm menikah. Aku (satu-satunya sisa anak perempuan) sudah punya pacar tapi belum juga dilamar karena masih banyak hal yang membuat aku blm menikah dan satu lagi adikku yang masih kuliah.Sepertinya 3 hal itu selalu membuat bapakku menangis..... lah kita sebagai anaknya sudah berusaha semaksimal mungkin menenangkan bapak, menyemangati agar yang penting sembuh dulu. Karena sekeras apapun kita berusaha jodoh untuk mas ku dan aku adalah di tangan tuhan. Tapi bapak tidak seperti bapak yang dulu, yang semangat yang optimis yang ceria, kini sedikit sedikit haru, lalu menangis. oya mak.. aku 7 bersaudara.. empat saudaraku sudah berkeluarga. tinggal 3 yang belum berkeluarga ya itu yang menjadi pikiran bapakku. Aku, mas atasku pas dan adikku yang sedang skripsi. umurku 26 tahun :D."
----
Kalau saya tangkap, inti ceritanya itu soal kegelisahan Bapak dari Mbak Icha karena persoalan jodoh kalian ya?
Ayah manapun dan siapapun itu pada umumnya memang akan mengalami hal seperti yang Bapak Mbak rasakan/alami. Tak peduli beliau masih mampu menghidupi anak-anaknya, tak peduli gimana pun statusnya, tak peduli beliau mengalami sakit atau tidak.
Ayah itu adalah laki-laki, kan? Laki-laki itu biasanya agak sulit untuk mengeskpresikan atau mengungkapkan kegelisahannya secara detil kepada orang lain, pun pada anak-anaknya sendiri. Ayah juga adalah kepala keluarga. Jadi, sampai kapanpun, seorang Ayah bakal ngerasa "bersalah" kalau belum mampu mewujudkan kebahagiaan anak-anaknya meski nyatanya beliau udah tak perlu dipertanyakan seberapa besar jasanya sejak anak-anaknya dilahirkan.
Kekhawatiran Bapak si Mbak yang terbesar itu karena dia sedang sakit. Khawatir beliau keburu tutup usia, makanya mengamanahkan pada kalian agar segera mencari jodoh. Itu hal yang wajar. Kesedihan yang dirasakan pun sangat wajar.
Jadi, kalau boleh ngasih saran. Upayakan semaksimal kemampuan kalian untuk memenuhi permintaan si Bapak. Wallahu'alam, bisa jadi itu adalah permintaan terakhir sebelum beliau "pamit". Bapak khawatir karena kakak laki-laki belum juga menikah. Bapak juga khawatir karena Mbak Icha tak kunjung mendapat kepastian arah hubungan dengan sang pacar.
Jodoh itu memang akan selalu ada di tangan Tuhan, Mbak. Tapi, jika nggak ada ikhtiar/usaha, maka selamanya hanya akan bertengger di tangan Tuhan. Buat kakak laki-lakinya, coba deh Mbak bantuin untuk menjodohkan Mas-nya dengan seorang kenalan. Atau, bisa juga meminta bantuan kerabat keluarga maupun ustadz/ustadzah untuk mencarikan seorang wanita yang layak diperistri oleh si Mas. Jangan lupa, tanyakan juga kepada si Mas, dia maunya perempuan dengan kriteria khusus apa. Sehingga akan lebih mudah nyarinya selain mempertimbangkan agama dan akhlaknya.
Buat Mbak. Mbak sudah punya pacar. Pacaran itu memang bukan jaminan mutlak akan berakhir ke pelaminan, stag di tengah jalan dalam waktu yang lama atau mungkin kandas. Jadi, kalau memang Mbak merasa sudah siap untuk menikah (tanpa adanya keterpaksaan karena permintaan ortu), alangkah baiknya, tanyakan ke pacar Mbak, kapan dia akan memberikan kepastian mengenai akhir perjalanan kalian. Kalau terlalu lama pacaran atau menunda untuk pacaran dulu dalam waktu yang makin tak terhitung, juga tidak baik (kalau Mbak adalah seorang Muslimah). Yang melamar lalu digantungkan dengan jawaban penantian saja, tidak disarankan begitu karena bisa menimbulkan fitnah apalagi bagi mereka yang pacarannya udah lama.
Jadi, Mbak juga harus tegas kepada sang pacar. Jika memang sang pacar merasa belum siap, apakah Mbak sanggup menanti dalam waktu yang lebih lama? Sementara di sisi lain, ketidakpastian itulah yang membuat si Bapak jadi merasa bersalah dan "sakit". Seorang laki-laki sholeh yang benar-benar berani mencintai seorang perempuan itu, tidak akan memacari perempuan tersebut. Laki-laki pemberani itu adalah mereka yang sangat berpegang teguh pada janjinya. Kalau mereka siap mencintai, pasti mereka hanya akan memilih di antara dua hal ini: menikahinya atau melepasnya untuk pria lain yang sudah siap.
Maaf, Mbak, bukan maksud saya menggurui. Tapi, saya hanya menjelaskan apa yang saya pelajari dari bingkai Islam.
Jadi sekarang, sembari ikhtiar dengan jalan yang tepat, Mbak bisa nyambi istikharah dan terus berdoa untuk si Bapak pula agar kesedihannya tidak berlarut-larut. Mintalah pada si Bapak untuk bersabar barang sebentar. Kalau pacar Mbak sudah ada kepastian, maka disegerakan saja untuk diperkenalkan lebih dalam lagi mengenai niat menikah kalian kepada si Bapak. Mungkin, itu bisa mengurangi sedikit dari kegelisahan beliau.
Cukup sekian dulu penjelasan dari saya ya Mbak. Kalau ada yang ingin ditanyakan lagi, monggo. Maaf kalo masih banyak kekurangan. Terima kasih atas request-annya ^_^
Best regards,
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.