Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di
antara makhluk-makhluk lain yang diciptakan oleh Allah SWT. Ada yang berkulit
putih, hitam, sawo matang, dan kuning langsat. Ada yang bermata bulat dan ada
pula yang sipit. Ada yang berambut ikal dan ada pula berambut lurus. Ada yang
berhidung bangir dan ada pula yang pesek. Cantik, tampan, ataupun tidak
kedua-duanya itu hanyalah suatu hal yang bersifat relatif dan termasuk
penilaian subjektif dari tiap-tiap individu. Namun, pada hakikatnya manusia itu
juga merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas. Sebagaimana salah satu
hal yang paling mendasar pada teori Abraham Maslow, bahwa manusia itu tidak
akan pernah merasa puas dengan apa yang telah diperoleh / dimilikinya dalam hal
kebutuhannya.
Pada
kenyataannya, manusia kini telah tertelan dalam buaian perkembangan zaman yang
diiringi oleh kemajuan pengetahuan dan teknologi. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi jika
sampai mempengaruhi ataupun merusak budaya yang telah tertanam. Dan salah satu
masalah yang sangat menarik untuk disajikan ialah sebagai berikut.
Tomomania.
Ini semacam penyakit maniak yang mungkin masih terdengar asing tetapi sebagian
besar orang yang mengidap penyakit ini. Ditinjau dari Dictionary Encyclopedia (Kamus
Ensiklopedia), Tomomania berarti obsesi untuk memiliki wajah atau tubuh yang
sempurna dengan jalan operasi. Bila diartikan secara kasar, Tomomania adalah
suatu kecenderungan atau ketagihan untuk melakukan bedah plastik terhadap
bagian tubuh yang dirasakan tidak sempurna. Kasus-kasus seperti ini seringkali
terjadi atau bersumber dari Negara bagian Asia Timur seperti China, Taiwan,
Korea, dan sebagainya. Bagi Negara-negara tersebut, bedah plastik ini tidak
lagi menjadi hal yang asing. Bahkan telah ,mendarah daging atau dapat dikatakan
sebagai “hobi” bagi mereka. Fenomena
ini telah menyebar ke hampir beberapa Negara,
salah satunya, Indonesia. Kita dapat menyebutnya
sebagai Fenomena Barbie. Jadi, siapa pun
pelaku yang menderita tomomania ini akan selalu mempunyai hasrat untuk
memuaskan dirinya dan kenikmatan yang diperolehnya tentu saja dengan melakukan
operasi bagian tubuhnya secara berulang kali sesuai selera atau suasana
hatinya, dia ingin menjadi seperti apa dan dalam bentuk yang bagaimana. Tidak
peduli itu legal ataupun non-legal. Segala cara akan ditempuhnya dan tindakan
tersebut tentu saja merogoh kocek yang sangat fantastis.
Tomomania ini cenderung disebabkan karena
faktor Self Confidence (Rasa percaya
diri) yang rendah dan kurang menghargai diri sendiri. Hal ini terutama terjadi
di kalangan wanita. Biasanya, wanita itu merupakan sosok yang sensitif dan
paling mudah terpengaruh dengan sesuatu yang bersifat keindahan ( Aesthethic ) meskipun secara fitrah,
wanita memang makhluk yang paling indah yang Tuhan ciptakan.
Menurut
pengamatan saya, penyakit maniak ini dapat pula menimbulkan personality disorder yang biasa orang
sebut sebagai “Narsis”. Inilah dampak yang nyata yang sering terjadi. Jadi,
orang tomomania itu akan selalu memiliki pemikiran bahwa “pembedahan wajah”
yang mereka jalani adalah yang terbaik dan tersempurna dari siapa pun. Sedikit saja
ditemukan “lecet” atau “kesalahan” dari perubahan wajah itu maka mereka tidak akan segan-segan untuk
membedahnya sekali lagi hingga berkali-kali. Akan
tetapi, bodohnya, mereka tidak mempedulikan dampak negatif yang akan terjadi.
Bagaimana jika proses pembedahan itu tidak steril, menimbulkan efek buruk yang
berkepanjangan, atau bahkan terjangkit virus hingga merusak sel-sel kulit ? Berdasarkan fakta yang diperoleh bahwa efek
yang seringkali terjadi ialah penderita tomomania sudah pasti akan menderita Anorexia atau Bulimia.
Tidak
dipungkiri pula, penyakit tersebut disertai dengan gangguan emosional yang
kompleks. Atau, kemungkinan besar pun tanpa disadari lagi jika itu ibarat kata
sudah “membatu” dalam jiwanya. Di
sisi lain, penyakit semacam ini dapat timbul karena awal dari sebuah
kekagumannya terhadap aktor atau aktris yang mereka sukai. Kekaguman yang tidak
wajar hingga berkeinginan untuk memiliki bentuk tubuh, hidung, tulang pipi, dan
sebagainya yang harus mirip atau melebihi dari yang aktor / aktris miliki.
Lalu, akan lebih tidak masuk akal lagi
apabila sampai meniru keseluruhan anggota badan orang yang dikagumi dari
ujung kepala hingga ujung kaki sampai benar-benar sama persis seperti aslinya.
Tetapi, untung saja, hal yang demikian ini tidak terjadi, khususnya di
Indonesia. Entah bagaimana tanggapan masyarakat seandainya hal semacam itu
terjadi. Mungkin, inilah yang dinamakan “Kiamat Sudah Dekat”.
Kita tidak
mampu menelaah lebih mendalam mengenai penyakit tersebut. Akan tetapi, lebih
kreatif lagi jikalau kita sejenak berandai-andai, memposisikan diri kita
sebagai “penderita”. Kemungkinan besar, hasilnya melampaui dari “penderita”
aslinya. Mungkinkah demikian ?
Pada
paragraf ketiga tadi disebutkan adanya Fenomena Barbie. Para tomomaniers yang cenderung memandang kesempurnaan itu
ibarat memiliki bentuk tubuh seperti boneka Barbie, mereka lebih cenderung
mengkonsumsi obat-obatan pelangsing tubuh, melakukan operasi perataan bagian perut dan tubuh bagian “belakang” serta
operasi sedot lemak pada bagian tangan dan kaki atau mungkin melakukan operasi
payudara. Bahkan, Kasus yang paling banyak memperoleh persentase tertinggi
ialah operasi bedah mata.
Salah satu
contohnya adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari majalah
infotainment, Asian Plus, edisi 286.
Seorang aktris cantik yang bersal dari Korea, sebut saja dengan inisial
“MY”. Di majalah tersebut para netter
mengemukakan bahwa “MY” bedah plastik pada bagian matanya berdasarkan dari
foto-foto aktris tersebut yang “bocor” di internet, mulai dari waktu ia kecil
sampai sekarang. Para wartawan pun menmbahkan bahwa sebenarnya itu bukan berita
baru, sebab kasus serupa pernah muncul
sebelumnya. Kenyataannya, bagi publik Korea, operasi plastik bukanlah hal yang
aneh atau tabu. Negara yang menduduki peringkat ke-27 praktisi operasi plastik
terbanyak di dunia itu memang tidak mengharamkan bedah plastik. Operasi membuat
lipatan mata adalah yang paling umum
dilakukan. Namun, merupakan hal yang tabu bagi para selebritis untuk mengakui
bahwa wajah mereka tidak murni. Di Indonesia pun demikian. Praktisi bedah mata
paling banyak diminati oleh masyarakat.
Jika sudah demikian, lantas pertanyaan yang
muncul adalah apakah semua orang di Negara yang mengesahkan bedah plastik
berarti membuka sarana bagi penduduknya
untuk menderita tomomania ? Jawabannya adalah tergantung dari konsep cara
berpikir dan view masing-masing
individu.
Lalu,
apakah tomomania disebabkan karena faktor genetik ? Sampai saat ini belum ada penelitian yang
kompleks mengenai penyakit maniak tersebut apalagi membahas apakah tomomania
itu disebabkan karena faktor genetik (keturunan) atau bukan. Bahkan, beberapa
kamus besar bahasa Indonesia pun tidak mencantumkan seperti apa itu tomomania.
Akan tetapi, hal tersebut tidak akan mematahkan semangat kita untuk lebih
mengetahui apakah tomomania itu sebenarnya. Bila kita termasuk orang yang mampu
berpikir kreatif, marilah kita teliti penyakit maniak tersebut.
Ditinjau
dari perspektif psikologi, kemungkinan besar penyakit tomomania dapat
disebabkan karena lingkungan, utamanya lingkungan keluarga. Menurut pemikiran
saya pribadi, peran orang tua dan proses
pola asuh memberikan pengaruh yang sangat besar sebagai pemicu timbulnya
tomomania. Lebih dari itu, tomomania yang muncul mungkin saja dapat berubah
menjadi neurotik. Bila kita mencoba untuk menggabungkannya menjadi neurotic tomomania, dilihat dari segi
teori Karen Horney, orang yang neurotik adalah orang yang selalu menginginkan
kesempurnaan. Selalu terdorong untuk menjadi yang sempurna, menjadi yang terbaik
dan sangat takut gagal atau dianggap kurang dan tidak mau menerima kesalahan
sekecil apapun. Nah, tomomania pun demikian. Mereka akan selalu dihinggapi
kecemasan, takut diacuhkan, dan selalu berusaha memperoleh prestise sosial dalam
artian terlalu fokus pada segi penampilan dan popularitas.
Lebih
kompleks lagi, mari kita telaah berdasarkan teori diri dari Karen Horney. Yang
mana, bagi Horney, diri adalah pusat keberadaan dan pusat potensi seseorang.
Jika mental individu sehat, sudah tentu mereka memiliki konsepsi yang akurat
tentang siapa dirinya dan bebas merealisasikan potensi yang dimilikinya itu.
Namun, orang yang mengidap neurotik seperti contohnya para tomomaniers, mereka
mempunyai cara lain dalam memandang
sesuatu. Mereka memecah dirinya menjadi diri
yang dibenci dan diri yang ideal. Dan,
para teoritikus merumuskan hal tersebut sebagai bentuk “diri bayangan dalam cermin”.
Semakin
kita menindas atau meremehkan orang-orang tomomania, khususnya meremehkan
kondisi fisiknya sekalipun mereka itu cantik ( namun cantik di sini dalam
artian tidak murni lagi atau palsu ), maka tindakan mereka untuk merealisasikan
hobi bedah plastik-nya akan semakin menjadi.
Ditinjau
dari perspektif agama, sudah tentu ini merupakan hal yang dilarang. Allah telah
menerangkan dalam Al-Qur’an bahwasanya seorang hamba dilarang mengubah
ciptaannya ataupun berusaha untuk membuat sesuatu yang sama persis dengan
ciptaannya. Bahkan, Allah menantang seorang hamba untuk membuat seekor lalat.
Kita sebagai manusia beragama, tentu saja dapat menarik pemikiran bahwasanya
sepintar apapun kita akan tetapi kita
tidak akan pernah bisa melampaui kekuasaan Allah.
Selanjutnya, timbul pertanyaan, bagaimanakah terapi yang bisa kita
terapkan / lakukan bagi para penderita tomomania ? Kembali lagi berpikir
kreatif. Menurut saya, jika penderita tomomania tersebut masih belum terlalu
parah mulailah menata lingkungan
keluarga dan orang tua pun harus turut membantu proses ini. Si penderita harus belajar
menganalisa dirinya terlebih dahulu, mengamati dirinya dan membantunya untuk
bisa berpikir secara rasional tentang konsep dirinya, apakah arti diri itu
sebenarnya dan bagaimanakah cara membentuk pribadi yang kukuh.
Setelah itu, cobalah untuk membantunya membentuk
regulasi atau kontrol diri yang baik, persepsi lingkungan terhadap si penderita
harus diminimalisir, dalam artian jangan memberikan sugesti atau penilaian
terhadap si penderita bahwa dirinya bersalah. Buatlah si penderita berpikir
bahwa tidak ada yang kurang pada dirinya secara fisik, boleh memuji tetapi
tidak dalam taraf yang berlebih. Bersikaplah biasa. Namun, apabila penderita
tomomania sudah sangat parah bahkan obsesi bedah plastik yang biasa
dilakukannya tiba-tiba terhenti karena kecemasan yang terus menerus menghantui,
maka kemungkinan besar akan menyebabkan keinginan untuk bunuh diri. Segeralah
diperiksa ke psikolog ataupun psikiatri. Setidaknya, cara tersebut dapat
meminimalisir keinginan penderita untuk bunuh diri.
Hidup itu indah. Dan keindahan itu tidak hanya
dilihat dari segi fisik. Masih banyak hal lain yang perlu kita benahi dan
kerjakan. Jika kenyataannya banyak orang yang sampai menderita penyakit seperti
disebutkan di atas, kita harus memastikan bahwa Tuhan (Allah SWT) tidak
menciptakan suatu penyakit tanpa penawarnya dan di balik semua fenomena yang
terjadi, tersembunyi suatu keunikan dan hikmah yang terkadang tidak kita
sadari.
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.