Kira-kira seminggu yang lalu, saya mendapat telepon dari seorang saudara yang tinggal di kota seberang. Dia meminta tolong pada saya untuk melihat pengumuman formasi CPNS wilayah Sul-Sel di BKD Parepare. Karena bulan ini saya punya banyak kesibukan, ngajar pagi, kadang juga pulangnya sore, sibuk ngejahitin label nama buat baju-baju Bapak untuk naik haji, buat laporan ini itu dan belum lagi nanti kalo ada acara di rumah saat Bapak mau berangkat, alhasil... saya tidak bisa membantunya.
Ketika dia menelepon, dia juga menanyakan kesibukan saya. Saya jawab saja kalau saya mengajar sebagai dosen LB di STAIN sini. Dan ada satu pertanyaan yang menurut saya tidak pantas untuk diinterogasi hingga akhirnya mengarah pada "peremehan" terhadap profesi yang saya jalani. Dia menyarankan saya agar mendaftar CPNS juga. Hhh... kalau saya, jangan ditanya lagi... CPNS tidak pernah ada dalam kamus impian saya. Selain itu, saya pun kurang berminat.
Saya heran. Kenapa sih dia meremehkan profesi yang masih saya jalani ini?
Saya juga tidak menggubris apapun komentarnya atau komentar orang lain.
Saya suka dengan profesi saya sebab ini adalah salah satu impian yang sudah bisa saya wujudkan meski tahun depan saya harus rela melepasnya untuk hijrah.
Saya suka dengan profesi ini, sebab ini saya rasakan tidak seperti sedang bekerja, melainkan seolah sedang kuliah bersama teman-teman.
Dia juga sempat meremehkan "jumlah gaji" dari beberapa pekerjaan yang sempat dia geluti. Sehingga beberapa kali menolak dan keluar dari pekerjaan lantaran gaji yang "kurang" menurutnya.
Dalam hati saya hanya berkata, "Mungkin jumlah penghasilan itu memang penting baginya, tapi tidak bisakah dia berpandangan positif dengan tidak meremehkan apa yang telah diperolehnya?"
Perempuan yang bekerja tentu agak berbeda orientasinya dengan seorang pria apalagi yang telah berkeluarga. Tentu mereka juga akan mempertimbangkan jumlah penghasilan yang bisa diperoleh dari pekerjaannya. Tapi, bagi perempuan single seperti saya ataupun dia, saya pikir, tidak perlu terlalu ngoyo memikirkan jumlah penghasilan, kecuali jika memang tak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan, atau mungkin dia adalah tulang punggung sehingga harus menghidupi anggota keluarganya, ya baru boleh protes.
Saya pun heran mengapa dia juga melakukan hal yang sama kepada saya, ucapannya seolah meremehkan penghasilan saya sebagai dosen LB. Meskipun saya paham, gaji saya tidak sebesar dosen PNS, namun saya teramat bersyukur karena masih cukup untuk beli pulsa modem bulanan, masih bisa buat beli keperluan, dan kemarin pun masih sempat dipinjam mama lebih banyak dari yang saya pegang. Selain itu, sejak lulus kuliah, saya berubah lebih hemat dari sebelumnya, sehingga jumlah penghasilan tersebut tidaklah kurang bagi saya (sekalipun bagi orang lain, mungkin merasa kurang cukup jika berada di posisi saya).
Saya pernah mendengar, bersyukurlah mendapatkan yang sedikit itu karena tak semua orang bisa mendapatkannya dan bisa bersyukur atasnya.
Jika dia memang mencari pekerjaan lantaran hanya berorientasi pada "seberapa besar jumlah penghasilannya", saya yakin, itu telah menjadi beban baginya sehingga berulang kali keluar dari pekerjaan. Ya, semoga saja setelah ini, dia akan memperoleh pekerjaan yang layak untuknya dan bisa menjalani pekerjaannya dengan sungguh-sungguh.
Saya tahu dia orang yang selalu orang bilang "pandai mencari uang" dan sangat vokal. Saya pun pernah dibanding-bandingkan dengannya. Saya hanya bilang bahwa semua orang punya potensinya masing-masing. Saya punya kelebihan sendiri, begitu juga dengannya. Setelah saya dapat membuktikannya, mereka semua akhirnya percaya dan sadar bahwa mereka tak pantas membanding-bandingkan siapapun dengan siapapun apalagi dengan remehan, cemoohan dan kritikan.
Sekarang ini alhamdulillah saya sangat bersyukur, meski saya pribadi (tanpa mengikutkan orangtua) belumlah kaya, belum punya mobil sendiri (hehehe), dan ini itu, tapi saya sudah berhasil membuktikan kepada orang-orang yang sejak dulu (sejak SD) selalu meremehkan saya dan mencemooh kelebihan saya. Kalau saja mereka ada di hadapan saya saat ini, mungkin saya akan memperlihatkan senyum termanis saya pada mereka. Saya pun akan dengan sumringah berkata pada mereka, "Anda masih ingat bagaimana dulu Anda meremehkan saya dengan antusias di muka umum, mempermalukan saya di hadapan kantor walikota saat sedang mengikuti perlombaan, mengolok-olok potensi saya di hadapan para peserta HKSN di Depdiknas, menganggap saya bodoh, menganggap saya tak layak menjadi juara???" Saya pun akan dengan senang hati menjawab pertanyaan mereka terkait impian yang sudah saya wujudkan yang mana itu pernah diremehkan oleh mereka.
Oleh karena itu, berhentilah meremehkan orang lain berikut profesinya, kelebihannya, kelemahannya dan apa yang melekat dalam dirinya. Karena, bisa jadi, suatu hari kondisi "remeh" itu justru akan berbalik pada dirimu sendiri. Pasti Anda malu bertemu dengan orang yang dulunya Anda remehkan, kan? :)
No comments:
Post a Comment
Makasih banget ya udah mau baca-baca di blog ini. Jangan sungkan untuk tinggalin komentar. Senang bila mau diskusi bareng di sini. Bila ingin share tulisan ini, tolong sertakan link ya. Yuk sama-sama belajar untuk gak plagiasi.