Minggu lalu di kelas semester lima, ketika diskusi mengenai pengantar ilmu kesehatan mental, ada satu mahasiswa yang kepo.
Berhadapan dengannya itu seperti berhadapan dengan "lubang maut". Sejak masuk Guidance Club tahun lalu, mahasiswa tersebut memang sudah saya prediksi punya kemampuan "debat". Sehingga ketika masuk kelas perkuliahan dan bertemu lagi, rasanya saya ingin kabur tiap dia bertanya.
Kenapa begitu? Begini ya, yang jelas, orang KEPO itu beda jauh dengan orang KRITIS. Seseorang yang hobi berdebat biasanya cenderung identik dengan orang KEPO. Seperti dia. Ketika saya selesai menjelaskan definisi ilmu kesehatan mental yang saya ambil dari salah satu ahli psikologi. Dan, tiba waktunya tanya jawab, kenapa hal sepele seperti definisi menurut ahli itu saja dia perdebatkan, dia mempertanyakan, "kenapa definisinya bisa seperti itu?" Saya sudah mencoba menjelaskan maksudnya sesuai dengan pemahaman saya, tapi lagi-lagi dibantah. Padahal, mahasiswa lainnya sudah sangat paham dan coba menjelaskan kembali padanya. Kemudian, setelah itu dia malah bertanya tentang "para bencong/transgender yang mana pernah dia dengar dari dosen lain bahwa bencong itu punya kepribadian ganda". Lalu, dia juga mempertanyakan soal preman yang luluh ketika berhadapan dengan wanita dan lainnya yang benar-benar tidak nyambung dengan materi kami hari itu. Sebagai gantinya, saya pun selalu bertanya di akhir debatnya/bantahannya, "Sebenarnya kamu mau bertanya tentang apa?" Namun, dia tetep ngoyo dengan bantahannya dan malah balik mempermasalahkan soal definisi tadi.
-_- Astaghfirullah.... Entah dia sengaja menguji saya mentang-mentang saya ini muda dan baru S1 atau memang benar-benar kurang paham ataukah dia hobi debat itu memang karena otaknya yang lemot, saya juga belum tahu. Yang jelas, energi saya benar-benar terkuras jika mendapat pertanyaan darinya.
Besok-besok, saya tidak akan memberikan dia kesempatan untuk mendominasi sesi tanya jawab dan memberikan kesempatan bagi yang lain jika pertanyaannya ngelantur atau mungkin sengaja menguji saya.
Untunglah di kelas itu ada seorang mahasiswa yang pembawaannya tenang dan selalu mudah memahami apa yang saya sampaikan. Susahnya memang karena jumlah mahasiswa semester lima hanya delapan orang jadi mau tidak mau, harus memberi kesempatan bagi si mahasiswa kepo tadi untuk bertanya juga agar tak terjadi hal-hal buruk dalam kelas.
Saya berharap, semoga dia berhenti bersikap seperti itu di hadapan dosennya sendiri. Meski saya masih terlalu muda baginya untuk bertindak sebagai pengajar, tapi bukan berarti dia bisa bersikap seenaknya terhadap saya dan menjatuhkan saya dengan berbagai bantahannya.
Next time, saya akan berusaha untuk lebih bersabar lagi. Tunggu giliran saya yang akan menguji kemampuan kalian dalam kelas. Untuk mendapatkan nilai bagus (nilai A) dalam kelas saya tidaklah mudah. Sekalipun saya ramah pada mahasiswa dan metode mengajar saya agak berbeda dari lainnya, namun saya menetapkan standar cukup tinggi dan menilai dari segala aspek. Bukan hanya dari nilai tugas, tapi attitude, kemampuan dalam bertanya jawab dan memilih bahasa pun saya cermati dan nilai. Tidak jarang, saya juga mengobservasi segala bentuk non verbal mereka dalam kelas. Sekalipun mahasiswa itu jenius, saya tentu tidak segan-segan memberikan nilai C bila attitudenya kurang baik dan doyan debat dalam kelas. Karena sejauh ini, saya melihat mahasiswa yang hobi debat itu mudah menjatuhkan mahasiswa lain bahkan dosennya sendiri serta punya kecenderungan kontrol emosi yang lemah. So, jangan remehkan saya. Di luar kita boleh menjadi sahabat. Tapi dalam kelas, jangan pernah berusaha menjilat apalagi menjatuhkan saya.
Sabar ya mbk....
ReplyDeleteMengajar SMA aja terkadang gurunya suka di cuekin apalagi mengajar para mahasiswa heheheee
ciye ciye yang mau bales dendam sama mahasiswanya :D
bukan balas dendam ituuu... maksud saya, ke depannya saya mau nguji kemampuan mereka dari kuis sederhana yg saya berikan. kalo cerdas, pasti bisa dapat nilai bagus dong di kuisnya.
Deletesaya mau mereka ngebuktiin bahwa mereka jgn hanya "jago ngomong" tapi benar2 seimbang dengan tindakan.
Mahasiswa ya? Suka mungkin :D
ReplyDeletenggak mungkin lah :)
DeleteIya nggak mungkin kok, bisa iya bisa nggak :)
DeleteWalaupun film percintaan di televisi ataupun bioskop bagi sebagian orang adalah film yang tidak mendidik, tapi jangan dipungkiri cinta hadir disetiap kesempatan. Banyak kisah seperti ini awalnya karena rasa suka, tapi tiap orang beda-beda caranya. Mba kan suka film korea, sebetulnya itu semacam cermin kehidupan nyata yang mungkin didramatisir.
Aku sih nggak punya titel psikolog, tapi aku rasa semua orang sebodoh apapun kalau soal cinta cinta gitu pasti ngerti.
Aku sadar kok nggak semua agama memperbolehkan cinta sebelum berikrar, tapi hati ini kan yang menciptakan Tuhan kan?
Yang harus mba khawatirkan justru jika benar mahasiswa tersebut tidak ada rasa suka ke mba, karena berarti ada sesuatu yang tidak benar (bisa kepo, bisa nggak mau kalah, bisa macem-macem) dan itu lebih merugikan dari pada rasa suka kan?
Aku nggak punya saran mba, cuma mau memberitahu bahwa semua calon penghuni neraka sekalipun pasti punya rasa tersebut.
Telusuri lebih lanjut kenapa mahasiswa tersebut seperti itu sama mba, syukur kalau banyak yang dibuat jengkel seperti yang mba rasakan sekarang, kalau hanya mba saja yang dibuat jengkel? ada apa-apanya kan?
:) sebelum masuk ke kelas semester ini pun saya sudah tahu karakter mereka dari awal di forum Guidance Club yg pernah saya bawakan.
DeleteHeheh sudahlah, ini hanya hal sepele yg tak perlu diperpanjang. dia memang ky gitu bukan hanya di kelas saya tapi juga di kelas dosen lain dan di mata sebagian besar juniornya pun begitu. :)
Syukurlah..
DeleteIya gak di perpanjang, tenang aja. Pasti sebel ya baca komen orang yang sok tahu :P
hehehe sepertinya bukan sok tahu tapi sangat ingin tahu :D :p hehehe
Deleteeh tapi ini siapa ya?
Delete