Minggu lalu, saat saya mengantar adek ke kos temannya di daerah Tirto, Malang, saya melihat adegan KDRT terjadi di tengah jalan. Saat itu motor saya tepat berpapasan dengan motor seorang pasangan muda. Suaminya ngemudiin motor sambil bonceng anaknya, tapi anehnya si istrinya ini malah narik-narik tas anaknya dari belakang. Persepsi saya saat itu, mungkin suaminya budek kali ya, istrinya mau ikut naik tapi malah jalan duluan motornya. Eh… eh.. eh…. nggak tahunya, si ibu muda ini malah ngejar-ngejar motor suaminya dan tangannya masih menggamit tas anaknya. Terus saya berhenti sejenak dan ada seorang ibu yang menyeru, “Iku suamine loh, Mbak!” Pas saya balik ke belakang, mengenaskan banget. Si istri tadi malah terseret dengan posisi motor masih bergerak. Lalu, setelah warga pada teriakin si suami buat berhentiin motornya, alhamdulillah si istri ini nggak jauh-jauh amat terseretnya terus ditolongin.
Waktu itu, saya dan semua warga di situ melihat dari jauh (karena motor saya hentikan di jarak beberapa meter dari TKP). Sekilas saya lihat, si suami turun dari motor lalu ada adegan kurang pantas yang dilakukan kepada istrinya tadi. Parahnya lagi pemirsa…., adegan KDRT itu dilakukan di sekitar sekolahan TK. Nah, waktu kejadian itu pun bertepatan saat jam istirahat anak sekolah, jadi anak-anak TK dan SD tuuh pada keluar beli jajan plus nonton KDRT itu juga. Aduuh, ini nggak banget! KDRT yang terjadi di hadapan anak-anak (apalagi di depan anak dari pasangan yang bertengkar tadi) itu akan membuat sang anak trauma.
Coba bayangin aja, kalo sang anak harus melihat dengan mata kepala mereka sendiri, sang ayah memukuli ibunya. Kalo dia anak laki-laki, maka bisa jadi suatu hari nanti, dia akan mengimitasi kelakuan ayahnya yang bersifat kasar terhadap perempuan. Kalo dia anak perempuan, maka bisa jadi suatu saat nanti, dia akan memiliki persepsi bahwa semua laki-laki itu jahat sehingga memicu kebencian terhadap sosok laki-laki termasuk ayahnya.
Miris banget!!! Saya sampai cerita ke teman saya yang sama-sama psikologi. Duh, kasihan anaknya nanti! Andai waktu itu nggak ada warga yang teriak dan menolong/melerai pasangan tersebut, mungkin si istri udah terseret jauh sampai kehilangan nyawa. Mungkin juga sang anak yang tasnya ditarik dari belakang bakal ikut terjatuh dan luka-luka hingga trauma mendalam. Mungkin juga sang suami malah makin menjadi-jadi. Kami yang melihat memang tak tahu pasti apa yang akan terjadi setelah mereka pulang, tapi kami berharap, semoga kejadian tersebut tak akan terulang lagi.
Meski saya belum menikah, tapi saya selalu punya pandangan bahwa sangat penting bagi kita untuk ekstra selektif alias memilih pasangan untuk diajak menikah. Bahkan kalo perlu, saat ta’aruf, seluruh kekurangan dan kelebihan harus dilaporkan satu sama lain agar kelak kedua pihak nggak akan merugi atau menyesal. Kalo kita punya target menikah terus pasrah aja siapapun yang ngelamar langsung diterima tanpa mengulik bibit, bebet dan bobotnya terlebih dahulu, yaaa… tunggu saja apa yang akan terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.
Tapi, bukan berarti seorang yang cenderung “agresif” atau punya perilaku sarkas nggak boleh dapat pasangan dan menikah sih. Tapi, yang namanya kepribadian itu sulit diubah terutama sifat (udah saya bahas di postingan lama). Makanya, kalo mau dapat pasangan yang baik luar dalam, solusinya kudu perbaiki diri sendiri juga (kudu baikin dirinya luar dalam juga). Kalo seandainya, orang tersebut baik tapi dapat pasangan yang tidak baik, mungkin saja itu adalah teguran atau mungkin juga ujian. Seperti Siti Asiyah yang dapat suami Fir’aun, itu adalah ujian bagi Siti Asiyah.
Hmm.. semoga hal ini nggak bakal kejadian lagi. KDRT yang terjadi di depan anak-anak, itu sama aja secara nggak langsung membunuh anak perlahan-lahan. Sama aja dengan membunuh mindset anak, perkembangan anak dan pribadi anak. Kita kan nggak tahu, si anak itu bakal cenderung ngimitasiin bapaknya atau ibunya. Laah… kalo ibu bapaknya sama-sama jahat, yaaa…. *jawab sendiri aja lah.
uh, kasihan banget ya mbak, harus ada kejadian kayak gitu. Mbok kalau ada masalah di dalam rumah tangga di selesaikan baik-baik saja di rumah. Nggak perlu pakai ada adegan kekerasan begitu. haduuuh.. miris >.<
ReplyDeletehickz...sampai segitunya ya,naudzubillah...
ReplyDeletejaman skrang berantem dimana aja ya? udah kalap
ReplyDeletenaudzubillah...
@ all: iya nih Vey, Annur dan Bunda HM Zwan... miris banged, aku pikir tadinya cuma masalah biasa aja (kukirain si suaminya cuma lupa doang kalo istrinya belum naek motor jadi si istri ngejar motor sambil narik tas anaknya hingga terseret)...
ReplyDeletemudah2an gak bakal ada lagi yg ky gitu
astaghfirullah, miris bgt.. kasian anaknya, pasti ada trauma ya..
ReplyDeletesaya suka ulasannya ^^
Astaghfirullah, mengapa KDRT sering terjadi? Benar sekali, kasian sekali kepada anaknya. Apalagi kalau seusia TK yang masih “Golden Age”,.. bagaimana jadinya nanti masa depannya?
ReplyDeleteYa, semoga kakak mendapatkan jodoh yang baik-baik, dengan kepribadian yang juga sesuai harapan hati nurani kakak. Amin....
bunda Rumah Jurnal: iya Bund, kasian anaknya *anak selalu jadi korban
ReplyDeleteagha: aamiin, semoga doa yg sama juga tercurah buat agha ya :)
Astagfirullah... Naudzubillahi min dzalik. Semoga ibu dan anak itu baik-baik saja. Semoga sang Ayah dibukakan hatinya tuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik, Amiin...
ReplyDeleteaamiin ... iya nih Mbak kasian, mana kejadiannya di depan khalayak ramai dan anak2 sekolah pula :(
Delete